Hafiz (3): Ismail Haniya, Seorang Hafiz Pemimpin Palestina

Reporter : Sandy Mahaputra
Senin, 16 Maret 2015 19:37
Hafiz (3): Ismail Haniya, Seorang Hafiz Pemimpin Palestina
Delapan tahun menjadi orang nomer dua di Palestina. Kerap jadi target pembunuhan Israel.

Dream - Malam baru saja membungkus kota Gaza City. Beberapa jam selepas waktu salat Isya, jalanan sudah lenggang. Sepi. Malam itu, 29 Juli 2014, hampir semua orang sudah berada di peraduan.

Begitu kegelapan telah sempurna memeluki Gaza, mendadak deru pesawat tempur F-16 dan helikopter tempur Apache milik Israel memecah langit. Dengan kaca mata khusus untuk malam hari, para pilot bermanuver, terbang rendah. Merobek keheningan malam.

" Darrr..." Gelegar ledakan dahsyat sebuah roket yang dimuntahkan pesawat jet mengenai target utama Israel malam itu: sebuah rumah sederhana di dekat kamp pengungsian As-Syathi, Gaza.

Langit pun memerah saga. Warga segera berhamburan keluar rumah. Kocar-kacir ketakutan. Sepanjang sisa malam itu, jet tempur Israel tak henti meraung dan menghujani rumah itu dengan rudal sampai rumah itu rata dengan tanah. Dan, para penghuninya di dalam rumah, sudah dipastikan hancur berkeping-keping.

Malam itu memang bukan sekadar serangan udara biasa. Namun misi mereka adalah membunuh Ismail Haniya, pemimpin Hamas, organisasi antinegara Zionis.

Menjelang subuh, aksi biadab itu baru berhenti. Serdadu Israel balik kanan meninggalkan Gaza yang sudah porak-poranda, berlinang darah. Mereka yakin betul Haniya sudah tewas di dalam rumahnya yang sudah tak lagi berbentuk itu.

Namun, ajaib, Ismail Haniya ternyata selamat. Ia lolos dari serangan mematikan Israel. Saat kejadian, Haniya dan keluarga secara kebetulan tengah tidak ada di rumah.

Keesokan harinya, mantan Perdana Menteri Palestina itu muncul kehadapan publik. " Kediamanku tidaklah lebih bernilai daripada rumah-rumah anak-anak bangsa kami, pemboman 'batu' itu tidak memecahkan tekad kami dan kami akan terus bertahan sehingga mendapat kebebasan," ujarnya lantang.

Buat Haniya, kediamannya bukanlah tempat istimewa. Tak ada perabot mewah di sana. Tembok rumahnya saja sudah kusam. Mereka biasa makan sambil bersila dan tidur hanya beralaskan dipan sederhana.

Padahal dia delapan tahun berturut-turut menjabat posisi Perdana Menteri Palestina. Saat rumahnya diserang, dia baru sebulan mengundurkan diri dari jabatan strategis itu.  

Saban malam dia selalu berpatroli untuk memastikan keamanan rakyatnya. Harta berharga yang ia miliki cuma satu, yakni Alquran. Banyak orangtua berharap anaknya kelak bisa seperti Haniya, menurut mereka....

1 dari 2 halaman

Penghafal 30 Juz Alquran

Penghafal 30 Juz Alquran © Dream

Sosoknya yang sederhana, membuat pria berbadan besar yang lahir di kamp pengungsi al-Shati, Jalur Gaza, 29 Januari 1963, itu begitu dicintai rakyat Gaza. Ditambah lagi, Haniya punya kemampuan luar biasa: ia penghafal 30 juz Alquran. 

Bahkan anak Haniya yang bernama Aid berhasil menyempurnakan hafalan Alquran dalam 35 hari dan memperoleh gelar mumtaz (sempurna). 

Haniya karenanya adalah satu dari sedikit pemimpin dunia penghafal Alquran alias hafiz.

Tak heran banyak orangtua di sana berharap anaknya kelak bisa seperti Haniya, seorang pemimpin rendah hati yang juga hafiz.

Pernah suatu hari, saking mengagumi sang pemimpin, seorang warga Gaza bernama Ala al-Hindi Abu Mahmoud mengundang Haniya, yang saat itu masih menjabat Perdana Menteri Palestina. Ia mengirim selembar surat undangan ke Hanita untuk datang ke acara aqiqah anaknya.

" Saya hanyalah seorang rakyatmu yang sederhana, tidak mempunyai permintaan khusus atau maksud apapun. Tetapi saya hanya berkeinginan mengundangmu untuk mengunjungi rumah saya yang sederhana, dalam rangka kelahiran anak saya baru-baru ini," tulis al-Hindi dalam suratnya.

Tidak disangka, Haniya datang memenuhi undangan itu, Jumat 18 April 2014. Kesediaannya datang di sela-sela kesibukan mengurus negara yang selalu diteror Israel membuat al-Hindi terharu. 

Melihat keramahan dan kerendahan hati sang Perdana Menteri, al-Hindi tak segan meminta hadiah buku yang dinilai paling berpengaruh bagi perjalanan hidup Haniya.

Tanpa sungkan Haniya menghadiahkannya buku berjudul Abjadiyat At-Tashawur Al-Haraki lil Amal Al-Islami karangan ulama kondang Fathi Yakan.

2 dari 2 halaman

Paling Keras terhadap Israel

Paling Keras terhadap Israel © Dream

Di balik sikapnya yang santun dan lembut, Haniya adalah sosok paling keras terhadap Israel. Dia tak kenal kompromi untuk negara Zionis itu. 

" Rakyat Palestina tidak akan pernah mengakui eksistensi Israel, dan penjajahan atas tanah Palestina harus segera dihapuskan," kata Haniya dalam sebuah orasi di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Haniya sempat dipenjara selama tiga tahun oleh pemerintah Israel pada 1989, karena berpartisipasi dalam Intifada Pertama serta keanggotaannya pada organisasi perlawanan Hamas. 

Pada 1992, ia dibebaskan dan diasingkan ke Lebanon bersama Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Rantisi dan politisi senior Hamas lainnya. 

Setahun kemudian ia kembali ke Gaza dan ditunjuk sebagai dekan di Universitas Islam.

Haniya lalu ditunjuk sebagai Perdana Menteri Palestina menyusul kemenangan Hamas pada Pemilu 2006. Ia bertugas secara resmi sejak 26 Maret 2006 di bawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Abbas. Delapan tahun lamanya dia menjabat posisi bergengsi itu.

Haniya lalu mengundurkan diri secara sukarela pada Juni 2014 lalu, untuk memberi kesempatan pada Perdana Menteri Palestina baru sebagai simbol rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas, dua gerakan partai politik yang bersaing di Palestina. 

Seperti diketahui, kedua gerakan politik itu selalu bersaing. Fatah menguasai Tepi Barat dan Hamas menguasai Gaza. Dengan pengunduran diri itu, Haniya berharap terjadi persatuan kembali antara dua faksi itu di Palestina.

Begitulah potret kepemimpinan Ismail Haniya. Ia dikenal berhati lembut dan sederhana. Sebagai Perdana Menteri Palestina, dia memilih tetap tinggal di pemukiman pengungsi Gaza, dan bukan rumah mewah fasilitas negara sesuai jabatannya. Dan, satu hal lagi yang istimewa, dia juga adalah salah satu pemimpin negara yang juga seorang hafiz. (eh)

(Berbagai sumber)

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More