Dua Anggota Bhabinkamtibmas Yang Berani Menghentikan Mobil Kapolda NTB (kicknews.com)
Dream - Tugas seorang polisi adalah mengabdi kepada masyarakat. Meski harus berhadapan dengan pimpinan, polisi tidak boleh sekalipun mengabaikan tugas utamanya itu.
Hal inilah yang ingin ditunjukkan oleh dua polisi anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Polsek Praya Barat Daya, Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Ketut Surya Ningrat dan Brigadir Indra Jaya Kusuma.
Keduanya berani menghentikan mobil dinas Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTB Brigjen Pol Umar Septono. Alasannya, hanya ingin menyeberangkan seorang nenek yang membawa kelapa.
Keduanya lalu dipanggil oleh Umar untuk mengikuti apel di Mapolda NTB. Umar meminta keduanya berdiri di belakang dia.
" Coba jelaskan sekarang, kenapa kamu berani hentikan mobil saya. Padahal saya pakai mobil dinas, pakaian dinas," tanya Umar kepada Ketut dan Indra, dikutip dari kicknews.today, Rabu, 29 Juni 2016.
Ketut menjawab pertanyaan itu dengan tegas dan tenang. " Karena saya bekerja untuk masyarakat. Saya diberikan tugas untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan melayani pimpinan," kata Ketut, disambut riuh tepuk tangan.
Jawaban Ketut membuat Umar kagum. Ia pun segera menggerakkan tangan kirinya, yang masih memegang tongkat komando, mengangkat topi. Umar ingin menunjukkan penghormatan atas dedikasi dua anggotanya itu.
" Saya pun merinding," kata Umar.
Umar lalu memuji keduanya di hadapan seluruh jajaran Polda NTB. Ia juga mengaku kagum atas keberanian dua anggota itu.
" Kenapa dia tidak takut, sebab dia mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dia tahu, nasibnya tergantung kepada Tuhan, bukan kepada Kapolda,” ucap Umar.
Peristiwa penghentian mobil dinas Kapolda NTB itu terjadi pada Rabu pekan lalu. Mobil yang dikendarai Kapolda NTB itu tengah melintas di bypass Bandara Internasional Lombok.
" Waktu itu ada yang mau menyeberang. Satu orang nenek bawa kelapa. Kebetulan ada mobil Pak Kapolda dari arah barat, ya saya stop," kata Ketut.
Ketut mengaku melakukan perbuatan itu secara sadar. Ia pun tahu akibat apa yang akan dia terima karena keberaniannya bersama rekannya, Indra, namun Ketut lebih memilih mengambil resiko ketimbang harus mengorbankan masyarakat.
" Saya pengen dekatkan diri kepada masyarakat saya, agar polisi ke depan menjadi lebih baik dan dicintai masyarakat," kata dia.
(Ism, Sumber: kicknews.today)
Dream - Dalam beberapa kali terjadi bentrok antara anggota TNI dan polisi. Belakangan diketahui pemicunya berawal dari pelanggaran lalu lintas.
Sebagai aparat mereka tak terima ditegur. Sampai akhirnya berujung keributan hingga bawa-bawa senjata.
Agar peristiwa seperti itu tak terulang lagi, ada baiknya mengetahui cerita teladan yang diberikan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Mayor Bambang Soegeng.
Meski menjadi orang nomor satu di TNI AD, Bambang Soegeng manut saja ketika dihentikan polisi di jalan raya.
Bambang Soegeng memang hobi naik sepeda motor. Ceritanya tahun 1952, sang Jenderal sedang berada di Yogyakarta. Dia meminjam motor milik Haryadi, seorang pelukis. Melajulah Bambang dengan motor keliling Yogyakarta.
Begitu sampai di Perempatan Tugu, yang mengarah ke jalan Malioboro, ada lampu lalu lintas yang menyala kuning. Dia menyangka habis lampu kuning pasti lampu hijau, Bambang pun tancap gas. Tahunya malah lampu merah yang menyala.
'Pritt!' seorang polisi menyetop Bambang yang saat itu berpakaian sipil alias tak pakai seragam.
Bambang berhenti. Polisi itu menasihati panjang lebar soal peraturan lalu lintas. Dia kemudian meminta SIM milik Bambang.
Tapi betapa terkejutnya polisi itu saat melihat SIM. Pria di depannya adalah Kepala Staf TNI AD Jenderal Mayor Bambang Soegeng --saat itu TNI AD masih dipimpin jenderal bintang satu dengan pangkat jenderal mayor.
" Siaap Pak!" si polisi langsung berdiri tegak memberi hormat. Merasa tegang mengetahui baru saja mau menilang Kasad.
Namun dengan bijaksana Bambang Soegeng mengaku salah. Dia tak marah pada polisi itu. Atau menggunakan kekuasaannya supaya lolos dari jerat hukum. Padahal dia pemimpin dari seluruh prajurit angkatan darat.
" Memang saya yang salah. Saya menerima pelajaran dari Pak Polisi," kata Bambang Soegeng.
Kisah ini dimuat dalam buku Panglima Bambang Sugeng, Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali 1949. Buku tersebut ditulis oleh Edi Hartoto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2012.
" Hal itu masuk berita di koran Yogya, keesokan harinya saya berkesempatan membacanya," kata Putra Bambang Soegeng, Bambang Herulaskar soal kasus Kasad disetop polisi tersebut.
(Ism, Sumber: Merdeka)
Dream - Pria paruh baya itu berjongkok di tengah lautan sampah. Topi cokelat dipakai terbalik. Kaos tanpa kerah warna biru donker, bergaris-garis pada bagian dada, melekat di badan. Bolong di bagian pundak kanan.
