Pemerintah Anggarkan Rp2,3 Triliun Cegah Pandemik di Lingkungan Ponpes

Reporter : Syahid Latif
Kamis, 16 Juli 2020 13:12
Pemerintah Anggarkan Rp2,3 Triliun Cegah Pandemik di Lingkungan Ponpes
Sistem pembelajaran di Ponpes tak bisa dilakukan seperti pendidikan formal lainnya.

Dream - Pemerintah mengalokasikan anggaran Ro2,3 triliun untuk membantu pondok pesantren menghadapi wabah Covid-19. Kantor Staf Presiden dan Kementerian Agama akan memastikan pengalokasian dana tersebut.

Menurut data Kementerian Agama (Kemenag) ada ada sekitar 28 ribu pesantren dengan jumlah santri 18 juta dan 1,5 juta pengajar. Di antara jumlah santri tersebut, ada 5 juta santri yang menetap di pondok pesantren.

“ Dana ini untuk penanganan pandemi," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Rumadi Ahmad dalam program Podcast KSP yang juga tayang di akun Youtube KSP dari Bina Graha, Jakarta, Rabu, 14 Juli 2020 kemarin.

Menurut Rumadi, anggaran ini juga disiapkan untuk memperkuat pembelajaran, penyiapan infrastruktur untuk pembelajaran atau menyiapkan karantina bagi anak didik di pesantren. Pembahasan mengenai pengalokasian dana akan dibicarakan dengan Kemenag khususnya direktorat jenderal yang membidangi urusan pesantren.

 

1 dari 2 halaman

Kultur Pesantren Berbeda

Anggaran Ponpes

Rumadi mengakui pola kehidupan santri yang komunal menjadi tantangan terbesar bagi pesantren dan pendidikan keagamaan dalam penerapan protokol Covid-19. Penyelenggara pesantren harus memikirkan dengan cermat agar protokol kesehatan dapat dipatuhi, namun nilai dan kultur pesantren tidak sampai tergerus.

Selama ini, kultur pesantren agak bertolak belakang dengan protokol kesehatan, misalnya penggunaan alat makan bersama dan makan bersama. " Ini tantangan yang berat untuk mengubah kultur kehidupan pesantren, selain harus menyiapkan infrastruktur seperti ruangan untuk karantina, isolasi mandiri dan lainnya."

Kemenag sendiri telah meluncurkan rincian protokol kesehatan bagi pesantren dan pendidikan keagamaan pada masa pandemi Covid-19.

2 dari 2 halaman

Santri Belajar dari `Melihat` Kyai

Rumadi mengungkapkan beberapa kyai pengasuh pondok pesantren akan melangsungkan kegiatan pesantren padahal berada di zona merah. Hal tersebut dianggap mengkhawatirkan karena bisa berisiko menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

Dia mengharapkan pengasuh pesantren tidak memaksakan diri apalagi bisa belum siap menerapkan protokol kesehatan. “ Kalaupun kegiatan pesantren mau dibuka, sebaiknya menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan disiplin. Para santri juga harus dipastikan dalam kondisi sehat. Bila ada santri yang terindikasi terinfeksi Covid-19 maka harus dilakukan karantina sebelum berbaur kembali dengan santri lainnya,” tegas Rumadi.

Sementara Ketua Lakpesdam NU itu mengatakan pesantren selama ini tidak mengenal sistem pembelajaran jarak jauh. Bagi para santri, pembelajaran tatap muka dengan guru atau kyai sesuatu yang sangat penting. Transfer pengetahuan di pesantren bukan semata-mata bagaimana membaca kitab. Santri melihat dan mengamati secara langsung kehidupan sehari-hari kyai sehingga nilai-nilai yang diajarkan itu tak bisa ditransfer secara online.

Kalaupun pembelajaran di pesantren dicoba secara online, itu hanya sementara saja untuk mengisi kekosongan waktu sampai situasi normal kembali. “ Maka banyak santri yang sudah lulus dari pesantren, tapi masih merasa menjadi santri,” paparnya.

Beri Komentar