Restrukturisasi Kredit Tak Diperpanjang? Ini Bahayanya

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 26 Februari 2021 07:16
Restrukturisasi Kredit Tak Diperpanjang? Ini Bahayanya
Kebijakan ini dibuat untuk meringankan beban debitur yang terdampak COVID-19.

Dream – Kebijakan restrukturisasi kredit bisa berdampak negatif bagi perbankan. Jika kebijakan ini tidak diperpanjang, kebijakan itu bisa membuat angka kredit macet membengkak.

Hal itu disampaikan Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean, dalam diskusi virtual Kamis 25 Februari 2021.

Menurut Arian, total restrukturisasi kredit yang dicatat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) senilai Rp1.200 triliun. Angka non performing loan (NPL) tahun ini diperkirakan masih terjaga di 3,3 persen.

Tingginya angka restrukturisasi ini juga membuat perbankan berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

“ Angka NPL masih sama dengan tahun lalu karena ada ‘payung` OJK, yaitu keringanan membayar cicilan,” kata Adrian dalam diskusi virtual.

1 dari 1 halaman

Bisa Naik 7 Persen

Dia mengatakan, kalau kebijakan ini tidak lagi diperpanjang tahun 2022, dikhawatirkan angka kredit bermasalah bisa makin meningkat. Penyebabnya tak lain potensi debitur yang gagal bayar.

Adrian mengumpamakan 20 persen dari Rp1.200 triliun ini gagal bayar. Nilai kredit bermasalah mencapai Rp240 triliun. Dari angka ini, diperkirakan NPL-nya bisa bertambah 4 persen.

“ Kalau NPL sekarang 3 persen lalu pada 2022 seandainya ada 20 persen default, impact-nya? NPL 7 persen. Itu nggak bagus,” kata Adrian.

Dia meminta pemerintah merilis kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi potensi tingginya NPL. “ Harus ada counter policy dari yang akan terjadi,” kata dia.

 

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

Beri Komentar