Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Waspadai Lonjakan Kasus Influenza A Lewat Edukasi Gizi dan Pola Hidup Sehat
Perilaku Hidup Bersih Agar Terhindar Dari Influenza
Reporter : Abidah
Pencegahan influenza dapat dilakukan dengan vaksinasi tahunan, menjaga gizi seimbang, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
DREAM.CO.ID – Dompet Dhuafa menggelar kegiatan Ruang Cerita Daring yang membahas peningkatan kasus Influenza A di Indonesia pada Kamis (30/10/2025). Acara yang diadakan secara virtual melalui Zoom ini mengangkat tema “Waspadai Kenaikan Kasus Influenza A, Jaga Imunitas Tubuh dengan Gizi Seimbang”.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu dr. Zakiyah Wirda Sari dari DD Klinik Ciputat, dr. Prima Yosephine M.K.M selaku Pelaksana Harian Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, serta Chef Ocit yang dikenal sebagai finalis MasterChef Indonesia Season 9. Peserta yang hadir berasal dari kalangan jurnalis, blogger, dan komunitas kesehatan.
Acara ini menjadi respons atas kondisi cuaca ekstrem yang belakangan melanda berbagai wilayah di Indonesia, terutama di kota besar, yang menyebabkan banyak masyarakat mengalami penurunan daya tahan tubuh. Dompet Dhuafa menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri di tengah perubahan iklim yang tidak menentu.
Influenza A Mudah Menular dan Berpotensi Komplikasi
Dalam paparannya, dr. Zakiyah menjelaskan bahwa influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari kelompok Orthomyxovirus yang terdiri dari tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Influenza tipe A dinilai paling berisiko karena mudah bermutasi dan dapat menular antarspesies, termasuk dari hewan seperti burung dan babi ke manusia.
“Nah, tipe A ini dia memiliki variasi genetik yang sangat banyak. Terus kemudian dia juga sifatnya labil, mudah bermutasi, dia mempunyai reservoir atau tempat hidup tidak hanya pada manusia, bisa ditemukan pada hewan seperti burung dan babi, sehingga itu memudahkan influenza tipe A terutama, mudah menyebar dan berpotensi untuk menyebarkan pandemi,” ujar dr. Zakiyah.
Ia menjelaskan bahwa penularan dapat terjadi secara langsung melalui percikan droplet saat seseorang batuk atau bersin, serta secara tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi.
“Hampir semua orang berisiko, tetapi pada usia-usia tertentu, dia akan memiliki risiko yang lebih tinggi, yaitu pada anak-anak, terutama di bawah usia 5 tahun dan usia lanjut. Karena mereka sistem kekebalannya sudah menurun pada usia lanjut dan pada anak-anak sistem kekebalannya belum berkembang dengan maksimal,” katanya.
Selain itu, dr. Zakiyah juga menjelaskan perbedaan antara influenza dan common cold yang sering dianggap sama oleh masyarakat. Menurutnya, keduanya memang disebabkan oleh virus dan memiliki gejala mirip, namun bisa dibedakan dari tingkat keparahan dan gejala dominannya.
“Influenza ini biasanya demamnya lebih tinggi, dan keluhan nyeri ototnya lebih dominan dibandingkan dengan common cold. Terkadang batuk disertai dengan sakit tenggorokan, jadi memberikan gambaran seperti faringitis. Sedangkan, common cold atau salasma, dia lebih dominan dengan keluhan hidung tersumbat, bersih-bersih, atau hidung meler,” jelasnya.
Gejala umum meliputi demam tinggi di atas 38 derajat Celsius, nyeri otot, sakit kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan. Sebagian besar penderita dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu hingga dua minggu. Namun, pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit kronis, influenza dapat menimbulkan komplikasi berat seperti pneumonia, radang otak, dan infeksi jantung.
Kasus Didominasi Influenza A (H3)
dr. Prima Yosephine menjelaskan bahwa data pemantauan surveillance menunjukkan adanya peningkatan kasus di berbagai wilayah Indonesia. Lonjakan tersebut didominasi oleh subtipe Influenza A (H3).
“Tipe ini (Influenze A) yang paling banyak dan kelihatan memang naik secara signifikan, dan ini polanya masih sesuai dengan pola Influenza yang musiman, sehingga memang ini bisa kami nyatakan bahwa tidak akan jatuh ke dalam keadaan pandemi, tetapi memang kita perlu melakukan langkah-langkah untuk bisa tidak memperluas dari penularan Influenza ini,” jelasnya.
Kemenkes juga menegaskan bahwa strategi penanggulangan influenza di Indonesia terdiri dari tiga langkah utama yaitu pencegahan, deteksi, dan penanganan. “Pencegahan dapat dilakukan mulai dari edukasi, pengendalian indikator risiko, dan imunisasi. Sementara deteksi dilakukan lewat surveilans, penguatan di pintu masuk negara, dan penguatan laboratorium. Penanganan mencakup standarisasi penanganan kasus, peningkatan kapasitas SDM kesehatan, serta kesiapan logistik dan sistem rujukan,” papar dr. Prima.
Selain itu, Kemenkes juga telah menyiapkan fasilitas kesehatan untuk menangani pasien influenza berat, meliputi kesiapan SDM, peralatan, logistik dan obat, laboratorium, hingga sistem rujukan.
Ia menuturkan bahwa Kemenkes terus memperkuat sistem pemantauan melalui jaringan Sentinel Influenza-like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) di berbagai provinsi. Saat ini, tercatat 35 rumah sakit dan 39 puskesmas sentinel aktif, serta 13 laboratorium regional dan 14 balai karantina kesehatan yang melakukan pemantauan rutin terhadap sirkulasi virus.
Pemerintah juga memperketat pengawasan di pintu masuk negara bagi pelaku perjalanan dari wilayah dengan kasus tinggi. Sistem digital seperti All Indonesia Health Alert Card (HAC) dimanfaatkan untuk mendeteksi gejala dini pada pendatang. “Jadi Bapak Ibu kalau misalkan nanti kembali dari luar negeri masuk kembali ke Indonesia, kita diwajibkan untuk mengisi ini,” jelasnya.
Vaksinasi dan PHBS Jadi Langkah Pencegahan
Dalam penjelasannya, dr. Prima menekankan bahwa vaksinasi influenza tahunan merupakan langkah penting untuk mengurangi risiko penularan. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk terus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker ketika sakit, mengonsumsi makanan bergizi, serta istirahat yang cukup.
Ia menambahkan bahwa vaksin influenza telah memiliki izin edar di Indonesia, namun belum termasuk dalam program imunisasi nasional. “Jadi masyarakat silakan bisa mendatangi faskes-faskes yang menyediakan layanan vaksinasi influenza untuk bisa mendapatkan vaksin ini,” terangnya.
Selain itu, Kemenkes turut mendorong peran organisasi dan swasta untuk memperluas edukasi kesehatan, termasuk kampanye vaksinasi dan perilaku hidup bersih.
Gizi Seimbang untuk Menjaga Daya Tahan Tubuh
Pada sesi akhir, Chef Ocit membagikan pandangannya mengenai pentingnya peran makanan bergizi dalam memperkuat sistem imun. Ia menekankan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih kekurangan asupan protein karena proporsi makannya didominasi karbohidrat.
Berdasarkan data yang ia paparkan, sekitar 55 hingga 75 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan berkarbo seperti nasi, kentang, dan ubi-ubian, sementara hanya sekitar 14 persen asupan harian yang berasal dari protein. Padahal, nutrisi ini berperan penting dalam membangun jaringan tubuh dan menjaga daya tahan.
“Sebenarnya dari sisi mayoritas orang Indonesia kita tuh sangat-sangat kurang gitu, untuk kebutuhan protein, terutama protein hewani,” ujarnya.
Chef Ocit juga menambahkan bahwa kebutuhan protein harian ideal adalah antara 0,8 hingga 2 gram per kilogram berat badan, dengan kebutuhan spesifik seperti anak-anak 13–34 gram, remaja 46–75 gram, dan dewasa 46–60 gram per hari. Ia juga mengingatkan agar cara memasak tidak merusak atau mengurangi kandungan protein, misalnya dengan menghindari suhu terlalu tinggi atau penggunaan minyak berlebih.
Hubungan Vaksin COVID dan Influenza
Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan apakah seseorang yang telah menerima vaksin COVID akan otomatis memiliki kekebalan terhadap virus influenza. Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh dr. Prima Yosephine.
“Yang namanya vaksin itu diciptakan sangat spesifik untuk penyakit tertentu,” jelasnya. “Jadi vaksin COVID memberikan kekebalan terhadap virus COVID, sedangkan vaksin influenza melindungi dari virus influenza. Tidak ada efek silang yang signifikan antarvaksin.”
Ia menegaskan bahwa masyarakat tetap disarankan melakukan vaksinasi influenza setiap tahun untuk melindungi diri dari risiko infeksi, terutama pada musim pancaroba dan kondisi cuaca ekstrem.
Masyarakat Didorong Jadi Agen Perubahan
Menutup acara, para narasumber sepakat bahwa edukasi publik menjadi kunci untuk mengendalikan penyebaran Influenza A. dr. Prima Yosephine mengajak peserta untuk ikut menyebarkan informasi kesehatan yang benar kepada masyarakat agar semakin banyak orang memahami cara pencegahan penyakit.
“Kita juga bisa menjadi agen-agen perubahan dengan melakukan penyuluhan, melakukan juga surveillance yang berbasis masyarakat, maksudnya pemantauan kalau ada yang bergejala, dilaporkan ke fasilitas kesehatan terdekat, itu sudah teman-teman menjadi bagian dari pejuang-pejuang kesehatan,” tutur dr. Prima.