INDEF: Kesejahteraan Masyarakat Menurun

Reporter : Ramdania
Senin, 24 Agustus 2015 16:16
INDEF: Kesejahteraan Masyarakat Menurun
Tercatat, ada 10 indikator kesejahteraan masyarakat yang mengalami penurunan pada tahun ini.

Dream - Memasuki semester II 2015, tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia diperkirakan menurun. Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) hal tersebut nampak dari 10 indikator berikut.

" Pertama, tingkat inflasi Volatile Food melambung. Selama Januari-Juli 2015, akumulasi month to month (m-t-m) memang baru mencapai 1,90 persen. Namun, inflasi bahan makanan menjadi sumber tekanan yang sangat tinggi," kata Direktur INDEF, Enny Sri Hartati di Jakarta, Senin 24 Agustus 2015.

Ia melanjutkan, inflasi harga barang yang bergejolak sejak Mei, Juni dan Juli masing-masing sebesar 1,52 persen, 1,74 persen dan 2,13 persen.

" Bahkan secara tahunan pada bulan Juli inflasi bahan makanan telah mencapai 8,28 persen," tegas Enny.

Indikator selanjutnya yang menurun menurut Enny adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Bila dibandingkan dengan Oktober 2014, posisi NTP pada Juni 2015 untuk tanaman pangan turun dari 98,14 menjadi 97,29. Sedangkan hortikultura turun dari 103,22 ke 100,97. Perkebunan rakyat merosot dari 101,23 menjadi 97,78. Peternakan turun dari 108,56 ke 107,29 dan perikanan turun dari 103,61 menjadi 102,27.

Berikutnya, penurunan terjadi pada upah riil buruh. " Sekalipun upah nominal buruh mengalami peningkatan akibat penyesuaian upah minimum provinsi, namun upah riil mengalami penurunan," ucap Enny.

Pada Juli 2015, upah riil buruh tani mencapai Rp 37.887 perhari sedangkan pada Januari 2014  mencapai Rp 39.383 perhari. Sedangkan upah buruh industri juga mengalami penurunan secara riil sebesar 3,5 persen secara triwulanan.

" Penurunan upah riil terutama terjadi pada industri yang padat karya seperti industri makanan, tekstil, percetakan, karet, plastik dan industri lainnya," tutur Enny.

Selain itu, Enny menegaskan program bantuan sosial yang diberlakukan pemerintah tidak efektif. Beberapa skema program tersebut justru mengalami penurunan seperti program Raskin dan dana kompensasi kenaikan harga BBM. Akibatnya, kata Enny, daya beli masyarakat anjlok.

Hal tersebut dapat dilihat dari konsumsi rumah tangga yang terus mengalami penurunan. " Pada Triwulan I 2015 hanya tumbuh 5,1 persen dan Triwulan II 2015 menurun lagi menjadi 4,9 persen," ujar Direktur INDEF ini.

Indikator berikutnya adalah turunnya pembiayaan terhadap sektor riil (UMKM). Hal ini terkait denga n penurunan daya beli masyarakat yang berdampak langsung pada penurunan produktivitas nasional terutama produk industri pengolahan.

INDEF meneliti, pertumbuhan kinerja sektor manufaktur anjlok hanya tumbuh 3,81 persen pada Triwulan I 2015. Akibatnya, tidak hanya penyaluran kredit yang menurun namun tingkat kredit macet juga meningkat.

Selanjutnya, adalah soal jumlah pengangguran yang meledak. Menurut Enny Sri Hartati, pada 2015 angka elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja hanya mencapai 180 ribu orang.

" Artinya, 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja sebesar 180 ribu orang.  Karenanya, angka pengangguran terbuka saat ini diperkirakan mencapai 7,5 persen," ujarnya.

Melalui peningkatan pengangguran, maka indikator selanjutnya yang ikut memburuk adalah tingkat kemiskinan. Berdasarkan kajian INDEF, tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 11,5 persen pada Maret 2015 naik dari 10,96 persen pada September 2014.

Penurunan kesejahteraan masyarakat selanjutnya pun nampak dari ketimpangan pendapatan masyarakat yang semakin lebar. Indeks Gini Ratio kini sudah mencapai 0,42.

Terakhir, terdapat ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara daerah kaya dan miskin sumber daya. Menurut Enny, penurunan harga komoditas di pasar global berdampak langsung terhadap daerah pertumbuhan ekonomi di daerah yang relatif kaya sumber daya. Sebab, daerah penghasil sumber daya sangat tergantung pada ekspor komoditas.

" Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di daerah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Nusa Tenggara justru semakin tertinggal dari Pulau Jawa," tutup Enny.

Beri Komentar