Dream - Ini bukan di Yordania. Bukan pula di Saudi. Ruangan ini berada di kota yang berkilo-kilometer jauhnya dari Yordania. Seliweran sejumlah pria dan wanita memakai abaya Timur Tengah.
Di sudut kanan, sedikit merapat ke tembok terdapat shisha setinggi setengah meter. Kaligrafi tulisan Arab jadi hiasan utama hampir di tiap jengkal dinding.
Ruangan-ruangan bermulut seperti goa, berisi meja-kursi, siap menjamu. Adapula meja bundar dilengkapi dengan sofa lesehan. Bak menyantap menu ala raja-raja Timur Tengah. Makin sempurna dengan adanya musala.
Sekali lagi, ini bukan di Yordania. Melainkan di sebuah restoran ala Timur Tengah di Cikini, Jakarta Pusat. Tepatnya di Jalan Raden Saleh. Sejumlah restoran berjejer di antara beberapa ruko.
Sejak siang hingga malam, lahan parkir yang hanya mampu menampung tidak kurang dari sepuluh mobil selalu terisi. Pecinta kuliner dari dalam dan luar negeri kerap hilir mudik dari pintu ke pintu resto.
Areal ini memang dikenal sebagai pusat destinasi kuliner Timur Tengah di Jakarta. Sebut saja Aljazeera, Al Basha, dan Ali Baba sederet nama restoran yang dapat dijumpai di ruas jalan itu. Ruas jalan ini memang menjadi tujuan turis Timur Tengah untuk memuaskan dahaga dan lapar. Menu-menu sejenis nasi biryani, kare bebek, serta roti prata jadi santapan andalan.
Deretan bangku tertata begitu rapi memenuhi ruangan. Tetapi, ada beberapa titik yang hanya ada meja dikelilingi bantal alias lesehan. Tempat makan itu memang dikhususkan bagi pengunjung yang ingin merasakan sensasi makan ala keluarga Timur Tengah.
Restoran Al Basha berdiri sejak Juni 2008. Interior dan konsep Timur Tengah begitu kental. Mulai dari pakaian, dekorasi ruangan hingga perabotan makan kental.
" Pemilik restoran ini suaminya orang Yordania. Arab asli dari Yordan. Kita mengangkat seragam juga asli dari sana. Jadi, abaya asli dari Yordania," ujar Manager Restoran Al Basha, Hesty Abu saat berbincang dengan Dream awal pekan ini.
Para pelayan pun memberikan daftar menu. Tak begitu butuh lama menu makanan yang telah dipesan tersaji di meja makan. Dengan stok 80 menu, Al Basha memiliki sekitar 30 karyawan termasuk sang koki. " Karena menu kita menu kita tidak sedikit semuanya sama minuman hampir 80 menu dengan minuman. Kalau makanan ada sekitar 60 menu," kata Hesti.
Restoran cukup ramai pengunjung. Jumlah pengunjung akan lebih ramai dalam waktu dua bulan menjelang bulan puasa.
Di antara sekian banyak menu, ada satu yang menjadi andala. Nasi mandi (baca: madni) namanya. Nasi berselimut daging domba ini menjadi favorit sebagian besar pengunjung.
" Kalau mereka tidak (pesan) kambing artinya belum makan. Pengunjung lokal pun coba makanan kambing yang tidak ada bau kambing," jelas Hesti.
Kenapa favorit? Karena dari cara pengolahan masih tradisional menggunakan arang dan tungku tanah liat. Dasar tungku sudah disiapkan api dengan proses pembakaran minimal 2,5 jam. Kemudian daging domba yang mengundang gelimang nafsu makan itu diungkep.
" Kita ada alat khusus untuk daging. Setelah apinya siap, daging domba dimasukan ke tungku yang dasarnya ada baranya. Kita timbun lalu tutup dengan pasir," tambah Hesti.
Cara pengolahan seperti itu membuat nasi menjadi lebih tanak dengan bumbu yang meresap sempurna. Sementara daging kambing menjadi begitu lembut ketika dinikmati.
Santapan idola lainnya, Barbeque dan sate kambing khas Timur Tengah. Penyajiannya pun begitu istimewa. Dengan proses tradisional dan menggunakan arang. Hampir 70 persen hingga 80 persen pengunjung restoran Al Basha berasal dari Timur Tengah. " 20 Persennya turis lokal," kata Hesti.
Istimewanya lagi, bahan pendukung didatangkan langsung dari Yordania. Restoran ini malah punya pemasok khusus untuk mendatangkan bumbu masakan serta beras. Juga langsung dari negara bermata uang dinar itu.
Sebagai usaha yang bergerak di bidang kuliner, sertifikasi halal menjadi salah satu syarat utama. Hesti pun mengakui syarat itu penting untuk dipenuhi. Demi menjamin para pengunjung bisa terbebas dari kekhawatiran mengonsumsi barang yang dilarang agama.
Tapi bagaimana dengan sertifikasi halal? Baru tahun ini diwajibkan oleh pemerintah. Sebelumnya, Hesti belum menerima edaran untuk restoran halal harus mempunyai sertifikasi halal.
" Kita masih konfirmasi dengan relasi kita mengurus perizinan dan segalanya untuk sertifikasi halal. Mudah-mudahan tahun depan bisa diurus," kata Hesti.
Meski tidak mempengaruhi pengunjung yang datang, Hesti mengaku ada beberapa pengunjung yang menanyakan kepemilikan sertifikasi halal tersebut. Khusus pengunjung dari Timur Tengah, lanjut Hesti, sebagian besar sudah sangat paham bahwa masakan Timur Tengah pasti halal. Apalagi si pemilik asli muslim Yordania.
Tapi tidak bagi pengunjung lokal. " Ada juga yang sesekali waktu mereka menanyakan masakan di sini halal. Tapi sedikit sekali persentasenya," kata Hesti menjelaskan.
Pemain di bidang kuliner Timur Tengah, diakui Hesti memang cukup banyak. Saling bersaing dengan restoran lain untuk bisa bertahan. Alhasil, masing-masing restoran punya jurus tersendiri untuk bisa melanjutkan aktivitasnya. Tidak terkecuali Al Basha.
Di tengah persaingan berjalan begitu ketat, Al Basha punya cara sendiri menarik pengunjung. Restoran ini menyiapkan meja bilyard di salah satu sudut ruangannya. Sementara di sudut lain, ada tempat khusus bagi pengunjung untuk menikmati Shisa. Semuanya terletak di lantai 1
***
Laporan: Amrikh Endah Palupi
Lebarnya Ceruk Pasar
Semakin marak bermunculan restoran halal ala Timur Tengah menunjukan perkembangan bisnis kuliner halal meningkat. Tren ini bahkan meningkat mencapai 23 persen dari populasi dunia, seiring dengan meningkatnya jumlah populasi muslim.
" Perkembangan bisnis halal semakin meningkat seiring meningkatnya populasi muslim di dunia. Populasi di dunia sudah hampir seperempat atau sekitar 23 persen dari total populasi dunia," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan obat-obatan dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati.
Alasannya, menurut Muti, tidak lain karena meningkatnya kesadaran orang muslim untuk mengonsumsi produk olahan dan makanan halal. Fenomena ini terjadi di hampir seluruh dunia, menyebabkan terbukanya pasar kuliner halal.
Artinya pasar yang besar. Semakin meningkatnya kesadaran orang muslimnya sendiri mengonsumsi produk halal, dan kesadaran dari negara non-muslim bahwa negara muslim ini pasar tersendiri.
" Negara muslim ini menjadi tujuan pasar mereka sehingga menjadikan melihat domainnya. Hal itu yang mendorong perkembangan bisnis halal semakin meningkat perkembangannnya," jelas Muti.
Berdasarkan sejumlah literatur hasil penelitian menunjukkan, perkembangan bisnis syariah memiliki persentase yang sangat luar biasa. Dari 40 kota internasional itu yang disurvei, 14 kota itu ada di Asia Pasifik. Paling tinggi Dubai, Kuala Lumpur dan Singapura. Indonesia diwakili Bali.
" Dari sisi muslim travel, yang dimaksud dengan shopping di sini belanja dan kuliner. Artinya memang wisatawan muslim itu semakin meningkat di dunia," bebernya.
Penelitian lain dari Global Muslim Travel Index (GMTI). Pada 2014, segmen muslim sampai bisa 145 juta dolar dengan jumlah wisatawan muslim mencapai 108 juta di seluruh dunia. Prediksi tahun 2020 akan meningkat nilainya. Dari 108 juta wisatawan muslim menjadi 150 juta dengan nilai 200 juta dolar.
“ Artinya dengan orang muslim yang semakin banyak perbaikan pendapatan, turis menjadi salah satu aktivitas dengan adanya peningkatan pendapatan. Harusnya Indonesia bisa seperti itu," jelasnya.
Sementara untuk sertifikasi kehalalan, persentase restoran pemilik sertifikasi ini di Indonesia masih sedikit. Kondisi ini tidak begitu banyak mengalami perubahan meski telah dikeluarkan Undang-undang yang mewajibkan usaha makanan dan minuman harus memiliki sertifikasi halal.
Undang-undang sudah dikeluarkan tahun lalu, tapi pelaksanaanya belum mulai karena akan dilakukan secara bertahap. Ditambah lagi ada peraturan lain yang sedang disiapkan oleh pemerintah. Diharapkan, lanjut dia, 5 tahun setelah terbit yaitu pada 2019 harus sepenuhnya diterapkan. Artinya menjadi suatu kewajiban.
“ Dari sisi konsumen sendiri adanya sertifikat halal untuk restoran-restoran tentunya akan memberikan kenyamanan dan ketentraman untuk mengonsumsi produk makanan dan minuman," kata Muti.
Dalam hal ini Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kerap melakukan penyuluhan langsung bagaimana cara memproses sertifikasi halal. Khusus disediakan bagi mereka yang ingin melakukan sertifikasi halal terhadap perusahaan produk atau makanan.
" Kami secara rutin setiap minggu ada open house. Bahkan setiap hari kalau ada bertanya pun kami terbuka,” jelasnya.
Ada petugas yang memang disediakan untuk orang yang bertanya mengenai sertifikasi halal. Selama jam kerja mereka bisa datang ke kantor untuk bertanya. “ Seminggu sekali ada juga open house, ada satu kelas memberikan penjelasan ada," tutur dia.
Muti melibatkan komunitas-komunitas peduli halal. Komunitas itu berisi kumpulan ibu-ibu, mahasiswa dan pelajar. Kini mulai banyak dari mereka yang membantu penyuluhan. “ Baik ke konsumen dan membantu produsen terutama yang UKM kecil-kecil," tambah Muti.
Untuk mendukung agar program sertifikasi halal semakin massif, Muti menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintah dan komunitas pengusaha kuliner halal.
“ Itu dalam rangka untuk mensosialisasikan penting sertifikasi halal baik untuk konsumen ataupun untuk produsen," jelas Muti
***
Gudang Dinar Sepi Peminat
Industri kuliner halal dalam kerangka wisata syariah memiliki ceruk pasar yang begitu besar. Sementara pemain industri ini untuk level internasional tidak begitu banyak. Bahkan, berdasarkan data Asosiasi Hotel Syariah Indonesia (AHSIN) nilai perputaran uang di sektor muslim traveler dunia pada 2014 saja mencapai 140 miliar dolar, setara Rp1.921 triliun. Sementara di Indonesia baru mencapai 1,5 miliar dolar, setara Rp20 triliun.
Hal ini diakui oleh Direktur Eksekutif AHSIN Yopi Nursali. Dia bahkan berani menyebut Indonesia, meski memiliki penduduk beragama Islam terbesar, belum menjadi pasar bagi muslim travel. Penyebabnya, pelaku industri pariwisata terutama kuliner belum banyak tertarik untuk bermain di ceruk ini.
Yopi mendasarkan pada jumlah pelaku industri hotel dan restoran syariah yang menjadi anggota AHSIN. Dari sekian banyak pelaku, jumlah hotel dan restoran syariah hanya mencapai 50 pelaku hingga tahun 2014. Sementara untuk tahun ini diperkirakan hanya akan bertambah sebanyak 30 pelaku industri hotel dan restoran syariah.
Jumlah tersebut dinilai belum dapat menampung para wisatawan syariah. Alhasil, Indonesia belum juga dapat menjadi pelaku utama.
“ Sekarang, pasar Timur Tengah itu paling banyak ke Thailand, setelah itu Malaysia, dan kita di ranking paling bawah itu. Padahal muslim terbesar. Justru yang gencar itu ialah kita menjadi target pasar,” ungkap Yopi.
Penyebab lain, menurut Yopi, masih banyak daerah yang belum tertarik untuk mengembangkan sektor wisatanya masing-masing. Ini lantaran ada kekhawatiran benturan nilai-nilai lokal dengan karakter para wisatawan.
“ Kita lihat banyak daerah yang masih setengah hati mengembangkan destinasi wisata mereka. Kenapa, mengkhawatirkan soal dampak sosialnya,” kata dia.
Khusus untuk industri kuliner halal, terang Yopi, Indonesia juga masih kalah dengan negara lain. Indikasi ini terlihat dari masih sedikitnya pelaku bisnis kuliner yang memiliki sertifikasi halal. Sementara sertifikat ini menjadi syarat penting untuk menjamin kehalalan produk makanan yang disajikan.
“ Sebagai pembanding, di Singapura saja, restoran berlabel halal itu sudah 2000-an yang sudah disertifikasi. Adapun di Indonesia itu baru 300-an,” ungkap dia.
Padahal, terang Yopi, Indonesia masuk dalam nominasi Best Halal Culinary Destination di Abu Dhabi, lantaran hampir sebagian besar menu kuliner di Tanah Air dimasak dengan cara dan menggunakan bahan baku halal. Tetapi, hal itu tetap saja belum bisa mendongkrak minat wisatawan Timur Tengah untuk mencicipi kuliner Indonesia.
Atas hal itu, Yopi menekankan pentingnya pemilikan sertifikasi halal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan akan hak para wisatawan agar dapat menikmati sajian masakan halal.
“ Sertifikasi ini pada dasarnya adalah hak konsumen. Paradigma ini yang harus kita pegang. Konsumen berhak mendapatkan jaminan halal atas apa yang dia beli. Ini yang perlu diperhatikan,” kata dia.
Indonesia sebagai negara dengan komunitas muslim terbesar memang sudah selayaknya menjadi pemain utama industri kuliner halal. Sayangnya, masih banyak pemain industri ini yang setengah hati memberikan jaminan halal atas produk yang mereka tawarkan. Jadi siapkah anda menumpuk dinar dari bisnis kuliner halal?
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati