Satu Korban Ambruknya Ponpes Al Khoziny Ditemukan Meninggal dalam Posisi Sujud
Foto: Kantor SAR Kelas A Surabaya
Reporter : Okti Nur
Dia adalah Rafi Catur Okta Mulya, berusia 17 tahun.
DREAM.CO.ID - Satu korban meninggal dunia dalam tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, ditemukan dalam posisi sujud. Korban diketahui bernama Rafi Catur Okta Mulya yang berusia 17 tahun.
Rafi ditemukan oleh Tim SAR gabungan pada Rabu, 1 Oktober 2025 sekitar pukul 14.22 WIB. Berdekatan dengan korban selamat, Syehlendra Haical R. A. yang berusia 13 tahun.
Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan Basarnas RI, Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, selaku SAR Mission Coordinator (SMC) mengatakan bahwa korban tersebut ditemukan di sektor reruntuhan bangunan A1.
“Korban sujud itu kan yang tadi (ditemukan siang). Iya, itu yang (statusnya) hitam (meninggal dunia) yang sebelahan sama Haical,” kata Bramantyo dikutip dari beritajatim.com, Jumat, 3 Oktober 2025.
Rafi ditemukan tanpa sengaja saat Tim SAR akan mengevakuasi Haical dalam jalur evakuasi aman.
“Kita kan tadinya mau mengambil (Haical) itu. Karena tidak mau langsung ke Haical, tidak bisa (jalurnya dilewati) harus lewat situ, akhirnya kita tarik (temukan korban sujud) yang itu,” ungkapnya.
Seperti diketahui, gedung tiga lantai Ponpes Al Khoziny ambruk pada 29 September 2025 setelah para santri melakukan salat Ashar berjamaah.
Berdasarkan temuan dan data sementara Kantor SAR Surabaya hingga Rabu, 1 Oktober 2025 malam, terdapat 102 orang santri yang menjadi korban dalam peristiwa musibah ini.
Terdapat 18 orang yang berhasil evakuasi dan lima di antaranya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Diperkirakan masih ada puluhan korban terjebak di puing reruntuhan.
Atas peristiwa ini, kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren sementara dihentikan. Pengasuh Ponpes Al-Khoziny, Abdus Salam Mujib menjelaskan, pembangunan musala telah dilakukan sejak sembilan hingga 10 bulan yang lalu.
Sebelum ambruk, pada pagi hari hingga siang sempat dilakukan proses pengecoran tahap akhir untuk dek lantai 3. Saat peristiwa ambruknya bangunan musala, proses cor sudah selesai dilakukan.
“Ngecor dari pagi. Saat ambruk proses cor sudah selesai. Selesai cor siang,” kata Kiai Abdus Salam dikutip dari NU Online Jatim.
“Yang ditempati baru lantai satu. Lainnya itu kosong, tidak ada santri sama sekali,” tegasnya.
Ambruknya bangunan musala diduga karena penopang cor di bagian bawah kurang kuat menahan beban. Sehingga akhirnya menekan keras ke bawah dan rubuh.
“Sepertinya ini penopang cor itu gak kuat, jadi menekan ke bawah,” pungkasnya.