Ilustrasi (Shutterstock)
Dream - Tidak semua lowongan pekerjaan mensyaratkan gelar sarjana. Sebab semakin banyak perusahaan yang menghapus syarat gelar sarjana untuk menjadi karyawan.
Dalam penelitian terbaru ZipRecruiter, sebagaimana dikutip CNN International, mengungkan bahwa jumlah pekerjaan yang membutuhkan gelar sarjana terus menurun sejak dimulainya pandemi Covid-19.
Biro Statistik Tenaga Kerja di Amerika Serikat memproyeksikan bahwa sekitar 60 persen dari semua pekerjaan baru dalam perekonomian, akan berada dalam pekerjaan yang tidak memerlukan gelar associate, sarjana, atau pascasarjana pada tahun 2030.
Ilmuwan data di LinkedIn pun menganalisis jutaan profil anggota dan deskripsi lowongan pekerjaan yang dibagikan di platformnya antara tahun 2021 dan 2023. Untuk menemukan industri yang berpeluang berkembang besar bagi kandidat tanpa gelar sarjana,
Dalam laporan ini, seorang lulusan non-sarjana didefinisikan sebagai seseorang yang lulus dari sekolah menengah atas, memiliki gelar associate atau menyelesaikan magang untuk melatih pekerjaan.
Berikut adalah pekerjaan dengan pertumbuhan tercepat untuk pelamar tanpa gelar sarjana, menurut platform LinkedIn :
1. Konsultasi
Pekerjaan teratas: Penasihat klien, konsultan bisnis, konsultan solusi
2. Pemasaran atau Marketing
Pekerjaan teratas: Manajer media sosial, spesialis pemasaran, koordinator pemasaran
3. Penelitian
Pekerjaan teratas: Teknisi laboratorium, analis bisnis, teknisi laboratorium medis
4. Sumber daya manusia atau Human Resources
Pekerjaan teratas: Spesialis Human Resources, asisten Human Resources
5. Media dan komunikasi
Pekerjaan teratas: Penulis, asisten produksi, editor, manajer produksi.
Sumber: Liputan6.com
Dream – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, mengaku tidak mudah untuk menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Sebab, kata dia, yang menadi tantangan saat ini adalah angkatan kerja merasa kehilangan harapan untuk bekerja.
“ Tantangan hopeless of job cukup tinggi. Mereka sudah tidak punya harapan lagi,” kata Ida, dikutip dari merdeka.com, Selasa 17 Januari 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran di Indonesia hingga Agustus 2022 mencapai 8,42 juta orang. Angka itu turun 0,02 juta orang dibandingkan Februari tahun yang sama.
Angka pengangguran sempat naik menjadi 7,2 persen di tahun 2021 karena pandemi Covid-19. Namun, dalam waktu satu tahun pemerintah mengklaim berhasil menekan angka pengangguran ke level 5,82 persen atau sekitar 8,4 juta orang.
Menurut Ida, sepertiga pengangguran di Indonesia saat ini berada dalam fase tidak memiliki harapan untuk bisa bekerja. “ Dari 8,4 juta pengangguran, 33,45 persen mengalami hopeless of job,” kata Ida.
Artinya, 2,8 juta pengangguran terjebak dalam hopeless of job karena sebagian besar mereka masih berpendidikan rendah.
“ 2,8 juta pengangguran mengalami situasi tersebut. Itu 76,96 persen berpendidikan rendah,” tutur Ida.
Tingkat pendidikan rendah terbukti menjadi penyebab angkatan kerja tidak memiliki harapan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga kehilangan harapan untuk bersaing di pasar kerja.
“ Ini mengindikasikan mereka kehilangan harapan memiliki pekerjaan karena tingkat pendidikan tidak mampu menyiapkan mereka untuk masuk di pasar kerja,” kata dia.
Ida mengatakan, tingkat pengangguran di Indonesia dominasi kelompok usia muda yang telah menyelesaikan pendidikan SMA, SMK, Diploma, hingga S1. Angkatan kerja yang banyak terserap justru pendidikannya hanya tamatan SMP ke bawah.
“ Ironi yang bekerja adalah saudara-saudara kita yang tingkat pendidikannya SMP ke bawah. Sementara yang nganggur didominasi yang tingkat pendidikannya lebih baik SMA, SMK, Diploma dan S1,” sambung Ida.
Dilihat berdasarkan wilayah perkotaan dan pedesaan, terjadi paradoks. “ Yang nganggur lebih banyak di kota tapi kemiskinan lebih banyak di desa,” kata Ida.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz Wuhadji, meminta pemerintah, termasuk perguruan tinggi, membekali mahasiswa dengan kemampuan dasar masuk dunia kerja.
Menurut Adi, kemampuan dasar kerap luput dalam pembekalan mahasiswa, di luar kemampuan teknikal sesuai dengan jurusan kuliahnya. Sebagai contoh, kemampuan dalam berperilaku untuk memanfaatkan skill yang dimiliki.
“ Anak-anak kita itu siap latih, bukan siap kerja. Persepsi itulah yang harusnya kita bangun bersama. Makanya perlu kita ketahui bersama kenapa adik-adik banyak nganggur, karena orientasinya hanya diklasifikasi usaha besar-menengah yang jumlahnya hanya 29.000 saja,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Panja Komisi X DPR.
Dengan minimnya pembukaan kerja di sektor formal itu, maka diperlukan kemampuan khusus mahasiswa. Di sisi lain, mahasiswa yang akan lulus pun diharapkan bisa menyasar ke sektor-sektor yang lebih luas.
Dalam hal ini adalah sektor UMKM sebagai penggerak ekonomi nasional. Sektor ini punya peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak ketimbang sektor formal.
Advertisement
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
Hari Santri, Ribuan Santri Hadiri Istighasah di Masjid Istiqlal