Monosodium Glutamat (Foto: Shutterstock)
Dream - Penggunaan monosodium glutamat (MSG) dalam makanan kerap menuai pro kontra. Kandungan yang sering ditemukan pada makanan ringan dan jajanan sehari-hari ini diklaim berpengaruh kurang baik bagi tubuh secara keseluruhan.
Penyedap rasa ini diklaim sebagai penyebab kebodohan seseorang. Padahal, monosodium glutamat (MSG) hanyalah penyedap rasa yang hampir sama seperti garam.
Menurut Ahli Gizi Maya Surjadjaja, MSG berperan sebagai penyedia rasa kelima, yaitu umami atau gurih.
Glutamat yang terkandung di dalam MSG juga seringkali ditemukan di alam. Ia bahkan mengungkapkan, bahwa glutamat terkandung dalam ASI.
" Kita sudah familiar dengan glutamat sejak kecil karena terkandung pada ASI. Glutamat ada di alam, di keju, jamur, ikan, daging dan lain-lain," ungkap Maya, dalam konferensi pers yang digelar Sasa seputar Penggunaan Penyedap Rasa di Seribu Rasa, Jakarta Selatan, Rabu 5 Februari 2020.
Banyak yang tak tahu kalau glutamat sebenarnya merupakan merupakan asam amino. Merupaka zat turunan protein.
" Glutamat itu asam amino, anaknya protein. Metabolisme terpecah jadi asam amino," ujar Maya.
Ia menegaskan kalau zat glutamat bukan merupakan bahan yang berbahaya bagi tubuh. Namun jika konsumsinya terlalu banyak, MSG akan menyebabkan dua jenis neurotransmitter dalam otak menjadi tidak seimbang. Terutama, bagi orang yang sensitif pada MSG.
" MSG itu kan glutamat. Di otak itu ada beberapa neurotransmitter. Satu sifatnya calming, satu lagi sifatnya merangsang. Keduanya harus balance. Kalau kebanyakan, sarafnya jadi hiper," jelas Maya.
Hal tersebut juga yang menyebabkan pemakaian MSG pada pengidap autisme perlu dibatasi sesuai kebutuhannya. Pada orang yang sensitif, konsumsi terlalu banyak MSG juga menyebabkan beberapa hal lain seperti tengkuk terasa kencang atau limbung. Tapi, kondisi ini hanya sementara.
Di samping sensitif terhadap MSG secara keseluruhan, kandungan garam di dalamnya juga menjadi penyebab mengapa penyedap rasa tidak dianjurkan dikonsumsi terlalu banyak.
" Sebenarnya, MSG kandungan garamnya lebih sedikit daripada garam dapur. Glutamat itu asam amino, lalu dicampur ke natrium. Natrium itu garam, tapi garamnya hanya sepertiga dari garam dapur," kata Maya.
Untuk yang sensitif pada natrium atau garam, perlu membatasi konsumsi MSG atau menggantinya dengan non-sodium glutamat. Biasanya, ini dikonsumsi oleh pengidap hipertensi.
" Non-sodium glutamat, kandungan garamnya lebih low. Biasanya, untuk orangtua yang susah makan," imbuhnya.
Maya juga mengungkapkan ada makanan tertentu yang sebaiknya tidak ditambah penyedap rasa. Untuk makanan yang sudah mengandung glutamat seperti keju, daging dan ikan, tidak perlu memakai MSG.
Bagi mereka yang darah tinggi, penggunaan MSG ini memang harus dikontrol atau mungkin diganti. Jika belum bisa menggantinya dengan bumbu dapur lain, gunakan MSG sesuai takaran, yaitu 10 miligram per kilogram berat badan.
" Yang aman itu, misalnya berat badannya 60 kilogram, hanya mengonsumsi 10 miligram per kilogram berat badan per hari, berarti dia hanya bisa mengonsumsi 6 gram setiap hari. Atau satu sendok teh," pesan Nurpudji.
Advertisement
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib
Pertumbuhan Ekonomi RI Capai 5 Persen, Prabowo: Masih Tinggi Dibandingkan Seluruh Dunia
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini