Jam Lembur Tak Jamin Karyawan Tetap Produktif

Reporter : Ramdania
Rabu, 20 Mei 2015 08:33
Jam Lembur Tak Jamin Karyawan Tetap Produktif
"Saya ingin Anda untuk berpikir tentang kehidupan kerja Anda, dan kehidupan keluarga Anda, dan memutuskan mana yang penting bagi Anda." Itu adalah nasihat yang sungguh sulit bagi seorang karyawan.

Dream - Bekerja di luar jam kantor atau lembur merupakan masalah di negara sebesar Amerika Serikat.

Seperti dikutip dari Gulf News, Rabu, 20 Mei 2015, setengah dari pekerja penuh waktu melaporkan bekerja 41 jam atau lebih per minggu dan hampir seperlima bekerja 60 jam atau lebih per minggu!

AS adalah salah satu negara langka yang tidak memberikan waktu istirahat bagi pekerja, dan bahkan tidak menawarkan cuti hamil bagi ibu yang akan melahirkan.

Hal itu bukanlah kehidupan yang diinginkan oleh kebanyakan orang Amerika. Sekira 76 persen mengatakan bahwa keluarga didahulukan dari pekerjaan. Menurut survei Allstate/Nasional Journal yang dirilis 2014 lalu. Namun, banyak orang Amerika bersedia berkorban untuk pekerjaan mereka.

Lebih dari seperempat pekerja mengatakan mereka telah kehilangan acara keluarga penting, karena tidak bisa mendapatkan cuti dari tempat mereka bekerja.

Sekitar 15 persen telah bekerja bergantian shift dengan pasangan mereka agar bisa merawat anak mereka, dan 14 persen mengatakan mereka telah 'dihukum' karena mengambil cuti sakit atau merawat anggota keluarga.

Lebih sebagai peringatan bagi perusahaan yang menerapkan jam kerja berjam-jam, bahwa pola seperti itu akan mengikis kesehatan dan produktivitas pekerja.

Sebuah analisis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit tahun 2004 menemukan bahwa lembur dikaitkan dengan kesehatan yang lebih buruk, menaikkan tingkat cedera, penyakit, atau bahkan kematian.

Analisis tersebut menemukan bukti adanya penurunan kognitif setelah karyawan bekerja ‘hanya’ sembilan jam dalam satu hari.

Dan sebuah studi tahun 2014 Stanford menemukan bahwa setelah sekitar bekerja selama 55 jam dalam satu minggu, peningkatan produktivitas berhenti sepenuhnya.

Sebagian besar start-up gagal. Menurut Shikhar Ghosh, seorang dosen senior di Harvard Business School, dari sekian banyak top eksekutif yang berhasil di luar sana, sekitar 19 lebih yang bekerja terlalu kera justru menyebabkan visinya gagal berjalan dengan baik. (Ism)

Beri Komentar