Geger, Surat Sri Mulyani ke ESDM & BUMN Bocor ke Publik

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Rabu, 27 September 2017 17:44
Geger, Surat Sri Mulyani ke ESDM & BUMN Bocor ke Publik
Kemenkeu menyesalkan beredarnya surat tersebut dan akan segera mengusutnya. Apa isinya?

Dream – Kementerian Keuangan menyesalkan beredarnya surat internal Menteri Keuangan perihal kondisi PLN ke masyarakat. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral dan Menteri BUMN dengan tembusan Dengan tembusan kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, direktur utama PT PLN, dan dewan komisaris PT PLN

 

Dalam surat Menteri Keuangan bernomor S-781/MK.08/2017, yang beredar tersebut, Menkeu menyatakan kinerja keuangan PLN turun karena harus membayar pokok pembayaran dan bunga pinjaman yang tak didukung oleh pertumbuhan kas perusahaan.

“ Kemenkeu harus mengajukan waiver kepada lender PT PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan pinjaman pemerintah.”

Sri Mulyani mengatakan dana internal perusahaan terbatas dan berpengaruh terhadap kemampuan BUMN setrum ini untuk melakukan investasi. Kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN juga diprediksi meningkat beberapa tahun mendatang, namun pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan perkiraan.

Mantan petinggi Bank Dunia ini memperkirakan tidak ada kenaikan tarif listrik akan membuat PLN gagal bayar utang. “ Adanya kebijakan pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif listrik dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN,” kata dia.

Sri Mulyani mengatakan PLN menerima pendapatan utama dari tarif listrik yang dibayarkan pelanggannya. Kebijakan kenaikan tarif listrik ini perlu diikuti dengan penurunan biaya produksi listrik.

“ Kami mengharapkan Saudara dapat mendorong PLN untuk melakukan efisiensi biaya operasi (terutama energi primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang,” kata dia.

Sri Mulyani juga menekankan perlu ada penyesuaian investasi PLN di program 35 ribu MW, melihat dari ketidakmampuan PLN memenuhi pendanaan investasi dari cashflow investasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

“ Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah,” kata dia.

Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan perusahaan pelat merah ini telah menyiapkan langkah-langkah untuk memenuhi pendanaan, seperti revaluasi aset, meningkatkan produktivitas aset existing, efisiensi operasi, serta pengadaan barang dan jasa.

Edwin mengatakan kebutuhan pendanaan PLN, terutama dipenuhi oleh pinjaman dari multilateral development bank untuk mendapatkan biaya yang lebih murah dan penarikan pinjaman sesuai dengan progress kemajuan proyek.

“ Kondisi likuiditas PT PLN (Persero) selalu dijaga untuk mampu mendanai operasi perusahaan dan pemenuhan kewajiban terhadap kreditur, baik kreditur perbankan maupun pemegang obligasi perusahaan,” kata dia dikutip dari keterangan tertulisnya.

Beredarnya surat tersebut ternyata mengejutkan Kemenkeu. Dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 September 2017, Kemenkeu menyesalkan salinan surat internal pemerintah yang beredar.

Menurut instansi ini, pembocoran surat ini merupakan tindakan yang melanggar peraturan disiplin administrasi Negara dan tak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.

“ Kementerian Keuangan akan melakukan langkah pengusutan pembocoran surat tersebut untuk menegakkan disiplin tata kelola pemerintahan agar pelanggaran tersebut tidak terjadi kembali pada masa yang akan datang,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nurfansa Wira Sakti dalam keterangan tertulis tersebut.

Nurfansa menjelaskan sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Kemenkeu berkewajiban mengelola keuangan negara serta APBN/Fiskal secara hati-hati dan berkelanjutan, termasuk melakukan pengawasan dan penilaian potensi risiko fiskal yang berasal dari berbagai sumber kegiatan publik. (Sah)

Beri Komentar