Hukum Asuransi Menurut Islam (Foto Ilustrasi: Unsplash.com)
Dream – Dengan literasi yang mulai membaik, pengetahuan masyarakat soal asuransi semakin meningkat. Pasangan suami istri semakin menyadari perlunya perlindungan untuk diri mereka dan keluarga ketika ada keadaan mendesak. Jenis asuransi juga semakin beragam mulai dari perlindungan kesehatan, harta benda, rumah, sampai asuransi bencana alam seperti banjir.
Seiring perkembangan tersebut, lembaga atau perusahaan penerbit asuransi juga semakin gencar menawarkan berbagai layanan dan produknya. Nah, mungkin dari Sahabat Dream sendiri ada yang menjadi peserta dan memiliki polis asuransi?
Penggunaan asuransi sendiri adalah bagian dari kesadaran setiap orang bahwa dirinya membutuhkan perlindungan. Karena selama menjalani kehidupan ini, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bisa itu berupa kecelakaan, sakit yang serius, memerlukan biaya pendidikan maupun pernikahan, dan masih banyak lagi.
Apalagi produk asuransi yang disediakan saat ini sudah semakin banyak. Ada asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kendaraan, dan lain-lain. Namun, pernahkah sahabat Dream bertanya-tanya bagaimana sebenarnya hukum asuransi menurut Islam sendiri? Apakah diperbolehkan atau tidak?
Sebagian umat Islam tentu ada yang belum mengetahui tentang hukum asuransi menurut Islam. Sehingga masih ada yang merasa ragu untuk menggunakannya atau tidak.
Untuk mengetahui secara lebih jelas tentang hukum asuransi menurut Islam dan apa yang membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, berikut sebagaimana telah dirangkum oleh Dream melalui berbagai sumber.

Dalam ekonomi Islam, istilah asuransi lebih dikenal dengan nama takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin.
Sedangkan dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Seiring berjalannya waktu, asuransi ini pun terbagi menjadi asuransi syariah dan asuransi konvensional. Di mana dalam prakteknya tentu memiliki perbedaan masing-masing.
Untuk asuransi syariah sendiri, lahir karena dulunya terdapat suatu tradisi saling memikul dan bertanggungjawab untuk keluarganya. Hingga akhirnya tradisi tersebut pun dilanjutkan oleh Nabi Muhammad saw ketika beliau melakukan perdagangan di Mekkah.
Seperti dikutip dari Jurnal Islamic Banking Vol. 2, No. 2, Tahun 2017 dengan judul Kedudukan Asuransi dalam Hukum Islam oleh Muhammad Siddiq Asmara, munculnya asuransi syariah dikarenakan adanya pandangan yang menganggap bahwa asuransi konvensional mengandung unsur garar, maisir, dan riba.
Berdirinya asuransi syariah dan asuransi konvensional tentunya memiliki perbedaan antara keduanya. Berikut adalah perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang dikutip melalui Jurnal berjudul Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Vol. 47, No. 1, Tahun 2013, oleh Uswatun Hasanah:
Segi Konsep
Dari segi konsepnya, asuransi konvensional adalah perjanjian antara dua pihak atau pun lebih. Di mana pihak penanggung mengikatkan dirinya pada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi.
Sedangkan asuransi syariah adalah orang-orang yang saling membantu dan menjamin, dengan masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
Sumber Hukum
Lalu dari sisi sumber hukumnya, asuransi konvensional bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Sedangkan asuransi syariah bersumber dari wahyu Allah, sunah Nabi, ijma, qiyas, istihsan, tradisi, dan masalih mursalah. Hingga nantinya bisa diketahui bagaimana sebenarnya hukum asuransi menurut Islam.
Pengelolaan
Dari segi pengelolaan, pada asuransi konvensional tidak dilakukan pemisahan dana. Sehingga hal ini mengakibatkan adanya dana hangus. Sedangkan dalam asuransi syariah dilakukan pemisahan dana. Sehingga tidak akan terjadi adanya dana yang hangus.
Ada Unsur yang Diharamkan dan Dihalalkan
Pada asuransi konvensional, terdapat adanya unsur maisir, garar, dan riba yang membuat hukum asuransi menurut Islam menjadi haram. Sedangkan dalam asuransi syariah sifatnya bersih tanpa adanya maisir, garar, dan riba. Sehingga hukum asuransi menurut Islam pun menjadi boleh dilakukan.

Setelah mengetahui perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah, berikut adalah dasar hukum dari asuransi dalam Islam yang ada dalam Al-Quran dan hadis.
Menurut Abu Zahrah yang dikutip oleh Husain Syahatah, asuransi kolektif hukumnya adalah halal. Hal ini karena asuransi jenis tersebut dilandasi dengan sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2 yang bunyinya sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَاالَّذِيْنَاٰمَنُوْالَاتُحِلُّوْاشَعَاۤىِٕرَاللّٰهِوَلَاالشَّهْرَالْحَرَامَوَلَاالْهَدْيَوَلَاالْقَلَاۤىِٕدَوَلَآاٰۤمِّيْنَالْبَيْتَالْحَرَامَيَبْتَغُوْنَفَضْلًامِّنْرَّبِّهِمْوَرِضْوَانًاۗوَاِذَاحَلَلْتُمْفَاصْطَادُوْاۗوَلَايَجْرِمَنَّكُمْشَنَاٰنُقَوْمٍاَنْصَدُّوْكُمْعَنِالْمَسْجِدِالْحَرَامِاَنْتَعْتَدُوْۘاوَتَعَاوَنُوْاعَلَىالْبِرِّوَالتَّقْوٰىۖوَلَاتَعَاوَنُوْاعَلَىالْاِثْمِوَالْعُدْوَانِۖوَاتَّقُوااللّٰهَۗاِنَّاللّٰهَشَدِيْدُالْعِقَابِ
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).
Selain itu dijelaskan juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah berikut ini:
“ Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.” (HR. Muslim dan Abu Hurairah).
Lalu dijelaskan tentang pentingnya tolong-menolong melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini:
“ Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling berempati, mengasihi dan bersimpati di antara mereka sama seperti tubuh yang jika salah satu anggota tubuh yang mengeluh (sakit) maka seluruh anggota tubuh lainnya akan meresponsenya dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, pada dasarnya hukum asuransi menurut Islam diperbolehkan. Asal tujuannya adalah untuk kebaikan. Yakni untuk tolong-menolong dan tidak mengandung unsur yang diharamkan, seperti halnya riba.
Advertisement
Ferry Irwandi Galang Donasi Banjir Sumatera Tembus Rp10 Miliar: dari Rakyat untuk Rakyat

Ada Kuota 5 Persen Jemaah Haji Lansia di Setiap Provinsi, Ini Ketentuannya

PNS Dihukum Penjara 5 Tahun Setelah Makan Gaji Buta 10 Tahun

Potret Persaingan Panas di The Nationals Campus League Futsal 2025

PLN Percepat Pemulihan Jaringan Listrik di 3 Wilayah Bencana



Film `Agak Laen: Menyala Pantiku!` Tembus 2 Juta Penonton dalam 4 Hari


Bae Suzy dan Kim Seon-ho Bikin Geger Vietnam, Joging Santuy Tanpa Masker

YouTube Resmi Luncurkan Fitur 'Recap', Tampilkan Statistik Tontonan dan Profil Kepribadian Pengguna

Waspada! BPOM Rilis Daftar 34 Obat Herbal Ilegal Berbahaya, Ini Daftarnya

29 Pekerja Migran Indonesia Selamat dari Kebakaran Maut Hong Kong, Tiga Masih Dicari