Senyum Warga Dapat e-KTP Berkolom Penghayat Kepercayaan

Reporter : Maulana Kautsar
Jumat, 22 Februari 2019 13:00
Senyum Warga Dapat e-KTP Berkolom Penghayat Kepercayaan
Berharap penghayat kepercayaan lainnya memiliki e-KTP.

Dream - Ketua Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Bandung, Bonie Nugraha Perma, bisa tersenyum lebar. Usahanya mendapatkan status keterangan 'kepercayaan' di kolom agama e-KTP telah berhasil.

Bonie merupakan orang pertama yang mengajukan kepercayaan di kolom agama. Bonie mengajukan perubahan kolom agama di e-KTP sejak Agustus 2018. Penghayat kepercayaan Akur Cigugur ini mendaftarkan status itu bersama istri dan anaknya.

" Februari ini lah pertama kalinya Disdukcapil Kota Bandung menerbitkan e-KTP saya dengan kolom kepercayaan," kata Bonie, dikutip dari Liputan6.com, Kamis 21 Februari 2019.

Bonie mengaku sempat dihubungi petugas Dukcapil Kota Bandung pada Rabu pagi, 20 Februari 2019. Dia diberitahu e-KTP yang diajukannya sudah dapat diambil.

" Saya langsung dikabari oleh orang Disdukcapil bahwa e-KTP dan KK saya, istri dan anak saya sudah jadi. Sebelum ke kantor saya mendatangi Disdukcapil. Tapi, penyerahannya langsung diberikan dari kepala seksi identitas penduduk," ucap dia.

Bonie mengatakan, saat ini sebanyak enam orang telah mendapat e-KTP sebagai pengakuan atas satatus penghayat kepercayaan.

1 dari 1 halaman

Kondisi Sebelumnya...

Bonie menyebut, jumlah pengikut penghayat secara de facto mencapai 150 ribu jiwa di Bandung Raya. Sementara, menurut dia, jumlah penghayat di seluruh Jawa Barat mencapai 500 hingga 600 ribu jiwa.

Bonie berharap, langkah serupa yang dia jalani dapat diikuti pula oleh para penghayat kepercayaan lainnya.

Dicantumkannya status kepercayaan di e-KTP tak lepas dari dikabulkannya gugatan penghayat kepercayaan atas Undang-Undang Administrasi Kependudukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017.

Sebelum gugatan itu diterima kartu identitas para penghayat aliran kepercayaan dikosongkan atau diberi tanda strip. Beberapa penghayat lain, bahkan harus `menumpang` pencatatan menggunakan agama resmi yang diakui pemerintah dengan alasan memudahkan mencari akses pendidikan dan pekerjaan.

Sumber: Liputan6.com/Huyogo Simbolon

Beri Komentar