Pengunjung Di Pasaraya Manggarai, Jakarta, Sabtu (16/9) (Merdeka.com/Muhammad Luthfi)
Dream - Tak seperti biasa. Gerai itu terlihat sepi. Pengunjung satu dua. Itupun segera berlalu. Hanya melihat-lihat. Sebentar memilih, tanpa belanja. Padahal promo menggoda terlihat jelas di etalase. Ditulis besar-besar dengan warna merah menyala. Potongan setengah harga. Semua diobral.
Rak kios itu memang sudah tak menarik. Banyak yang kosong, bahkan telah ditumpuk karena tak ada barang dipajang. Stok tak banyak. Baju dan sepatu yang digelar pun merupakan persediaan lama. Model dan corak sudah jadul.
Lima belas pramuniaga berkemeja merah terlihat menganggur. Duduk lesehan, ngobrol santai sambil menunggu pembeli. Meja kasir di tengah ruangan juga hening. Mesin gesek kartu hanya teronggok di atas meja, tak berfungsi. Pencetak setruk pun tak pernah berderit lagi.
Naik ke lantai atas, tak kalah senyap. Lampu-lampu yang biasanya benderang, beberapa dimatikan. Baju-baju masih terlihat di gantungan. Ada pula mainan, mulai robot hingga mobil-mobilan. Travelbag pun terlihat masih nemplok di tembok. Semua tak tersentuh.
Manekin-manekin membisu di tengah lantai dua toko itu. Terselip di antara baju yang banderolnya juga sudah dipangkas separuh. Tak seperti yang sudah-sudah. Hari itu patung-patung plastik ini telanjang. Busana anggun yang biasa dikenakan telah dilucuti.
Di sudut lain, empat karyawan wanita tampak sibuk. Tangan mereka cekatan. Melipat serta memasukkan tumpukan pakaian ke kardus jumbo. Begitu penuh, langsung dikunci dengan lakban. Berbal-bal. Semua dikemas rapi.
Mendongak ke atas, suasana tambah sunyi. Bahkan gelap gulita. Namun, tangga otomatis terlihat masih berputar. Saat wartawan Dream hendak naik, seorang petugas keamanan melarang, " Jangan ke atas Mas, sudah sepi."
Itulah suasana gerai Matahari Department Store di Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan. Gerai itu memang dalam proses tutup. Manajemen PT Matahari Departement Store telah mengumumkan operasional toko itu berakhir 30 September.
Hari itu, Senin 2 Oktober 2017, mereka masih berkemas, sambil menghabiskan sisa barang. Suasana benar-benar sepi. Nyaris tak ada transaksi. Selain di lokasi itu, mereka juga menutup gerai di Pasaraya Manggarai.
***
Matahari bukanlah grup kecil. Dirintis sejak 24 Oktober 1958, mereka telah mengukir sejarah panjang di dunia ritel Indonesia. Cikal-bakal mereka dari sebuah toko pakaian anak-anak di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Mereka kemudian membuka department store pertama pada 1972.
Setelah itu, usaha mereka melesat. Hingga menjadi jaringan ritel raksasa dengan 156 toko di 71 kota. Sebanyak 50.000 orang mereka karyakan. Semester pertama tahun ini, mereka juga membuka empat gerai baru. Namun ironisnya, tahun ini pula mereka menutup cabang ke-137 di Manggarai dan ke-138 di Blok M.
Dua gerai itu ditutup karena sepi pengunjung. Tak sesuai tagret manajemen. Namun Presiden Direktur PT Matahari Putra Prima Tbk, Benjamin Maiool, mengatakan, penutupan gerai ritel normal saja. Bukan karena soal untung atau buntung.
" Kita ini riteler. Siapa yang enggak pernah tutup toko, pasti tutup. Siapa riteler yang enggak buka toko, semua buka toko. Jadi itu proses yang normal," ucap Benjamin, dikutip Dream dari Merdeka.com.
Ini memang bukan soal laba dan rugi. Lihat saja laporan keuangan Matahari pada Juli 2017. Mereka mencatatkan laba bersih Rp1,338 triliun. Naik, 15,6 persen dibanding keuntungan periode sama tahun lalu, yang hanya Rp1,157 triliun.
Penutupan kedua gerai Matahari itu juga menarik perhatian Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita. Menurut dia, penghentian dua gerai itu bukan karena daya beli masyarakat menurun, melainkan karena sepi pengunjung. Murni strategi bisnis.
" Itu yang tutup, yang sepi. Yang buka, yang ramai. Itu urusan kecerdasan, buat apa dipertahankan yang sudah menurun," kata Enggar.
Salah satu penyebab berkurangnya pengunjung mal ini disebut-sebut karena pola konsumsi masyarakat mulai bergeser. Kini konsumen mulai memilih belanja secara online yang lebih praktis. Tak perlu susah dan antre. Konsumen tinggal klik di ponsel, barang diantar ke rumah satu atau dua hari.
Dan dengarlah penjelasan Presiden Joko Widodo saat menjawab isu melemahnya daya beli masyarakat. Saat ini, kata dia, terjadi pergeseran perdagangan dari offline ke online. Indikatornya, jasa kurir naik 130 persen pada akhir September 2017.
" Angka ini didapat dari mana? Ya, kami mengecek DHL, JNE, Kantor Pos (PT Pos Indonesia). Saya kan juga orang lapangan. Jangan ada yang membantah," kata dia.
Menurut mantan wali kota Solo itu, toko konvensional gulung tikar karena ongkos operasional tinggi. Sementara, sewa gudang meningkat 14,7 persen. " Artinya apa? Ada swifting pergeseran dari offline ke online. Di Tiongkok juga sama. Yang tutup sudah lebih dari 30 persen. Sama," kata dia.
Jokowi mengatakan orang-orang juga turut menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk berjualan. Angka penjualan ini tak bisa dilacak dengan baik. Untuk melacak, pemerintah menggunakan jasa kurir.
Pergeseran pola konsumsi ini diamini Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto. Meskipun kecil, masyarakat mulai berpindah dari transaksi konvensional ke online. Menurut dia, saat ini pergeseran konsumsi baru terjadi di kalangan masyarakat menengah ke atas.
***
Tiga tahun belakangan bisnis online di Tanah Air memang menggeliat. Bak jamur di musim hujan. Ritel digital banyak muncul di dunia maya. Perkembangan teknologi telah mendorong tumbuhnya banyak e-commerce.
" Keberadaannya itu merupakan keniscayaan dan tidak bisa dilawan," ujar Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Enny Sri Hartati .
Toko digital lebih efisien. Tak perlu menyewa tempat untuk gerai. Tak perlu buka cabang di mana-mana. Barang-barang yang dipajang cukup berupa foto. Halaman situslah yang menjadi etalase. " Ini menurunkan rantai pemasaran yang panjang," tambah Enny.
Mari kembali ke Matahari. Mereka ternyata mulai beradaptasi. Selain berjuang mempertahankan gerai di mal, mereka membangun dua gerai online, mataharistore.com dan mataharimall.com.
Bila berkunjung ke situs yang diluncurkan tahun lalu itu, Anda bisa menemukan barang-barang yang dipajang di gerai Matahari di mal-mal besar. Barang di kedua gerai online Matahari itu sama persis dengan displai di toko-toko mereka di mal-mal.
Barang-barang itu bisa dibeli hanya dengan jari. Tak perlu susah datang ke mal. Tak usah keluar ongkos jalan, juga parkir. Tak perlu membelah kemacetan. Cukup duduk manis, barang datang diantar kurir. Beli apa saja, bisa!
Bisnis online ini diyakini bakal terus menggeliat. Riset Google dan Temasek tahun lalu memprediksi potensi pasar digital di Indonesia mencapai puncak pada 2025. Duit US$46 miliar, atau sekitar Rp620 triliun diyakini bisa diraup dari sektor e-commerce.
Angka itu memang masih estimasi. Tapi lihatlah grafik yang dilansir laman iprice.co.id. Data-data yang dicatat pada Juni lalu menunjukkan betapa besarnya potensi ritel-ritel digital. Mari kita ambil lima ritel online teratas dalam daftar itu.
Peringkat pertama ada Lazada. Dari data itu terlihat lebih dari 58 pengunjung datang ke situs saban bulannya. Dengan mempekerjakan 1.135 orang, mereka mampu melayani konsumen layaknya gerai di mal-mal.
Lihat pula kekuatan media sosial mereka. Aplikasi Lazada telah diunduh 10 juta kali. Toko online ini juga punya fanspage di Facebook. Tak main-main, sudah lebih dari 17,8 juta akun menjadi anggota. Sekali posting, pemilik akun sebanyak itu kemungkinan melihatnya. Halaman digital ini bisa jadi sarana promo yang efektif.
Tokopedia tak kalah ramai. Ritel online yang baru disuntik dana Rp14 triliun dari kelompok Alibaba ini perbulan dikunjungi 50,6 juta kali. Aplikasi mereka juga sudah diunduh 10 juta kali. Fanspage gerai online yang memiliki lebih dari seribu karyawan ini punya anggota lebih dari tiga juta akun.
Elevania menyusul sebagai ritel digital yang banyak dikunjungi. Tiap bulan, setidaknya lebih dari 34 juta orang meriung di sana. Aplikasi mereka telah di-instal lebih dari sejuta. Fanspage Facebook toko dengan pegawai sekitar 300 orang ini punya anggota lebih dari 1,2 juta.
Berikutnya ada Bukalapak. Tiap bulan tercatat lebih dari 30 juta pengunjung datang ke situs ini. Aplikasi yang mempekerjakan sekitar 700 karyawan ini sudah diunduh 10 juta. Sementara fanspage Facebook mereka beranggotakan lebih dari 1,8 akun.
Kemudian, ada Blibli yang menggaet lebih dari 27 juta pengunjung saban bulannya. Aplikasi mereka juga telah ter-instal sejuta kali. Toko dengan pegawai sekitar 600 orang ini juga punya fanspage Facebook dengan anggota lebih dari 4,7 juta akun.
Bagaimana mataharimall.com? Saban bulan mereka mendapat lebih dari tujuh juta pengunjung. Angka itu tentu bukan jumlah yang kecil.
Lantas, apakah dengan tren online ini akan menggusur gerai-gerai tradisional? Bisa jadi. Tapi yang jelas, mereka sudah mulai mencoba beradaptasi, seperti yang dilakukan Matahari.
Menurut Enny, pengusaha-pengusaha yang punya gerai-gerai konvensional itu pasti mengikuti alur. Bertransformasi. " Ini tergantung permintaan. Nanti permintaan akan bergeser. Bukan supply create demand, tapi demand create supply. Terbalik," tutur Enny.
Laporan: Muhammad Ilman Nafi'an & Arie Dwi Budiawati
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik