Haji Jalal Ingatkan Pentingnya Komunikasi Publik soal Isu PHK dan Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
© 2025 Dpr.go.id
Reporter : Hevy Zil Umami
Ramainya kabar kelangkaan bahan bakar di SPBU swasta dan isu pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah karyawannya belakangan menjadi sorotan publik.
Ramainya kabar kelangkaan bahan bakar di SPBU swasta dan isu pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah karyawannya belakangan menjadi sorotan publik. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XII DPR RI Jalal Abdul Nasir memberikan pandangan yang menyejukkan. Menurutnya, persoalan utama bukan hanya soal kebijakan energi, tetapi juga cara kebijakan itu disampaikan ke masyarakat.
“Saya melihat ini bukan soal salah atau benar kebijakannya, tapi soal bagaimana kebijakan itu dikomunikasikan. Pemerintah punya niat baik menjaga ketahanan energi dan devisa, tapi karena kurang tersampaikan dengan baik, publik menganggap seolah-olah pemerintah menghambat,” ujar Jalal dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Politisi Fraksi PKS yang akrab disapa Haji Jalal ini menilai bahwa pemerintah perlu memperkuat strategi komunikasi publik, terutama di sektor energi yang sangat dekat dengan kebutuhan masyarakat. Ia menegaskan, ketika informasi tidak tersampaikan dengan jelas, persepsi publik bisa dengan mudah terbentuk dan justru berbalik menjadi sentimen negatif terhadap pemerintah.
Menurut Jalal, kebijakan pengaturan impor BBM yang dilakukan pemerintah sebenarnya merupakan langkah strategis untuk menjaga keseimbangan neraca migas, menekan ketergantungan terhadap impor, serta melindungi devisa negara. Namun, tanpa penjelasan yang transparan, masyarakat bisa salah paham dan mengira kebijakan tersebut justru menjadi penyebab langkanya pasokan BBM di SPBU swasta.
“Padahal data menunjukkan kuota impor SPBU swasta tidak dikurangi, bahkan naik dibanding tahun lalu. Kelangkaan justru terjadi karena penjualan meningkat tajam dan kuota tahunan habis lebih cepat. Ini fakta yang penting untuk disampaikan ke publik,” tegasnya.
Lebih jauh, Haji Jalal juga menyoroti kabar soal adanya karyawan SPBU swasta yang dirumahkan di tengah kenaikan penjualan. Ia menyebut hal itu sebagai paradoks yang tidak masuk akal dari sisi bisnis.
“Kalau penjualan naik dan laba meningkat, mestinya justru ada ruang untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Jangan sampai pekerja dikorbankan di tengah cuan perusahaan yang naik,” ujarnya dengan nada kritis.
Ia pun mengutip pandangan sejumlah pengamat yang menilai tidak ada alasan logis bagi SPBU swasta untuk melakukan PHK massal dalam situasi keuntungan sedang meningkat. Karena itu, Jalal meminta agar pemerintah turut memastikan perlindungan terhadap para pekerja dan mengawasi secara ketat praktik-praktik bisnis yang merugikan tenaga kerja.
Selain menyoroti aspek ekonomi dan tenaga kerja, Haji Jalal juga mendorong Kementerian ESDM dan Badan Komunikasi Pemerintah (Bakohumas) agar lebih aktif dalam memberikan penjelasan mengenai kebijakan impor satu pintu yang saat ini sedang berjalan. Ia menekankan pentingnya keterbukaan informasi agar masyarakat memahami bahwa langkah-langkah pemerintah benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat.
“Komunikasi publik itu kunci. Rakyat harus tahu bahwa pemerintah bekerja untuk melayani rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Jelaskan dengan jujur dan terbuka agar tidak muncul kesalahpahaman,” imbuhnya.
Menurut Jalal, transparansi dalam pengelolaan energi nasional dan perhatian terhadap kesejahteraan pekerja merupakan fondasi penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ia percaya, dengan komunikasi yang baik, kebijakan strategis di sektor energi akan lebih mudah diterima dan didukung masyarakat.
Menutup pernyataannya, Haji Jalal mengajak masyarakat untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri, termasuk dalam hal energi. “Kalau kita ingin mandiri energi, ya harus mulai dengan mendukung produk bangsa sendiri. Pemerintah memperbaiki mutu dan layanan, rakyat pun ikut membangun loyalitas,” pungkasnya.
Seruannya itu menjadi pengingat bahwa kemandirian energi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga bagian dari kesadaran kolektif seluruh rakyat Indonesia. Dengan komunikasi publik yang terbuka, perlindungan pekerja yang adil, dan dukungan masyarakat terhadap produk lokal, cita-cita menuju kedaulatan energi nasional bisa benar-benar terwujud.