Nasib WNI di Paman Sam

Reporter : Maulana Kautsar
Senin, 20 Februari 2017 20:10
Nasib WNI di Paman Sam
Trump melarang imigran 7 negara Muslim masuk ke AS. Bagaimana nasib WNI di Amerika Serikat?

Dream - Mobil itu terus menderu. Menyusuri aspal tol Kota Boston. Perempuan berhijab duduk di belakang kemudi, mengendalikan setir. Jarum speedometer tak bergeser penuh. Hanya beranjak beberapa derajat dari titik nol. Kecepatan si roda empat itu pun sedang-sedang saja.

Tak lama, laju mobil itu terganggu. Dari kaca spion terlihat dua orang menunggang motor gede datang dari buritan. Mereka memburu, mengapit dari sisi kiri dan kanan. Mata mereka menembus kaca. Menatap tajam si pemakai hijab. Tak bersahabat.

Mereka terus menarik gas. Mendahului laju mobil. Tapi tiba-tiba berhenti. Penunggang moge itu meghalangi jalan. “ Lalu mengacungkan jari tengah,” tutur wanita berhijab itu, sebagaimana dikutip dari BBC.

Gas mobil setengah dilepas. Gantian jantung perempuan berhijab itu yang seolah dipacu. Dag dig dug menghadapi ancaman.

Pengendara mobil itu bernama Lily. Muslimah asal Indonesia yang bermukim di Massachusetts. Teror berbau rasis itu dia alami beberapa saat sebelum Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

Jelas saja single parents itu cemas. Bersama ibu-ibu lain, dia berkumpul di masjid sekitar rumah. Mereka saling menguatkan. Imam masjid pun memberi berpesan agar menghindari segala perdebatan. Terutama masalah politik AS.

Pelecehan semacam itu terus meningkat setelah Trump dilantik. Apalagi setelah bos properti itu mengeluarkan Executive Orders pada 27 Januari. Dia melarang masuk pendatang dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim: Suriah, Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman.

Kebijakan itu membuat dunia gempar. Banyak orang tertahan di pintu-pintu masuk Paman Sam. Protes penolakan meluas. Di dalam maupun luar negara. Dunia mengecam aturan imigrasi Trump.

Nama Indonesia memang tak masuk daftar. Tapi bukan berarti tak ada kekhawatiran. Simaklah kisah Testriono, warga Indonesia yang tengah mencecap ilmu di Amerika. Dia merasa ketar-ketir dengan kebijakan itu.

“ Perintah eksekutif Presiden Trump memang menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi kami, khususnya para mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di AS,” ujar Testriono, dikutip Dream dari Merdeka.com.

Meski demikian, Testriono mengaku tak menerima perlakuan diskriminatif setelah Trump dilantik maupun sesudah Perintah Eksekutif itu diteken Trump.

“ Kami di sini tetap bisa beraktivitas seperti biasa, belajar, dan tetap terjamin dari segi keamanan,” sambung dia.

Testriono dan keluarganya diperlakukan setara tanpa dibedakan ras, suku, dan agama. Bahkan mereka menerima jaminan dari pemerintah AS yang berjanji tetap memastikan bantuan apabila sedang terancam bahaya.

“ Jaminan keamanan dari otoritas setempat tetap ada. Kami tetap bisa menghubungi 911 apabila sedang berada dalam bahas. Yang jelas, apabila segala dokumen yang kita miliki lengkap dan resmi kita tetap diperlakukan sama,” papar dia.

Mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Universitas Illinois, ini menyebut, selama tidak menimbulkan keributan berarti di AS, keamanan mahasiswa Indonesia tetap terjamin.

“ Selama kita tetap bisa menjaga diri dan mematuhi hukum yang berlaku, kita pasti aman di negeri ini,” ujar Testriono.

***
Pemerintah Indonesia menyayangkan Perintah Eksekutif Trump. Presiden Joko Widodo menyebut kebijakan pemerintah harus menjunjung prinsip kesetaraan.

“ Prinsip konstitusi saya kira jelas bahwa yang namanya keadilan, yang namanya kesetaraan, harus terus diperjuangkan,” tegas dia.

Meski demikian, pria yang beken dengan nama Jokowi itu memastikan kebijakan imigrasi Trump tak berdampak bagi warga Indonesia. Masyarakat diminta tetap tenang. “ Kita tidak terkena dampak dari kebijakan itu, kenapa resah?” ujar dia.

Tapi bukan berarti pemerintah berpangku tangan. Melalui kedutaan besar dan konsulat di kota-kota AS, pemerintah Indonesia mengambil langkah sigap, melayani WNI di sana.

“ Pemerintah Indonesia melalui perwakilan RI di seluruh Amerika Serikat terus mengamati perkembangan yang terjadi dan akan mengantisipasi dampak yang mungkin timbul bagi WNI,” ujar Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal.

Setelah Perintah Eksekutif Trump ditandatangani, Konsulat Jenderal Republik Indonesia di sejumlah kota AS melakukan konsolidasi. Enam poin imbauan disebar. Intinya minta warga Indonesia di Amerika tenang dan hormati hukum setempat.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington dan KJRI di Houston, Los Angeles, New York, dan San Francisco, ramai-ramai memasang hotline 24 jam. Lewat saluran itu, pemerintah siap melayani warga Indonesia di AS yang mengalami kesulitan.

Warga Indonesia di AS diimbau terus menjalin hubungan baik dengan komunitas lain, terutama yang juga menghadapi masalah serupa. Selain itu disarankan mmebentuk grup-grup pesan singkat untuk sarana bertukar informasi.

Pertemuan KBRI Washington dengan tokoh masyarakat Indonesia di sana pada 30 Januari juga menyepakati pencetakan Kartu Informasi Penting yang berisi nomor hotline perwakilan RI se-AS dan “ what to do” saat menghadapi pihak imigrasi atau kepolisian setempat.

Berdasarkan catatan KBRI Washington, pada Januari silam setidaknya ada 221 layanan telepon darurat perlindungan WNI selama Januari 2017. Sementara, pada Minggu pertama Februari ada 153 layanan dan 70 pada minggu berikutnya.

Layanan perlindungan seperti ini juga diterima oleh KJRI di sejumlah kota di AS. Di KJRI New York misalnya, pada minggu perdana Februari perwakilan Indonesia di kota yang tak pernah terlelap itu menerima 153 layanan telepon darurat perlindungan WNI. Pada minggu berikutnya meningkat menjadi 234.

Perwakilan-perwakilan pemerintah itu juga proaktif. Lihatlah lini masa akun Facebook Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York. Di sana Anda akan menemukan berbagai informasi soal imigrasi.

Mereka juga mengadakan pertemuan dengan warga Indonesia di kota masing-masing. KJRI New York, misalnya, mereka bekerja sama dengan Indonesia Diaspora Network (IDN), mengadakan Town Halla Meeting.

Seluruh warga Indonesia di sekitar pusat bisnis AS itu diundang untuk konsolidasi menyikapi kebijakan Trump. Pertemuan ini digelar Sabtu 18 Februari 2017.

Beri Komentar