Sawitri, Anak Penjaga Hutan Raih Gelar Doktor Di Jepang. (Foto: Sawitri)
Dream - Rasa syukur dan gembira membuncah di hati Tukiyat ketika mendengar putri semata wayangnya, Sawitri, mengabarkan melalui telepon bahwa dia akan segera pulang dari Jepang.
Pria berusia 51 tahun yang jadi penjaga hutan itu pantas merasa bersyukur dan gembira, karena Sawitri berhasil merampungkan pendidikan doktor di Jepang yang ditempuh selama tiga tahun.
Tukiyat menjadi penjaga hutan Wanagama yang dikelola oleh Universitas Gadjah Mada sejak tahun 1991. Sebagai penjaga hutan, ia bersama istri dan anaknya tinggal di tengah hutan Wanagama.
Mereka tidak punya tetangga, yang ada hanya pepohonan dan semak belukar. Meski demikian, itu tidak menjadi penghalang bagi Sawitri untuk belajar.
Lingkungan hutan justru menjadi media pembelajaran untuk mengenal hutan lebih dekat. Sawitri sering main di sekitar hutan atau membaca buku di rumah.
Meski tinggal di tengah hutan, Tukiyat tak merasa khawatir meninggalkan Sawitri sendirian di rumah.
Hal itu terpaksa dilakukan bila dia ditugaskan menyemai benih di area hutan yang lokasinya agak jauh.
Sementara istrinya biasanya bertugas menjadi koki ketika ada tamu yang menginap di Wisma Wanagama yang terletak di pinggir hutan.
“ Untung anaknya penurut, jadi kita nggak khawatir dia ke mana-mana," kata Tukiyat mengenang masa kecil Sawitri.
Menurut Tukiyat, kebiasaan Sawitri yang paling diingat adalah hobinya yang suka baca buku. Selain buku dari sekolah, koleksi buku tentang kehutanan di perpustakaan Wanagama juga dibacanya.
Tukiyat sendiri sempat melarang Sawitri untuk membaca buku-buku di perpustakaan Wanagama karena materinya bukan untuk anak SD seusianya.
Namun siapa sangka, hobi baca buku ini mengantarkan Sawitri meraih jenjang akademik tertinggi yakni pendidikan program doktor.
Bahkan, bidang ilmu yang dipelajari juga tidak jauh dari lingkungan dia kenal sejak kecil yaitu seputar hutan.
“ Sejak kecil dia sudah hafal nama-nama latin dari jenis-jenis pohon karena juga sering mendengar saat ada dosen dan mahasiswa lagi praktik lapangan,” kata Tukiyat.
Tukiyat mengingat saat masih sekolah SD hingga SMP dulu, Sawitri harus jalan kaki sejauh lebih dari 2 kilometer agar bisa sampai ke sekolah.
“ Ia jalan kaki sendiri, saya tidak pernah mengantar. Pas SMA di kota Wonosari, ia jalan kaki menuju jalan besar, lalu naik bus ke kota,” kata Sukiyat.
Kata Sukiyat, putrinya menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Wonosari tahun 2011. Setelah itu, dia melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan UGM dengan mengambil program studi (prodi) Silvikultur.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan S1, Sawitri melanjutkan ke jenjang S2 di prodi yang sama. Lalu, sejak 2017 lalu dia mengambil program S3 di Jepang.
Sementara itu, Sawitri yang tengah berada di Negeri Sakura mengatakan selama ini dia kuliah program doktor di prodi Biosphere Resource Science and Technology yang mempelajari genetika hutan di Universitas Tsukuba.
Sawitri menambahkan jika pendidikan S3 bisa rampung pada September mendatang maka dia menyelesaikan pendidikan doktor tepat tiga tahun.
“ Saya masuk September 2017 dan akan selesai September tahun ini, tinggal menunggu ujian doktor akhir Juli depan,” kata Sawitri.
Sedikit bercerita, wanita kelahiran Gunungkidul ini mengakui menghadapi kendala dalam kuliahnya karena dia menekuni bidang teknologi molekuler yang masih awam baginya.
Namun, dia bekerja keras untuk melewati tantangan tersebut dan akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan dengan tepat waktu.
Sawitri berharap ilmu genetika yang dipelajarinya saat ini dapat membantu peremajaan dan pelestarian hutan yang ada di Indonesia di masa depan.
”Harapan saya, bidang ilmu yang saya tekuni ini bisa mengombinasikan ilmu genetika dengan fenotipik/morfologi untuk menunjang pemuliaan tanaman hutan di Indonesia,” katanya.
Ketika ditanya soal kisah masa kecilnya yang hidup di hutan, Sawitri menuturkan bahwa tempat tersebut menjadi bagian dari rumahnya.
" Sejak kecil sering diajak Ayah jika menyemai benih dan melakukan budi daya tanaman hutan. Saat itu saya sudah diajari menghafal jenis-jenis pohon dan nama ilmiahnya, saya suka belajar itu,” kenangnya.
Karena harus tinggal di hutan, Sawitri dan keluarganya terbiasa hidup sederhana. Sawitri bahkan tidak memiliki teman bermain setelah pulang sekolah karena rumahnya jauh dari perkampungan.
Untuk menghilangkan kebosanan, Sawitri memilih membaca buku di rumah. Keluarganya juga tidak punya TV, bahkan sampai sekarang.
“ Kami tidak punya TV sampai sekarang, tidak ada hiburan untuk membunuh waktu. Pelariannya, ya, membaca buku, dulu di Wanagama ada perpustakaan, saya suka baca buku apa saja, meskipun bukunya terbitan lama,” kenang Sawitri.
Untuk pergi ke sekolah setiap pagi Sawitri harus berjalan kaki melewati hutan agar bisa ke kampung terdekat.
“ Minder pasti ada, saya pulang saat panas terik dengan harus jalan kaki jauh, tidak diberi uang jajan. Sedangkan anak yang lain naik angkot bahkan ada yang naik motor,” katanya.
Meski terbiasa hidup dalam keprihatinan, namun kondisi tersebut justru mendorong semangatnya untuk melanjutkan studi hingga jenjang S3.
“ Berkat kekuatan doa dan tekad mereka, bisa mendukung saya hingga bisa kuliah S3 sekarang ini,” pungkas wanita kelahiran 26 Juni 1994 ini.
Sumber: UGM.ac.id
Advertisement
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Prabowo Subianto Resmi Lantik 4 Menteri Baru Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya
Menanti Babak Baru Kabinet: Sinyal Menkopolhukam Dirangkap, Akankah Panggung Politik Berubah?