Tobat di Kalijodo

Reporter : Maulana Kautsar
Rabu, 24 Februari 2016 20:20
Tobat di Kalijodo
Kisah-kisah ini menggambarkan kehidupan mereka. Para wanita penghuni bilik asmara itu. Ada suka, ada duka. Ratapan, dan juga harapan. Semua tergambar jelas melalui tulisan tangan mereka.

Dream - " Kemesraan ini janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini, ingin ku kenang selalu..." Tembang lawas itu mengalun dari tenda polisi. Posko Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya.

Lima polisi berseragam terlihat di tenda itu. Berlindung dari tikaman terik sang raja siang. Sebagian berbaring di ranjang militer, yang lain asyik bermain ponsel. Bahkan ber-selfie.

Tak seperti hari yang sudah-sudah. Kafe-kafe di pinggiran kali itu tampak sepi. Nyaris tak terlihat kehidupan di rumah-rumah yang berjejal itu. Pintu besi terkunci. Sebagian bahkan tersegel dengan garis polisi.

Siang itu, hanya satu kafe yang terlihat hidup. Di kedai berkelir biru. Sejumlah pria terlihat sibuk. Mereka mondar-mandir. Keluar masuk. Orang-orang itu gegas, mengeluarkan isi bangunan ke tepi jalan.

" Disuruh bongkar saja biar cepet beres," kata seorang pekerja di kafe yang terletak di Jalan Kepanduan II.

Itulah suasana terkini di Kalijodo. Selasa 23 Februari 2016. Hari-hari yang lalu, tempat itu selalu berdenyut. Terutama waktu malam. Tempat ini menjadi salah satu pusat hiburan. Banyak orang datang. Musik dangdut selalu ingar-bingar.

Semua mahfum. Lokasi itu menjadi tempat prostitusi termasyhur di Ibu Kota. Tempat minuman keras beredar bebas. Juga premanisme. Bahkan diduga menjadi ladang perjudian. Semua saling berkelindan. Menggerakkan roda ekonomi beromzet miliaran.

Menurut data pemerintah, di lokasi itu setidaknya terdapat 445 pekerja seks komersial alias PSK. Pemuas nafsu lelaki hidung belang yang datang saban malam. Tarifnya macam-macam. Mulai Rp 150 ribuan.

Dari semua wanita penghibur itu, hanya 220 orang yang terdata pernah periksa ke puskesmas setempat. Sebanyak 101 di antaranya terdeteksi positif mengidap HIV.

Kalijodo boleh saja dikenal sebagai lumbung kemaksiatan. Tapi tak semua turut menyelam ke dunia kelam. Dari 1.356 kepala keluarga yang menetap, masih banyak yang memegang teguh ajaran agama. Bagi yang Muslim, masih memakmurkan masjid di sana.

Dan kini, kisah Kalijodo nyaris tamat. Kafe-kafe yang berdiri di atas tanah milik negara itu segera dirobohkan. Digusur. Diganti pepohonan. Lokasi itu akan disulap menjadi jalur hijau.

Pemerintah Jakarta sudah melayangkan peringatan. Warga harus angkat kaki. Bagi yang tercatat sebagai warga DKI, diboyong ke rumah susun sewa. Warga daerah lain, dipulangkan. Termasuk para PSK itu.

Di tengah kesunyian di wilayah yang dulu menjadi tempat persinggahan kaum Tionghoa itu, masih tersimpan ketegangan. Menunggu eksekusi yang rencananya dilakuan 29 Februari...

Menyusuri 'Lorong Neraka'....

1 dari 1 halaman

Goresan Pilu di Bilik Asmara

Dari Jalan Kepanduan, Dream terus melangkah. Menuju mulut gang di tapal batas wilayah Jakarta Utara dengan Barat. Lorong itu gelap. Bau apek menyeruak, menusuk hidung. Jalan sempit itu juga sepi. Semua pintu tertutup rapat.

Sepuluh meter dari mulut gang, terdapat bangunan dua lantai. Pintu berukuran dua kali dua meter terbuka lebar. Sebuah papan tergantung di atas. Bertulis “ Kafe Mega”. Ruang cukup lega terlihat dari luar.

Penasaran, Dream masuk ke bangunan itu. Seperti kafe-kafe lain, tempat itu sudah ditinggal penghuninya. Sepi. Sejumlah barang tampak tercecer. Berserakan di lantai.

