Dream - Wacana akan munculnya kembali gelombang perlawanan seluruh rakyat Palestina atas kekejaman Israel, kerap dikenal dengan istilah 'intifada' belakangan merebak.
Sejumlah media asing mewartakan potensi munculnya gelombang ini, menyusul bentrokan di Masjidil Aqsa mulai pertengahan September yang hingga saat ini masih terjadi.
Sedikitnya tiga korban tewas dalam bentrokan tersebut, yang semuanya masih berstatus anak-anak dan remaja, yaitu Abdel Rahman Shadi, 13 tahun, yang tinggal di kamp pengungsian Aida di Bethlehem; Muhanad Halabi, 19 tahun; dan Huthayfa Othman Suleiman, 18 tahun.
Penyebabnya, mereka dituduh oleh pihak tentara Israel telah menyerang warga Israel yang masuk ke Masjidil Aqsa dengan pisau, menyebabkan dua orang tewas dan seorang bocah dua tahun mengalami luka parah.
Jurnalis asal Inggris, Peter Beaumont membuat analisis mendalam terkait wacana ini. Jurnalis yang bekerja pada media Inggris The Guardian dan berpengalaman melakukan liputan konflik seputar Timur Tengah, termasuk Palestina bahkan memberi judul tulisannya 'Is a third Palestinian intifada on the way - or has it already begun?' (Apakah intifada rakyat Palestina akan terjadi - atau kini sedang dimulai?).
Intifada merupakan gerakan perlawanan total yang dilancarkan oleh rakyat Palestina terhadap Israel. Dalam catatan sejarah, intifada pertama kali bergelora di tahun 1987 lalu kembali menggema pada 2000.
Seluruh rakyat melibatkan diri dalam perjuangan pembebasan Palestina tersebut. Banyak dari mereka harus meregang nyawa, lantaran perlawanan yang tidak sebanding dengan kekuatan Israel. Pasalnya, mereka terkadang hanya mengandalkan batu. Tetapi, gerakan itu sempat membuat dunia tercengang karena keberanian rakyat Palestina.
Peter mengutip perkataan juru damai Palestina, Saeb Erekat, bentrokan yang terjadi di Masjidil Aqsa mengingatkan pada peristiwa tahun 2000. Di tahun itu, bentrokan terjadi lantaran Perdana Menteri Israel Ariel Sharon masuk ke kompleks Masjidil Aqsa, yang akhirnya memicu intifada kedua.
" Pengalaman menunjukkan kepada kami, Israel tidak pernah mau melihat Palestina meraih kemerdekaan dengan mudah," ujar Saeb yang dikutip oleh Peter.
Wacana tersebut kemudian berlanjut ke Jerman. Kementerian Luar Negeri Jerman melalui juru bicaranya Martin Schafer menyebut apa yang tengah terjadi di Masjidil Aqsa mencerminkan situasi pada lima belas tahun silam.
" Apa yang tengah terjadi di hadapan kita saat ini seperti intifada baru," tulis Peter, mengutip Martin.
Tetapi, Peter menuliskan sempat ada keraguan intifada ketiga dapat bergulir. Menurut dia, situasi politik di internal Palestina kini tengah tidak kondusif. Banyak pihak yang berharap Mahmoud Abbas mundur sebagai kepala negara, lantaran tidak bisa mengambil sikap tegas dalam konflik ini.
Meski demikian, Peter menyatakan intifada ketiga masih memiliki potensi yang besar untuk terjadi. Ini mengingat dampak yang ditimbulkan dari bentrokan di Masjidil Aqsa tidak dapat dipandang sebelah mata.
Dia pun memprediksi bentrokan tersebut akan berlangsung dalam waktu lama, laiknya intifada pertama pada 1987 berakhir dengan perjanjian Oslo di tahun 1993, dan intifada kedua pada 2000 berakhir pada perjanjian damai di tahun 2005.
Sumber: theguardian.com
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati