Penelitian Terbaru Corona Wuhan: Covid-19 Diduga Bermutasi Jadi Lebih Bahaya

Reporter : Sugiono
Kamis, 2 April 2020 12:48
Penelitian Terbaru Corona Wuhan: Covid-19 Diduga Bermutasi Jadi Lebih Bahaya
Seorang pasien yang tertular corona bisa bertahan selam 49 hari dan sembuh. Dia menjadi pengidap covid-19 terlama di Wuhan.

Dream - Para peneliti memperingatkan mungkin ada lebih banyak 'pasien yang terinfeksi secara kronis' akan membawa virus corona penyebab Covid-19 ke lingkungan mereka dan memicu wabah.

Seorang pria paruh baya pasien Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala parah diduga telah membentuk 'hubungan simbiosis dinamis' dengan virus corona setelah mengalami sakit berkepanjangan selama 49 hari, peneliti militer Cina melaporkan dalam artikel di Medrxiv.org minggu lalu.

Pasien yang diamati tersebut dilaporkan memiliki viral load atau jumlah virus penyebab Covid-19 yang tinggi dalam tubuhnya. Namun, anehnya, indikator sel kekebalan tubuhnya menunjukkan kondisi yang tetap stabil.

" Virus dan inangnya bahkan mungkin telah membentuk hubungan simbiosis," kata para peneliti dari Universitas Kedokteran Angkatan Darat di Chongqing, Rumah Sakit PLA No 967, Dalian dan Rumah Sakit Umum Komando Teater Pusat PLA di Wuhan.

1 dari 7 halaman

Durasi Sakit Covid-19 Terlama

Para peneliti mengatakan karena tubuhnya tidak bisa menghancurkan virus corona dengan terapi reguler dan diduga masih bisa menularkan penyakit, pasien tersebut kemudian menjalani transfusi plasma yang diambil dari pasien Covid-19 yang sembuh.

Hasilnya, setelah melakukan tes swab, pasien tersebut diketahui negatif Covid-19 dua hari kemudian.

Menurut para peneliti, hilangnya virus yang memakan waktu 49 hari merupakan durasi yang paling lama diketahui untuk pasien yang selamat dari Covid-19.

2 dari 7 halaman

Tidak Menunjukkan Gejala Parah

Pengamatan klinis sebelumnya menunjukkan waktu rata-rata pasien yang bertahan hidup hingga dinyatakan negatif adalah 20 hari, dengan kasus terpanjang selama 37 hari. Biasanya, semakin lama durasinya, semakin parah kasusnya.

Tapi pria paruh baya yang sakit Covid-19 selama 49 hari itu tidak menunjukkan kondisi yang parah. Dia hanya demam ringan, tidak mengalami batuk, sesak napas, atau gejala Covid-19 lainnya.

Pencitraan CAT pasien menunjukkan lesi infeksi pada paru-paru bilateral, yang menghilang beberapa hari setelah ia dirawat di rumah sakit. Suhu tubuhnya juga kembali normal, para peneliti melaporkan.

Namun, anehnya, tes asam nukleat menunjukkan dia positif Covid-19 dengan viral load yang secara konsisten tetap tinggi. Jumlah virus corona dalam tubuhnya sama dengan kasus Covid-19 yang berat atau kritis.

3 dari 7 halaman

Virus Penyebab Covid-19 Bermutasi?

Hal ini menunjukkan adanya kemampuan dari virus untuk menginfeksi tubuh manusia dalam waktu lama. Kasus ini 'mungkin cenderung menjadi kasus infeksi kronis jika tidak diberi pengobatan transfusi plasma', kata para peneliti.

Para peneliti percaya kasus ini dapat mengindikasikan adanya subtipe virus baru yang ringan, yang memiliki toksisitas lebih rendah dan penularan yang lebih lemah tetapi lebih sulit untuk dihilangkan.

Artinya, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 mungkin telah bermutasi menjadi virus baru yang tidak bisa dihilangkan dengan terapi atau perawatan reguler.

Tetapi virus subtipe baru ini baru bisa hilang setelah pasien menjalani transfusi plasma dari pasien yang sembuh dari Covid-19.

