Miliarder Asia Kewalahan Kelola Harta Kekayaannya

Reporter : Syahid Latif
Kamis, 29 Mei 2014 07:01
Miliarder Asia Kewalahan Kelola Harta Kekayaannya
Krisis ekonomi 2008 memberi pelajaran berharga bagi para miliarder Asia yang sempat kehilangan hartanya. Pihak perbankan pun tak bisa memberikan rasa aman pada hartanya.

Dream - Enam tahun sejak terjadinya krisis keuangan global 2008, semakin banyak miliarder di Asia yang kewalahan mengelola kekayaannya. Jasa penyewaan penasihat keuangan independen pun menjadi solusi untuk permasalahan para penimbun harta ini. 

Gerard Tan, salah seorang eksportir asal Singapura yang menjadi penggemar mobil mewah. Tanpa mau menyebutkan nama aslinya, Tan pernah mengalami kemerosotan aset hingga US$ 20 juta. Uang itu menguap setelah Tan menempatkan dananya di bank yang selanjutnya diinvestasikan di pasar obligasi. 

Pengalaman pahit ini menjadi pelajaran berharga bagi Tan dan orang kaya lainnya di Asia. Tak mau mengalami masalah serupa, para miliarder Asia kini beramai-ramai mengalihkan pengelolaan kekayaannya pada jasa penasihat keuangan independen.

Meski tetap menyimpan uang di bank, para orang kaya masih rutin terlibat komunikasi dengan penasihat independen. Apalagi pihak bank kini tak lagi gencar mendorong nasabah membeli berbagai jenis investasi portofolio.

Bahkan sekarang banyak kalangan perbankan mulai bekerja sama dengan para pengelola kekayaan independen. ”Posisi saya direstrukturisasi dan risiko portofolio dikelola. Saya kini merasa lebih nyaman dengan pengelolaan kekayaan saya,” ujar Tan yang merupakan ayah dari dua orang anak.

Justin Ong, konsultan pengelolaan aset Asia Pasifik dari PricewaterhouseCoopers (PwC), mengakui konsep dan peran jasa pengelola kekayaan independen kini tengah menjadi tren di antara kalangan masyarakat kelas atas Asia. " Ini karena ada tuntutan lebih pada transparansi dan layanan yang lebih obyektif," katanya.

Selama ini para miliarder Asia memang masih lebih menyukai investasi dalam bentuk properti, saham dan obligasi. Sementara bentuk investasi lain seperti kapal pesiar, bisnis anggur atau jet pribadi, juga menjadi pilihan bagi kalangan tertentu.

Menurut Mandeep Nalwa, Chief Executive Taurus Wealth Advisors yang berbasis di Singapura, sebelum krisis, kaum kaya Eropa dan AS sudah lebih dulu mengandalkan jasa independen.

Nalwa mengatakan, krisis 2008 membuat kaum kaya Asia menyadari pentingnya jasa penasihat independen. Defisit kepercayaan setelah krisis kini tengah melanda kalangan jetset Asia.

Defisit kepercayaan ini muncul karena lembaga keuangan cenderung mendorong atau mengarahkan masyarakat kaya membeli produk investasi tertentu tanpa membekali pandangan tentang produk investasi.

Beri Komentar