Kisah Sudanto Dijuluki 'Dokter Dua Ribu', dari UGM Mengabdi di Pedalaman Papua

Reporter : Editor Dream.co.id
Rabu, 8 Mei 2024 15:01
Kisah Sudanto Dijuluki 'Dokter Dua Ribu', dari UGM Mengabdi di Pedalaman Papua
Jika pasiennya tak punya uang, dengan sukarela dia akan menggratiskan atau ditukar dengan rempah-rempah hasil kebun.

1 dari 12 halaman

Kisah Sudanto Dijuluki 'Dokter Dua Ribu', dari UGM Mengabdi di Pedalaman Papua

Kisah Sudanto Dijuluki 'Dokter Dua Ribu', dari UGM Mengabdi di Pedalaman Papua © Kisah Sudanto Dijuluki Liputan6

2 dari 12 halaman

© Kisah Sudanto Dijuluki Liputan6

Dream - Ini kisah dokter Sudanto yang dijuluki " Dokter Dua Ribu" . Julukan itu bukan tanpa alasan, dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini telah lama mengabdi di Tanah Papua dengan bayaran periksa hanya Rp2.000 saja.

3 dari 12 halaman

Sejak lulus dari Fakultas Kedokteran tahun 1976, Sudanto mengabdikan diri di Abepura, Jayapura. Sudanto tak ingin mengenakan tarif yang membebani masyarakat Abepura.

Jika pasiennya tak punya uang, dengan sukarela dia akan menggratiskan atau ditukar dengan rempah-rempah hasil kebun.

4 dari 12 halaman

“Beliau hanya mengenakan tarif Rp2.000 atau gratis sehingga nama beliau sangat dikenal oleh penduduk Abepura dan mendapat panggilan sayang, yakni ‘dokter dua ribu’,” 

ujar Rektor UGM, Sudjarwadi dalam artikel yang ditulis ugm.ac.id pada 2009 silam.

5 dari 12 halaman

© 500 rupiah Shutterstock

Pertama kali membuka praktek, dokter kelahiran Karang Anyar, Kebumen, 5 Desember 1941 ini hanya menerima bayaran Rp500 atas jasanya.

6 dari 12 halaman

Kemudian dia memasang tarif yang sangat Rp2.000 untuk orang dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak dan mahasiswa. Masyarakat Papua lantas memberikan panggilan khusus pada Sudanto yaitu “Dokter 2000 rupiah”.

Bahkan saking lamanya mengabdi dan disayangi warga, banyak pasien yang langsung sembuh hanya dengan melihatnya.

" Ada yang datang aja cuma buat sembuh," kata Sudanto kepada Liputan6.com pada tahun 2013.

7 dari 12 halaman

© ilustrasi obat Shutterstock

Untuk obat-obatan, Sudanto hanya meresepkan obat yang murah. Dia bahkan memberi secara cuma-cuma jika ada obat di rumahnya.


" Kasihan, yang kekurangan biasanya banyak yang menderita sakit," ujar Sudanto.

8 dari 12 halaman

Sudanto merupakan pemenang kategori Pelopor Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T) Alumni Awards 2009.


Awal mula setelah lulus pada tahun 1976, Sudanto mendaftarkan diri untuk mengikuti program Dokter Inpres (Instruksi Presiden) di Departemen Kesehatan.

Sudanto kemudian ditempatkan di wilayah Asmat, Irian Jaya (yang sekarang menjadi Papua). Sejak awal bertugas hingga tahun 1982, Sudanto telah melayani di 4 kecamatan terpencil di wilayah Asmat. 

9 dari 12 halaman

© ilustrasi warga asmat Shutterstock

Melihat keterbatasan ekonomi masyarakat Asmat, Sudanto memutuskan untuk mengabdikan dirinya untuk pelayanan kesehatan di Asmat.

10 dari 12 halaman

Setelah 6 tahun bertugas menjadi dokter Inpres, Sudanto melanjutkan kariernya di Rumah Skit Jiwa (RSJ) Abepura hingga pensiun pada tahun 2003.


Selain menjadi dokter, Sudanto terus mengabdikan dirinya dengan menjadi tenaga pendidikan dan mengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Termasuk juga mengajar di program studi Pendidikan Jasmi dan Kesehatan (Penjaskes) FKIP Uncen serta beberapa perguruan tinggi swasta di Jayapura.

11 dari 12 halaman

Walaupun sudah pensiun, Sudanto mengaku tak akan berhenti mengabdi demi kesehatan warga setempat.

Pengalamannya sewaktu kecil dengan hidup seadanya membuatnya tak ingin melihat orang sulit berobat hanya karena tak punya biaya.


" Saya selamanya akan mengabdi. Banyak orang yang kurang mampu di sini," jelasnya.

12 dari 12 halaman

© Kisah Sudanto Dijuluki Liputan6

Sudanto membuka praktik di rumah mulai Senin hingga Sabtu sejak pukul 08.00 WIT hingga 12.00 WIT, bahkan bisa lebih. Sehari saja, ia bisa mengobati 100 sampai 200 pasien.

Beri Komentar