Isi UU Cipta Kerja Terkait Jam Kerja, Hari Libur, dan Upah

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Selasa, 6 Oktober 2020 14:48
Isi UU Cipta Kerja Terkait Jam Kerja, Hari Libur, dan Upah
UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR dan pemerintah memuat 10 ruang lingkup salah satunya tentang ketenagakerjaan.

Dream – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah menyepakati sekaligus mengesahkan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. Beleid yang santer disebut Omnibus Law ini menuai penolakan dari masyarakat terutama kalangan buruh.

Serikat buruh menilai terdapat sejumlah pasal yang dikhawatirkan akan merugikan kehidupan para pekerja terutama di dunia kerja mereka.

Menilik draft RUU Cipta Kerja dari laman DPR yang sudah disahkan menjadi UU terdapat isi UU Cipta Kerja ini memuat 10 ruang lingkup yang dijadikan satu payung hukum dalam upaya penciptaan kerja di Indonesia. Kesepuluh hal dalam UU Omnibus Law itu adalah peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, UMK-M serta perkoperasian; kemudahan berusaha; serta dukungan riset dan inovasi.

Lima ruang lingkup lainnya dalam UU Cipta Kerja adalah pengadaan lahan; kawasan ekonomi; investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional; pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan terakhir pengenaan sanksi.

Khusus di bidang ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja mengatur tentang ketentuan hari libur bagi para pegawai. Dalam pasal 79 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, pekerja wajib diberikan waktu istirahat kerja 1 hari dalam 6 hari kerja dalam seminggu atau 2 hari libur dalam 5 hari kerja.

Namun, dalam UU Cipta Kerja, aturan 2 hari libur selama seminggu dihapus. Dalam ketentuan baru ini hari istirahat dalam 1 minggu ditetapkan sebanyak 1 hari.

" Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," tulis beleid dalam pasal 79 ayat 2 huruf b. 

Selain hari libur mingguan, beleid anyar ini juga menghapus kewajiban istirahat panjang dua bulan bagi karyawan yang telah bekerja selama enam tahun. UU Cipta Kerja mengatur cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja bekerja selama 12 bulan terus-menerus.

Pemberian cuti ini berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

1 dari 2 halaman

Bagaimana dengan Kontrak Kerja?

Tak hanya urusan hari libur, UU Cipta Kerja juga mengatur soal kontrak. Pasal 59 UU Cipta Kerja menghapus aturan jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) atau kontrak.

Padahal, dalam pasal UU Ketenagakerjaan, pengusaha memperpanjang kontrak kerja paling lama 7 hari sebelum kontrak berakhir. Pengusaha juga diminta untuk memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pembaruan perjanjian kerja hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang 30 hari berakhirnya PWKT yang lama. Pembaruan itu hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun.

2 dari 2 halaman

Pengupahan

UU Ketenagakerjaan mengatur ada 11 kebijakan pengupahan, yaitu upah minimum, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang proprosional, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk penghitungan pajak penghasilan.

Di dalam UU Cipta Kerja, hanya disebut tujuh kebijakan, seperti upah minimum, cara pembayaran upah, dan hal-hal yang diperhitungkan dengan upah.

Sahabat Dream bisa melihat final RUU Cipta Kerja di sini.

Beri Komentar