(Sah, Sumber: SCMP)

4 dari 7 halaman

Penelitian di Wuhan: Virus Corona Covid-19 Diduga Rusak Hormon Reproduksi Pria

Dream - Para ilmuwan di Wuhan dilaporkan telah melakukan sebuah penelitian tentang efek penularan virus corona Covid-19 pada sistem reproduksi pria. Meski masih tahap awal dan dalam skala kecil, ilmuwan menemukan adanya masalah reproduksi pada pria yang dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Penelitian yang diterbitkan di medRxiv.org ini adalah pengamatan klinis pertama dari dampak potensial Covid-19 pada sistem reproduksi pria, terutama di antara kelompok usia muda.

Para peneliti dari Rumah Sakit Zhongnan Universitas Wuhan bersama dengan Pusat Penelitian Klinis untuk Diagnosis Prenatal dan Kesehatan Kelahiran Hubei menganalisis sampel darah dari 81 pria berusia 20 hingga 54 yang dites positif dan dirawat di rumah sakit selama bulan Januari 2020.

Usia rata-rata pasien adalah 38 tahun, dan sekitar 90 persen dari mereka hanya memiliki gejala ringan. Sampel dikumpulkan pada hari-hari terakhir mereka tinggal di rumah sakit.

5 dari 7 halaman

Ilmuwan China: Virus Covid-19 Sangat Sensitif Terhadap Suhu Tinggi

Menggunakan sampel, tim ilmuwan meneliti rasio testosteron terhadap hormon LH (luteinizing hormone), yang disebut dengan rasio T/LH.

Rasio T/LH yang rendah menjadi indikasi adanya hipogonadisme atau kegagalan fungsi testis yang menyebabkan produksi hormon reproduksi pria yang lebih rendah.

Testosteron adalah hormon reproduksi utama pria yang penting untuk pengembangan karakteristik seksual primer dan sekunder, seperti testis, otot, massa tulang, dan rambut.

Sementara hormon LH ditemukan pada pria dan wanita, yang salah satu fungsinya untuk memicu terjadinya ovulasi atau pembuahan.

6 dari 7 halaman

Produksi Hormon Berkurang

Ciri-ciri Organ Reproduksi Wanita yang Siap Hamil

Hasil analisis menunjukkan rasio rata-rata produksi hormon reproduksi untuk pasien Covid-19 sebesar 0,74, atau hanya setengah dari tingkat normal.

" Karena lebih dari separuh orang dengan Covid-19 berusia produktif, lebih banyak perhatian harus diberikan pada efek Sars-CoV-2 pada sistem reproduksi," tulis peneliti Wuhan dalam penelitian tersebut.

Mereka mengatakan hasil penelitian ini tidak konklusif dan sampel darah bukan bukti langsung masalah reproduksi dengan pasien Covid-19.

" Faktor-faktor lain, seperti pengobatan dan respons sistem kekebalan tubuh, juga dapat menyebabkan perubahan hormon," tambah mereka.

7 dari 7 halaman

Virus Serang Organ Reproduksi Pria?

Kenali Tanda-Tanda Infeksi di Area Reproduksi

Sementara itu, Li Yufeng, seorang profesor kedokteran reproduksi di Rumah Sakit Tongji di Wuhan, telah memprediksi dalam sebuah penelitian bahwa testis bisa menjadi target utama serangan virus corona.

Studi lain juga menunjukkan bahwa sindrom pernapasan akut parah (SARS), yang merupakan kerabat jauh dari virus corona baru, juga dapat menyebabkan peradangan pada testis.

Seorang peneliti di Universitas Kedokteran Nanjing, mengatakan penelitian baru ini merupakan 'informasi yang sangat berharga'. Tetapi sampel yang lebih besar diperlukan untuk mengklarifikasi hasilnya.

" Banyak virus dapat mempengaruhi kesuburan, tetapi tidak setiap virus dapat menyebabkan pandemi. Jika dampaknya tahan lama, itu bisa menjadi masalah," kata peneliti, menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah tersebut.

(Sumber: SCMP)

Beri Komentar