Di ujung ruangan itu, terdapat anak tangga. Jalan menuju ke lantai dua. Kondisinya gelap. Tak ada pencahayaan. Maklum saja, semua fasilitas di tempat ini sudah dicabut. Termasuk lampu yang biasanya gemerlapan.

Ada lima bilik mungil di lantai atas. Berukuran dua kali tiga meter. Suasana agak gelap. Sama dengan lorong gang, aroma tak sedap juga meruap dari kamar-kamar itu. Bau apek terus menabrak indera penciuman.

Dalam keremangan kamar-kamar itu, terlihat banyak benda berserak. Baju, kosmetik, alat dan pil kontrasepsi, hingga primbon, ada di sana. Barang-barang itu tak sempat dibawa si empunya kamar.

Di salah satu kamar, Dream menemukan sebuah buku. Tergeletak di antara tumpukan kutang dan baju. Entah siapa pemilik buku ini. Tak ada petunjuk. Mungkin saja milik sang empunya kamar. Para wanita penghibur itu.

“ Sebuah Penyesalan”. Demikian judul yang tercetak di sampul. Buku itu karya Fredy Siswanto. Novel bergaya metro pop ini berkisah tentang asmara, berbalut perselingkuhan. Tokoh dalam cerita itu: Wulan, Lisa, dan Damar.

Dream juga menemukan buku di kamar lain. Bersampul hijau-hitam, kotak-kotak. Bukan novel. Melainkan catatan harian. Sebuah nama perempuan tertulis pada bagian sampul.

Lembar-lembar buku itu penuh tulisan. Berisi curahan hati sang empunya. Kisah haru tergores pada beberapa lembar halaman. “ Ya Allah, aku udah nggak betah. Hidup yang aku jalani sekarang.”

Ya Allah, bimbinglah aku ke jalan yang benar ya Allah. Aku ingin menjadi orang yang baik. Di mata semua orang terutama Mu. Ya Allah, kapan semua ini berakhir ya Allah, aku udah capek. Aku udah capek dengan semua ini,” demikian di antara isi buku itu.

Para wanita penghuni Kalijodo memang datang dengan berbagai latar. Tak semua berbondong ke sini karena dorongan birahi. Sebagian bergabung setelah tercekik ekonomi. Lainnya turut meriung akibat sakit hati. Ditipu lelaki. Sang durjana.

Bacalah goresan pilu ini. Pada dinding kamar di Kafe Mega itu. Kisah tentang wanita kelahiran 20 Desember 1999. Dia terjerembab di kamar derita itu karena salah pergaulan.

Loh tuh lugu. Tapi sayang. Lugu loh cuma di manfatin orang. Loh tuh sebenarnya anak baik tapi loh salah pergaulan,” tulis perempuan itu.

Sama dengan catatan di buku hijau itu. Wanita ini juga ingin mengakhiri kehidupan gelap ini. Berhenti sebagai kupu-kupu malam. Menyudahi pergumulan dengan lelaki-lelaki berhidung belang.

Via anak malam. Via gadis lugu yang salah pergaulan. Via anak yang baik tapi salah pergaulan. Stop Sex Bebas.” Mereka ingin keluar dari himpitan belenggu prostitusi.

Di tempat lain, juga ditemukan buku berisi angka-angka. Seperti rekap. Tapi entah hitung-hitungan apa. Yang jelas, di antara angka-angka itu tertulis periode tertentu. “ Tuhan, sampai kapan semua ini akan berakhir di saat aku ingin...

Kisah-kisah ini menggambarkan kehidupan mereka. Para wanita penghuni bilik asmara itu. Ada suka, ada duka. Ratapan, dan juga harapan. Semua tergambar jelas melalui tulisan tangan mereka.

Siang itu, memang panas. Sepanas situasi di Kalijodo yang segera digusur itu. Tak seperti syair lagu Iwan Fals yang sayup terdengar dari tenda pak polisi itu. Kisah asmara para penghibur di Kalijodo segera menguap. Berlalu.

Semoga, para wanita penghibur itu tak lagi terbelenggu dalam kehidupan malam. Tak lagi menangis di dalam senyuman. Hidup seperti yang mereka doakan kepada Tuhan itu. Amin...

Laporan: Maulana Kautsar

Beri Komentar