Jika melihat pria ini, sudah pasti Anda menyebut dia adalah pemulung. Memang, dia adalah pemulung sampah. Tapi selain itu, yang juga Anda harus tahu, pria dalam foto di atas adalah angota polisi.
Ya, dialah Bripka Seladi. Anggota Polresta Malang. Selain menjadi anggota polisi, dia juga memulung sampah untuk menambal kebutuhan hidup keluarga.
Satu hal yang harus kita acungi jempol, meski orang berpangkat, dia tak merasa canggung memungut barang bekas.
" Ini rezeki, kenapa harus dibuang-buang. Sampingan saja, satu jam atau dua jam waktu luang saya manfaatkan untuk kegiatan ini," kata Seladi, sebagaimana dikutip Dream dariMerdeka.com, Kamis 19 Mei 2016.
" Kenapa harus malu, ini rezeki juga," tambah pria kelahiran Dampit, Kabupaten Malang, 58 tahun silam ini.
Rabu siang itu, Seladi ditemui wartawan Merdeka saat berada di gudang sampahnya di kawasan Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Di gudang itu, tumpukan sampah menggunung. Kotor dan bau. Dia mengeluarkan sampah dari plastik besar warna hitam, dipilah bersama dua orang yang sehari-hari menemaninya.
Seladi mulai memungut sampah sejak 2006. Namun kini, dia tak lagi melongok dari bak sampah satu ke yang lain. Kini dia hanya mengepul hasil para pemulung lain.
Dream - Kapolres Cianjur, Jawa Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Asep Guntur Rahayu terlonjak tak percaya, ketika mendengar informasi ada warga Cianjur yang anaknya kelaparan, sementara ibunya tak punya makanan apapun. Si ibu memutuskan memasak batu, berharap anaknya tertidur dan melupakan rasa laparnya.
Hati Kapolres bergetar. Terenyuh dan segera menemui keluarga itu. Ia lalu memberikan sejumlah bantuan. Tidak hanya makanan, pejabat kepolisian itu juga mengusahakan agar Andun, Iyah dan ketujuh putrinya tinggal di rumah yang layak.
Apa yang dilakukan Kapolres patut diacungi jempol. Banyak netizen menaruh simpati dan mengapresiasikan tindakannya itu.
Nah, mungkin banyak yang belum mengenal siapa sosok Asep Guntur? Pria Majalengka, 25 Juni 1974 adalah lulusan Akademi Kepolisian (1993-1996).
Asep Guntur Rahayu memiliki background penanganan kasus tindak pidana korupsi. Secara rekam jejak jabatan dan posisi, sejak 2007 hingga 2012, namanya ada dalam deretan penyidik lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tidak tanggung-tanggung, sejumlah kasus korupsi yang menyeret orang-orang 'besar' bisa dituntaskannya dengan mengirim para tersangka itu ke dalam jeruji besi.
Dalam catatan perjalanan karirnya sebagai salah satu penyidik KPK itu, mulai pejabat di kementrian, bupati hingga duta besar pun dibuatnya harus mempertanggungjawabkan kejahatan yang merugikan keuangan negara itu.
Salah satu kasus korupsi yang cukup menonjol dan menjadi perhatian seantero negeri yang pernah ditanganinya adalah kasus kakak-beradik Anggodo dan Anggoro Widjojo yang tersangkut kasus korupsi dengan usaha penyuapan terhadap pimpinan KPK karena keduanya tersangkut korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan RI.
Selepas tugas di KPK itu, Asep mendapatkan perintah dan posisi baru. Tapi posisi itu tidaklah jauh dari tugas sebelumnya yang berkenaan dengan pengangan kasus tindak pidana korupsi, yakni sebagai Kanit II Subdit IV Dittipidkor Bareskrim Polri.
Bapak tiga anak itu kemudian dipercaya melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di Polres Cianjur. Ia menjabat sebagai Kapolres Cianjur menggantikan Dedy Kusuma Bakti pada April 2015.
(Ism, berbagai sumber)
Dream - Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Krishna Murti, punya pengalaman menarik saat melakukan pengamanan di kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara.
Dalam akun Facebook miliknya, Krishna menceritakan obrolannya dengan tukang bakso yang bikin dia 'gubrak'.
Saat pengamanan di Kalijodo, belum lama ini, Krishna yang kelaparan membeli bakso. Ia iseng-iseng bertanya ke tukang bakso.
" Udah berapa tahun jualan bakso Mas..?" tanya Krishna.
Si tukang bakso jawab; kira-kira 5 tahun lebih.
" Gerobak sama dagangannya udah milik sendiri apa punya orang lain mas..?" tanya mantan Kapolsek Penjaringan itu penasaran.
" Punya majikan saya. Saya tiap hari setoran," jawab si tukang bakso sekenanya.
" Jualan lebih dari 5 tahun harusnya mas udah punya gerobak dan modal sendiri mas (maklum mau ajak dia pindah jualan keluar Kalijodo)," balas Krishna berharap obrolan berlanjut.
Tapi rupanya, si tukang bakso agak jengel digurui Krishna. " Yah beginilah namanya orang kecil... Trus bapak sendiri bekerja jadi polisi ini sudah berapa tahun..?" kata si tukang balik bertanya.
" Udah 25 tahun. Memangnya kenapa..?" jawab Krishna bangga.
" Bapak sudah 25 tahun kerja jadi polisi, harusnya Bapak sudah punya Polsek sendiri..!!!," kata si tukang bakso enteng sambil menuangin kuah ke mangkok. Gubrakkkkkk! (Ism)
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik