Sholat Tarawih 4-4-3, Bagaimana Hukumnya?

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 5 Juni 2017 20:06
Sholat Tarawih 4-4-3, Bagaimana Hukumnya?
Kerap dijumpai ada masjid yang menggelar sholat Tarawih berbeda dengan masjid lainnya.

Dream - Malam-malam di bulan Ramadan selalu riuh dengan kegiatan ibadah. Banyak Muslim yang berkumpul di masjid atau mushola untuk menyelenggarakan sholat Tarawih berjemaah.

Di masyarakat kerap ditemukan antar masjid berbeda dalam melaksanakan sholat sunah ini.

Ada yang menjalankan sholat Tarawih dengan dengan dua rakaat salam-dua rakaat salam, sementara ada pula yang melaksanakan empat rakaat salam empat rakaat salam dan tiga rakaat salam untuk witir.

Bagaimana hukumnya sholat Tarawih empat rakaat salam-empat rakaat salam lalu tiga rakaat salam?

Mengutip laman konsultasi syariah, terdapat hadis yang menjelaskan sholat Tarawih ini. Hadis tersebut berasal dari Aisyah RA, yang merupakan istri Rasulullah Muhammad SAW, diriwayatkan Bukhari.

" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambahi lebih dari 11 rakaat, baik di dalam Ramadan maupun di luar Ramadan. Beliau sholat 4 rakaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian sholat lagi 4 rakaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau sholat 3 rakaat."

Ulama berbeda pandangan tentang hadis ini. Pandangan pertama menyebut sholat paling afdhal dikerjakan empat rakaat salam-empat rakaat salam.

Meski begitu, boleh dikerjakan dua rakaat salam-dua rakaat salam. Pendapat ini dikemukakan Imam Abu Hanifah.

Al Iraqi dalam kitabnya, Tharhu at Tatsrib, mengutip pendapat Abu Hanifah,

" Abu Hanifah mengatakan, yang afdhal shalatnya dikerjakan 4 rakaat – 4 rakaat. Jika dia mau, boleh 2 rakaat. Jika dia mau, boleh 6 rakaat, dan jika dia mau, boleh 8 rakaat salam. Dan makruh lebih dari itu."

Sementara pendapat kedua menyebut yang paling afdhal adalah dua rakaat salam-dua rakaat salam. Ini merupakan pendapat jumhur ulama seperti Imam Malik, Imam As Syafii, Imam Ahmad, Abu yusuf, Muhammad bin Hasan.

Abu Syaibah menyatakan pendapat ini didasarkan atas pandangan Abu Hurairah RA, Hasan Al Bashri, Ikrimah (mantan budak Ibnu Abbas), Salim putra Ibnu Umar, Muhammad bin Sirin, Ibrahim An Nakai, dan lain-lain.

Selengkapnya... (ism) 

Beri Komentar