Dream - Sebuah kedai sosis bakar pinggir jalan di Provinsi Guangdong, China, tiba-tiba jadi pembicaraan hangat netizen. Kedainya viral di media sosial bukan masalah rasa atau harganya, melainkan karena para penjualnya.
Pasalnya, yang jadi penjual kedai bakar tersebut adalah sekelompok mahasiswa PhD dari Universitas Sun Yat-sen jurusan filsafat.
Meskipun terkesan tidak menghasilkan banyak uang, mereka justru menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Bagi mereka, gaji tinggi tidak selalu menjamin kebahagiaan.
Kedai sosis ini bukan hanya untuk mencari keuntungan, tetapi juga sebagai wadah untuk bertukar pikiran dan bersosialisasi.
Mereka ingin membuka ruang diskusi filosofis dengan para pelanggan.
" Silahkan membeli sosis enak dan bertukar pikiran dalam hal akademis filsafat dengan kami," tulis mereka di depan kedainya.
Ziheng, salah satu pendiri kedai, menjelaskan bahwa sosis digunakan sebagai medium untuk bertukar pikiran dengan pelanggan dan membangun pertemanan baru.
" Kami semua terlibat dalam riset filsafat dan berharap sosis bisa digunakan sebagai medium untuk bertukar pikiran dengan pelanggan dan berteman baik dengan mereka," katanya.
Mereka mengubah penjualan sosis menjadi dialog bergaya Socrates yang santai dan fleksibel mengenai berbagai topik filosofis.
Sambil menyiapkan sosis, mereka dengan senang hati menjawab pertanyaan pelanggan tentang isu sosial, teori, atau pengalaman pribadi.
Meskipun terkesan sederhana, mereka menemukan kebahagiaan dalam menjalankan kedai sosis ini. Terlebih lagi, dijalankan saat malam hari, mereka mendapat 'healing' setelah penat karena bekerja dan belajar.
" Bagi mahasiswa yang biasanya kuliah di kampus, berjualan sosis di pinggir jalan memungkinkan kami bertemu berbagai macam orang, menjadi cara unik untuk berhubungan dengan masyarakat," ujar Ziheng.
Setiap malam, mereka menghasilkan rata-rata Rp200 ribu hingga Rp300 ribu. Meskipun tidak banyak, mereka tetap tekun karena bisnis ini membawa mereka kebahagiaan.
" Gaji tinggi tidak selalu membawa kebahagiaan. Orang muda harus punya minat. Bahkan hal-hal kecil bisa membawa kesenangan," kata Pangda, salah satu penjual.
Kisah mereka menuai berbagai komentar publik. Ada yang memuji dedikasi mereka untuk berbagi ilmu, namun ada juga yang menyayangkan karena mereka dianggap menyia-nyiakan pendidikan mereka.
Terlepas dari pro dan kontra, kisah ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari harta dan jabatan. Bagi mereka, kebahagiaan terletak pada kesederhanaan.
Advertisement