Derita Pengungsi Rohingya Getarkan Hati Mualaf Amerika

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 27 Mei 2015 11:01
Derita Pengungsi Rohingya Getarkan Hati Mualaf Amerika
Samuel menyaksikan sendiri penderitaan para Muslim Rohingya yang mengalami kekerasan melampaui batas.

Dream - Kondisi mengenaskan yang dialami para pengungsi Rohingya membuat aktivis HAM asal Amerika Serikat, Samuel Shrophire, 67 tahun, terkejut. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan kondisi mereka begitu parah.

Lantaran melihat sendiri kondisi pengungsi Rohingya, hati Samuel tergerak. Dia memutuskan masuk Islam setelah bertemu dengan muazin asal Rohingya di Jeddah.

Sebelumnya, Samuel yang telah 30 tahun mencecap pengalaman sebagai aktivis sempat mengunjungi kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, Myanmar, dan Thailand. Hatinya bergetar, melihat penderitaan para muslim yang mengalami kekerasan melampaui batas tersebut.

" Saya telah melakukan perjalanan di seluruh dunia, tapi saya tidak pernah mengalami tragedi kemanusiaan seperti ini," ujar Samuel kepada Saudi Gazette, dikutip Dream.co.id pada Rabu, 27 Meo 2015.

Dia tidak sanggup melihat penderitaan penduduk Rohingya. Dia pun mengecam dunia lantaran tidak ada satupun negara yang mau bersuara terkait tragedi kemanusiaan ini.

" Orang-orang Rohingya adalah salah satu orang yang paling dianiaya di dunia, tetapi, untuk sebagian besar, dunia telah bersalah karena kebisuan mereka dan kebisuan itu telah mematikan," kata Samuel.

Tidak hanya itu, Samuel mendesak para pejabat agama yang ditunjuk Pemerintah Myanmar bertanggung jawab atas penindasan terhadap muslim Rohingya. Karena kejahatan itu, ribuan penduduk Rohingya sampai melarikan diri dengan perahu agar bisa selamat.

" Saya mengunjungi salah satu kamp pengungsi PBB dan ada dua kamp pengungsi yang menampung 60.000 Rohingya, tapi ada 200.000 pengungsi lain di jalanan," katanya.

" Dan di antara 200.000 pengungsi itu, ada anak-anak. Mereka tidak memiliki orangtua. Mereka berjalan sambil menjajakan diri atau menjual heroin. Ini adalah anak-anak yang lahir dari orang tua muslim dan mereka sama sekali tidak ada harapan," lanjut dia.

Yang semakin membuat Samuel tercengang adalah kondisi anak-anak berusia 6-7 tahun, yang sampai menawarkan jasa pijat lantaran hidup terlantar. " Ketika mereka melihat seorang Bule, mereka akan berkata, 'Pak, saya bisa memijat Anda?'," terang dia.

Samuel baru saja menyelesaikan misi pencarian fakta di Thailand. Di sana, dia tinggal bersama pemimpin masyarakat Rohingya dan belajar bagaimana pengungsi melarikan diri dari Myanmar untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara-negara tetangga.

Tetapi, mereka hanya menemukan kenyataan yang jauh dari harapan. Mereka justru terombang-ambing di lautan dan menghadapi ancaman kematian setiap saat.

Seperti telah banyak dilaporkan, saat ini ribuan pengungsi Rohingya terdampar di lepas pantai Malaysia dan Indonesia. Banyak pemilik perahu yang mencari keuntungan dari krisis Rohingya dengan menawarkan jasa mereka untuk mengangkut pria, wanita dan anak-anak dengan ditukar ribuan dolar.

Malaysia dan Indonesia telah sepakat untuk memberikan orang-orang Rohingya suaka sementara. Tapi Samuel mengatakan solusi jangka panjang harus ditemukan, termasuk repatriasi ke Myanmar atau pemukiman permanen dan kewarganegaraan di negara-negara lainnya.

" Penduduk Rohingya dikendalikan oleh negara Myanmar. Pria dan wanita tidak dapat melakukan perjalanan antara kota-kota, merenovasi masjid atau bahkan memiliki anak atau menikah tanpa izin dari militer," kata Samuel.

Menurut perkiraan, ada sekitar 300.000 penduduk Rohingya di Arab Saudi.

Beri Komentar