Penyebab Produk Mi Instan Indonesia Ditarik Di Taiwan Dan Malaysia (Foto: Shutterstock)
Dream - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap penyebab produk mi instan Indomie Rasa Ayam Spesial di Taiwan dan Malaysia ditarik dari pasaran. Menurut Kemendag, penarikan itu dilakukan karena distributor tak resmi terlibat ekspor mi ke negara tersebut.
" Jadi memang yang melalui distributor resmi, ada yang diimpor individu. Nah ini terjadi perbedaan sebetulnya," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Didi Sumedi, dikutip dari Merdeka.com, Jumat 5 Mei 2023.
Jika melalui distributor resmi, produk-produk buatan Indonesia yang diekspor ke luar negeri sudah terlebih dahulu disesuaikan dengan standar masing-masing negara.
" Kalau yang melalui distributor resmi, itu kan mereka sudah melalui penyesuaian syarat-syarat yang diminta oleh Taiwan, mulai dari kandungan beberapa unsurnya sudah sesuai. Nah, itu enggak ada masalah," lanjutnya.
Namun, pada kasus penarikan Indomie Rasa Ayam Spesial di Taiwan dana Malaysia, produk Indomie yang ditujukan adalah untuk pasar dalam negeri sehingga berakibat pada ketidaksesuaian standar negara tujuan ekspor.
" Nah yang masalah itu yang diimpor oleh individu-individu karena banyak orang Indonesia impor macam-macam salah satunya Indomie ini. Nah itu adalah Indomie yang standar Indonesia, memang berbeda jadinya," ucapnya.
Menindaklanjuti penarikan peredaran Indomie tersebut, Didi mengaku telah bertemu dengan kementerian dan lembaga terkait di Malaysia dan Taiwan.
Menurutnya, kejadian serupa sudah sering terjadi sebelumnya, mengingat diaspora Indonesia banyak yang bekerja dan tinggal di Taiwan dan Malaysia dan bebas untuk membawa produk-produk asal Indonesia.
" Bukan merek ini saja dan itu sebenarnya yang terjadi perbedaan antara yang diimpor oleh distributor resmi dan yang diimpor oleh individu. Kita diaspora banyak ya, apalagi di Taiwan. Jadi kita tidak menyalahkan ya mereka bisa bawa masuk, kan bisa pake tentengan," jelasnya.
Dream - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Taiwan dan Malaysia menarik mi instan asal Indonesia, Indomie Rasa Ayam Spesial dari peredaran setelah diduga mengandung bahan karsinogenik atau zat pemicu kanker. Zat tersebut ditemukan di bumbu mie instan Indonesia tersebut.
Kemenkes Taiwan menemukan Indomie Rasa Ayam Spesial mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia. Kemenkes Taiwan pun meminta para pengecer menarik dua produk ini dari toko-tokonya.
Menanggapi hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan mi instan merek Indomie Rasa Ayam Spesial produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk masih aman dikonsumsi masyarakat Indonesia.
BPOM menjelaskan, penarikan produk Indomie di Taiwan disebabkan terdapat perbedaan standar residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dalam produk makanan antara Taiwan dan Indonesia.
Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan, sementara Indonesia masih memperbolehkan.
" Di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar," kata BPOM dalam keterangan tertulis, Kamis 27 April 2023.
BPOM menyebut otoritas kesehatan Kota Taipei melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan merek 'Indomie Rasa Ayam Spesial' sebesar 0,187 mg/kg (ppm).
Selanjutnya, BPOM RI mengatakan metode analisis yang digunakan BPOM Taiwan (FDA) adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE) yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
Sementara Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM RI Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
" Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada," lanjut keterangan BPOM.
Lebih lanjut, BPOM mengatakan Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO. Menurut BPOM, beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida.