Dorong Resentralisasi Pendidikan, Purnamasidi Soroti Kesenjangan Mutu Antarwilayah
© 2025 Https://www.dpr.go.id
Reporter : Hevy Zil Umami
Upaya pemerataan mutu pendidikan nasional kembali mengemuka dalam pembahasan Revisi UU Sisdiknas.
DREAM.CO.ID - Upaya pemerataan mutu pendidikan nasional kembali mengemuka dalam pembahasan Revisi UU Sisdiknas. Anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Nur Purnamasidi, menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk memastikan kualitas pendidikan yang setara dari Sabang sampai Merauke adalah dengan menarik kembali seluruh urusan pendidikan ke pemerintah pusat.
Pandangan tersebut ia sampaikan dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI di Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Kalimantan Barat, Pontianak, Rabu (19/11/2025). Menurutnya, desentralisasi yang selama ini berlangsung justru membuka jarak kualitas yang lebar antarwilayah, terutama akibat ketimpangan kemampuan fiskal daerah.
Kesenjangan Ditentukan oleh Kapasitas Fiskal Daerah
Purnamasidi menjelaskan bahwa pendidikan adalah amanat konstitusi yang mewajibkan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN dan APBD. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya jurang fiskal yang signifikan antardaerah. Daerah yang kaya sumber daya alam atau memiliki inovasi pendapatan bisa menyediakan sarana pendidikan lebih baik; sebaliknya, daerah dengan pendapatan rendah hanya mampu memenuhi standar minimum.
“Ketika kita ngomong pendidikan, maka tentu yang kita pikirkan adalah bagaimana ada kesamaan untuk pelayanan pendidikan. Apa yang dihasilkan pendidikan di Jakarta harus sama dengan di Gorontalo, NTT, sampai Papua — secara mutu,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, selama kemampuan fiskal daerah tidak merata, standar pendidikan nasional otomatis akan berjalan timpang. Ia menilai tidak logis bila kualitas lulusan di satu daerah bergantung pada kemampuan keuangan lokal.
Resentralisasi sebagai Solusi Standar Nasional
Untuk memastikan kesetaraan tersebut, Purnamasidi mendorong agar seluruh kewenangan pendidikan — mulai dari PAUD hingga SMA/SMK dan pendidikan keagamaan — dikembalikan ke pemerintah pusat. Dengan begitu, pembiayaan pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab APBN.
“Tariklah urusan pendidikan ini menjadi urusan pusat. Sehingga kewajiban menganggarkan itu menjadi kewajiban 100 persen pemerintah pusat. Daerah yang fiskalnya bagus diberi sekadarnya saja, tapi daerah yang fiskalnya jelek harus di-support,” tegasnya.
Ia juga menyoroti persoalan pendanaan guru P3K yang saat ini sebagian masih menjadi beban APBD. Menurutnya, beban fiskal daerah yang berat menghambat peningkatan kualitas tenaga pendidik di sejumlah provinsi.
“Daripada gini terus, sudah, kita tarik saja semuanya urusan pendidikan, kita yang ngatur,” tambahnya.
Meluruskan Visi Nasional Pendidikan
Purnamasidi menilai mekanisme saat ini—di mana kebijakan pendidikan pusat dijalankan melalui skema otonomi daerah—menciptakan kesenjangan implementasi. Ia menilai bahwa visi pendidikan nasional tidak berjalan utuh karena harus melewati birokrasi yang berbeda-beda antardaerah.
“Kalau ini kita serahkan ke kementerian teknisnya, saya yakin nanti mulai lokusnya, programnya, apa pun itu akan sesuai dengan apa yang kita rencanakan,” jelasnya.
Menurutnya, resentralisasi bukan berarti meniadakan peran daerah, tetapi memastikan standar mutu nasional tidak lagi bergantung pada seberapa kuat APBD suatu wilayah.
Perdebatan di Pembahasan Revisi UU Sisdiknas
Dalam proses revisi UU Sisdiknas, Purnamasidi mengakui adanya dua kubu besar: yang menolak sentralisasi dan yang mendukung. Ia menempatkan diri pada kubu yang mendorong resentralisasi karena melihatnya sebagai langkah strategis untuk mengejar pemerataan mutu.
“Orang pintar di Jakarta ya sama dengan orang pintar di Papua. Standarnya sama, tidak boleh berbeda,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa standar nasional harus dijamin negara, terutama dalam penyediaan sarana prasarana dan peningkatan kompetensi pendidik serta tenaga kependidikan. Pendidikan yang merata, menurutnya, hanya bisa tercapai jika pembiayaan dan pengelolaan dikendalikan secara terpusat.
Penutup: Pendidikan Sebagai Arah Kemajuan Bangsa
Menutup pernyataannya, Purnamasidi kembali menegaskan bahwa resentralisasi bukan sekadar wacana teknis, tetapi agenda besar untuk memastikan setiap anak Indonesia — di kota besar maupun daerah terpencil — memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
“Standarnya harus sama, tidak boleh berbeda. Dan itu satu-satunya jalan adalah menyiapkan anggarannya secara nasional,” pungkasnya.