Mahfud MD (Foto: Liputan6.com/Faizal Fanani)
Dream - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) sekaligus Ketua Tim Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD menjelaskan duduk perkara kejanggalan transaksi Rp349 triliun di lingkup Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam rapat bersama Komisi III DPR RI.
Rapat yang berlangsung 8 jam itu juga dihadiri Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Ada beberapa poin penting yang disampaikan Mahfud MD. Dia mengatakan kejanggalan transaksi Rp349 triliun dibagi dalam tiga kelompok. Masing-masing kelompok memiliki nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan entitas di Kemenkeu.
Menurut Mahfud, transaksi senilai Rp349 triliun itu terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu yang bernilai Rp35 triliun.
" Kemarin bu Sri Mulyani di Komisi XI (DPR RI) menyebut hanya Rp3 triliun, yang benar Rp35 triliun," beber Mahfud MD dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, ditulis Kamis, 30 Maret 2023.
Kedua adalah transaksi mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dengan nilai sekitar Rp53 triliun.
Ketiga, transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan tindak pencucian uang yang belum diperoleh data sebesar Rp260-an triliun.
" Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun, fix. Nanti kita tunjukkan suratnya," sambung Mahfud.
Mahfud MD juga blak-blakan mengungkap ada 491 orang pegawai di Kemenkeu yang diduga terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
" Berapa yang terlibat? nih. Yang terlibat di sini jumlah entitasnya itu dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 491 orang," kata Mahfud.
Dia menegaskan, bukan lagi soal eks pegawai Kemenkeu Rafal Alun Trisambodo. Menurutnya, meskipun Rafael sudah ditangkap, tindak pencucian uang masih ada jaringannya.
" Jangan bicara Rafael misalnya, Rafael sudah ditangkap, selesai, loh di laporan ini ada jaringannya. Bukan Rafaelnya, Rafael sudah selesai ditangkap itu pidananya, bukan tindak pidana pencucian uangnya," tegas Mahfud.
Mahfud juga menilai banyak akses informasi untuk Menkeu Sri Mulyani yang tak sampai. Ada pihak di Kemenkeu yang dengan sengaja menutup akses Sri Mulyani terkait data transaksi mencurigakan yang disampaikan PPATK.
" Fakta bahwa ada kekeliruan pemahaman Ibu Sri Mulyani dan penjelasan Ibu Sri Mulyani karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud.
Mahfud kemudian menceritakan, Sri Mulyani sempat bertanya ke jajarannya di Kemenkeu terkait transaksi mencurigakan Rp189 triliun yang dilaporkan PPATK. Namun pejabat eselon I Kemenkeu itu justru membantah ada temuan tersebut.
Sri Mulyani kemudian menunjukkan surat dari PPATK sejak 2020 soal transaksi mencurigakan Rp189 triliun. Begitu mendengar itu, pejabat eselon I itu kemudian akan melakukan penelitian.
Mahfud mengatakan, laporan transaksi mencurigakan itu diberikan PPATK pada tahun 2017 ke Menkeu melalui Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kemenkeu. Laporan itu, menurut Mahfud, tidak dalam bentuk surat karena dianggap masalah sensitif. Namun, lanjut Mahfud, dua tahun kemudian laporan itu tidak muncul.
" Tahun 2020 dikirim lagi, enggak sampai juga ke Bu Sri Mulyani," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan jika PPATK telah melaporkan temuannya kepada Kementerian Keuangan. Namun tidak diterima langsung oleh Sri Mulyani.
" Ketika ditanya bu menteri, bu menterinya kaget karena ndak masuk laporannya, karena yang menerima surat by hand orang yang di situ, yang bilang ke bu Sri Mulyani bu ndak ada surat itu," imbuhnya.
Sumber: Liputan6.com dan Merdeka.com
Advertisement
Hobi Membaca? Ini 4 Komunitas Literasi yang Bisa Kamu Ikuti
Baru Dirilis ChatGPT Atlas, Browser dengan AI yang `Satset` Banget
Bikin Syok, Makan Bakso Saat Dibelah Ternyata Ada Uang Rp1000
Kemenkeu Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan
5 Komunitas Olahraga di Decathlon Summarecon Bekasi, Yuk Gabung!