Dream - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia telah turun menjadi 7,20 juta per Februari 2024. Angka pengangguran sudah lebih rendah dari masa sebelum pandemi Covid-19.
Melansir Liputan6.com, pada Februari 2020 atau periode sebelum pandemic, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia mencapai 4,94 persen. Angka pengangguran itu telah turun ke 4,82 persen di periode yang sama tahun ini.
Hal yang mendorong turunnya tingkat pengangguran di Indonesia adalah
karena mulai banyaknya perusahaan membuka lowongan kerja.
Turunnya angka pengangguran juga tidak terlepas dari kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten.
Ekonomi yang terus tumbuh membuat banyak terbuka lapangan kerja.
Data BPS juga mengatakan, selama 2023, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan jumlah lowongan kerja terbanyak. Tercatat, ada 51.163 lowongan kerja selama tahun kemarin.
Berikut data provinsi dengan jumlah lowongan kerja terbanyak selama 2023:
Sebelumnya, BPS 2023 mencatat hampir 10 juta Gen Z tak punya pekerjaan alias menganggur.
BPS memasukkan mereka ke dalam kategori " youth not in education, employment, and training" (NEET)
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita, mengatakan tingginya angka NEET pada Gen Z tersebut dipengaruhi oleh tujuh faktor utama.
Pertama, karena rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga daya serap ekonomi atas tenaga kerja baru yang tumbuh, utamanya tentu Gen Z juga cukup rendah.
Kedua, tingkat Incremental Labour Output Ratio (ILOR) kita juga cukup rendah. Penyerapan tenaga kerja per 1 persen pertumbuhan semakin hari semakin menurun.
Ketiga, karakter Gen Z sudah tidak sama lagi dengan generasi sebelumnya. Sehingga cara pandang mereka terhadap dunia kerja juga berbeda.
Keempat, pemerintah belum terlalu optimal mendorong akselerasi investasi di sektor-sektor yang sesuai dengan karakter gen z ini, seperti sektor ekonomi digital, ekonomi kreatif, tourism, dan sejenisnya.
" Pemerintah masih fokus mendorong sektor konvensional yang dianggap strategis dalam memberikan kontribusi kepada pertumbuhan," katanya.
Kelima, di sisi lain, biaya pendidikan semakin hari semakin mahal, yang membuat Gen Z juga akhirnya tidak terlalu tertarik untuk menjajaki jenjang pendidikan ke level selanjutnya.
Keenam, biaya untuk memulai usaha baru atau menjadi enterpreneur juga tidak murah, apalagi Gen Z cenderung sangat konsumtif, sehingga rerata kurang mampu mengumpulkan tabungan untuk dijadikan modal usaha baru.
" Ketujuh, besarnya jumlah NEET di kalangan Gen Z membuktikan bahwa program kartu prakerja gagal," pungkasnya.
Advertisement
Mahasiswa Makan Nasi Lele Sebungkus Berdua Saat Demo, Netizen: Makan Aja Telat, Masa Bakar Halte
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Demonstran di Polres Jepara Disambut Hangat Polisi, Suasana Malah Seperti Grand Opening
Palet Warna Brave Pink dan Hero Green Bertebaran di Medsos, Jadi Simbol Gerakan `Reset Indonesia`
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Eko Patrio Disorot, Parto Malah Kena Apes Dimaki Orang Tak Dikenal
Luna Maya: Ultah ke-42, Penuh Cinta dan Cerita Baru di Layar Lebar
Potret Davina Karamoy Saat Liburan ke Dubai, Tampil Eksotis!
Mahasiswa Makan Nasi Lele Sebungkus Berdua Saat Demo, Netizen: Makan Aja Telat, Masa Bakar Halte
Akhir Era Berhantu: Menanti The Conjuring: Last Rites, Bab Penutup Kisah Ed dan Lorraine Warren
Mengapa Gemini AI Begitu Viral? Intip Rahasia di Balik Kecerdasan Buatan yang Keren Ini