Gambar Ilustrasi/shutterstock
Dream - Generasi muda khususnya Milenial dan Gen Z kini memiliki gaya hidup yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Dalam hal pengeluaran, mereka kerap menghabiskan uang yang mungkin dianggap bersifat impulsif.
Misalnya kebiasaan membeli segelas kopi setiap harinya, ataupun sering liburan dengan alasan ‘healing’ dari rutinitasnya. Lantas, apakah kebiasaan tersebut sebenarnya memang sebuah kebutuhan atau hanya alasan untuk gaya hidup yang boros?
Jurnalis sekaligus aktivis Najwa Shihab menjelaskan bahwa terdapat karakter yang berbeda-beda di setiap generasi karena mereka lahir di situasi yang berbeda pula.
“ Maksud kita untuk mengkotakan mereka bukan untuk menggeneralisasi atau untuk membuat stereotype, tapi untuk membantu kita memahami apa karakter yang biasa muncul di mereka yang hidup dan lahir di situasi tertentu,” kata Najwa Shihab di The Space, Senayan City beberapa waktu lalu.
Sementara generasi milenial terutama generasi Z, ialah mereka yang lahir dan tumbuh saat internet sudah muncul. Hal itu membuat generasi mereka memiliki banyak pilihan dan cenderung memiliki gaya hidup yang dinamis.
“ Mereka hidup begitu melek sudah langsung ada internet, itu yang membuat mereka punya karakter paham banyak informasi, cepat bisa menguasai berbagai skill, kritis, menguasai skill beragam dan dilakukan pada saat yang bersamaan,” ungkap Najwa.
Di samping itu semua, mereka juga merupakan generasi media sosial yang terus terpapar informasi sehingga bisa menimbulkan berbagai kecemasan dalam dirinya.
“ Tapi di satu sisi, kita tahu generasi Z generasi milenial ini, generasi sosial media, ini adalah generasi pertama di muka bumi yang setiap hari terpapar informasi terus menerus yang akhirnya membuat mereka ada kecemasan,” kata pendiri Narasi itu.
Kecemasan itu muncul dari banyaknya paparan informasi termasuk berita buruk yang datang dari belahan bumi lainnya. Hal itulah yang kemudian memunculkan kebutuhan generasi muda untuk menyeimbangkan atau biasa disebut dengan healing.
“ Ya gimana gak cemas, bangun-bangun dapat berita buruk dimana-mana, Dari ujung bumi yang kiri sampai ujung bumi yang kanan, tahu soal krisis iklim, tahu soal susahnya dapat pekerjaan, atau krisis ekonomi,” ujarnya.
Ia menyebut, dari paparan di media sosial itu juga membuat mereka kerap membandingkan kehidupannya dengan apa yang dilihat melalui media sosial. Hal itulah yang kemudian menambah kecemasan generasi muda.
“ Yang juga menarik adalah, generasi ini karena generasi sosial media mereka terbiasa melihat apa yang terpampang dan membanding-bandingkan, sehingga mudah insecure,” kata anak Quraish Shihab itu.
“ Jadi mereka ya selalu punya kebutuhan untuk menyeimbangkan atau yang disebut sering healing gitu,” ungkapnya.
Menurutnya, situasi yang berbeda antar generasi itulah yang membuat kebutuhan anak muda juga turut berkembang. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan cara anak muda mendefinisikan arti dari “ kaya”.
Ia menyampaikan, kaya bisa diartikan memiliki melebihi kebutuhan kita. Namun, saat ini tidak mudah untuk mendefinisikan antara kebutuhan dan keinginan.
“ Kalau dulu tuh se-simple kebutuhan kita ya sandang pangan papan, kalau sekarang kebutuhan anak muda karena mereka itu tadi, mereka butuh healing, mereka butuh aktualisasi diri karena kondisi yang menyebabkan mereka seperti itu,” ujarnya.
Hingga akhirnya, saat ini kebutuhan generasi muda menjadi berkembang pada hal yang mungkin oleh generasi sebelumnya dianggap tidak penting.
“ Akhirnya butuh beli kopi setiap hari pada saat jam makan siang, yang itu bisa berarti kalau ditotal setiap bulan bisa seperlima gaji kali, mereka butuh datang ke psikolog untuk mental health mereka. Itu kebutuhan yang mungkin tidak pernah dirasa perlu oleh generasi-generasi sebelumnya,” ujar jurnalis yang akrab disapa Mbak Nana itu.
Oleh sebab itu, ia menyimpulkan hal tersebut ke dalam dua sisi pandangan. Memang kebutuhan anak muda yang berkembang atau sebagian anak muda yang memang punya sikap menikmati hidupnya.
“ Jadi bisa melihat ini dari dua sisi menurut saya, yang pertama ya kebutuhan mereka berkembang sehingga konsumsi mereka juga bertambah atau ya sebagian memang punya sikap mental yang ‘You Only Live Once’ gitu. Jadi harus menikmati kehidupan saat ini,” katanya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa tidak ada salahnya menikmati masa muda. Namun, harus tetap ada perhitungan dan pertimbangan untuk mempersiapkan masa depan.
“ Memang seharusnya tidak apa-apa menikmati atau mendapatkan kenikmatan instan hari ini, tetapi tetap harus mempertimbangkan masa depan. Jadi perhitungannya harus ada, menurutku itu,” ujarnya.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN