Menggabungkan Puasa Qadha dan Puasa Sunah di Bulan Rajab

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 4 April 2019 20:01
Menggabungkan Puasa Qadha dan Puasa Sunah di Bulan Rajab
Puasa qadha yang dijalankan bersamaan waktunya dengan puasa sunah, mendapatkan pahala dari dua puasa sekaligus.

Dream - Umat Islam memahami besarnya keutamaan memperbanyak ibadah di bulan Rajab. Tidak sedikit dari mereka yang melaksanakan puasa sunah demi meraih keutamaan Rajab.

BACA JUGA: Tata Cara Menunaikan Puasa Qadha Pengganti Puasa Ramadhan

Puasa sunah yang dijalankan ada beraneka macam. Mulai Daud, Senin-Kamis, atau Ayyamul Bidh di tengah bulan. Tentu, amalan puasa sunah tersebut mendapatkan pahala berlipat. Ini lantaran dikerjakan di bulan mulia.

Tetapi, mungkin ada sebagian dari saudara kita yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadan tahun lalu. Sehingga, mereka melaksanakan puasa qadha di bulan Rajab.

Karena ingin pula mendapatkan keutamaan Rajab, mereka menggabungkan niat antara puasa qadha dengan puasa sunah. Bolehkah hal ini?

Dikutip dari NU Online, seperti puasa-puasa di bulan-bulan lain, puasa Rajab sah dilakukan dengan niat puasa mutlak dan tidak disyaratkan ta'yin atau menentukan jenis puasanya. Sehingga, lafal niatnya seperti ini, " Aku niat berpuasa karena Allah" dan tidak ditambahi " Karena melakukan kesunahan puasa Rajab."

Sementara, menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa sunah adalah sah. Bahkan pahala yang didapat bisa dari dua jenis niat, puasa qadha sekaligus puasa sunah.

1 dari 1 halaman

Ini Penjelasannya

Hal ini dijelaskan oleh Syeikh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul Mu'in.

" Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta'yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardu, yaitu puasa sunah, maka sah berpuasa sunah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama."

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Syeikh Abubakar bin Syatha dalam I'anatuth Thalibin.

" Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura' dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa' dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunah mutlak.

Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, 'Saya niat berpuasa'.

Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulama berpegangan dalam keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak. Dalam kitabnya, Syeikh Al Kurdi disebutkan, dalam kitab Al Asna demikian pula Syeikh Khatib As Sayarbini dan Syeikh Al Jamal Al Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan. Dalam kitab Al-I'ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syeikh Al Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis."

Sumber: NU Online

Beri Komentar