Dream - Bencana gelombang panas mencapai 45 derajat Celsius yang menyapu Pakistan sejak Sabtu pekan lalu telah memakan korban mencapai 1.000 orang tewas. Sejumlah kamar jenazah di rumah sakit bahkan tidak mencukupi lantaran jumlah jenazah terlalu banyak.
Sebagian besar kasus orang meninggal disebabkan tidak kuat bertahan di suhu yang begitu panas. Ketiadaan listrik dan air menjadi penyebab lain kematian tersebut.
Sementara itu, banyak toko yang tidak mau menjual air atau minuman dingin di siang hari lantaran Ramadan. Para pemilik toko memilih mematuhi hukum agama, karena jika tidak, mereka bisa didenda.
" Kapasitas kamar jenazah yang tidak memadai memaksa petugas untuk menyimpan jenazah dalam kantong mayat dan diletakkan di lantai," ujar pejabat senior organisasi amal Edhi Foundation, Anwar Kazmi, dikutip Dream dari hindustantimes.com, Jumat, 26 Juni 2015.
Pada akhir pekan nanti, suhu diprediksi akan berada di angka 44 derajat Celsius. Departemen Metereologi mengatakan akhir pekan ini akan menjadi akhir pekan terpanas sejak 1981 alias selama 34 tahun terakhir. Hujan diprediksi akan turun selama beberapa hari, tetapi hal itu tidak menyumbang penurunan suhu secara signifikan.
" Jumlah korban tewas akibat gelombang panas kini telah menembuh 1.000 orang. Kematian banyak terjadi di rumah sakit yang dikelola pemerintah dan beberapa rumah sakit swasta besar," kata Kazmi.
Banyak rumah sakit yang saat ini membutuhkan beberapa fasilitas dasar seperti sprei dan air dingin. Layanan kesehatan merupakan fasilitas yang sudah lama tidak mendapat perhatian dari pemerintah sipil dan rezim militer telah menghapus pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
Sejak bencana ini terjadi, Pemerintah Provinsi Sandh membuat pengumuman yang memerintahkan toko-toko, gedung serbaguna, dan restoran tutup lebih awal. Selain itu, instansi pemerintah diliburkan selama satu hari.
Keputusan ini menuai protes. " Apa yang membuat pengumuman ini begitu tidak masuk akal adalah mereka tidak memiliki kepekaan dengan korban meninggal akibat kepanasan," ungkap Kazmi.
Pemerintah Provinsi Sindh dinilai tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi dampak gelombang panas ini. Mereka justru menyalahkan K-electric atas tinginya jumlah korban meninggal.
" Pemerintah Sindh tidak melakukan apa-apa kecuali menyalahkan K-electric," kata dia Kazmi.
K-electric merupakan perusahaan listrik swasta yang memasok kebutuhan listrik di Karachi. Pemerintah Sindh telah menunggak tagihan listrik lebih dari 1 miliar dolar, setara Rp13,3 triliun sehingga perusahaan tersebut tidak bisa mengalirkan listrik lagi.
Advertisement
Siaga 24 Jam! Komunitas Donor Darah On Call Lahir dari Keprihatinan Sulitnya Mencari Pendonor

Mengenal Komunitas GMDI, Generasi Muda Penjaga Budaya Kalteng


OJK: Kerugian Korban Penipuan Setahun Terakhir Capai Rp7,8 Triliun

Coba Tenangkan Diri Dulu, Begini Cara Mengatasi Gejala Serangan Jantung Saat Sendirian


Honda Culture Indonesia Vol.2 Digelar di Jakarta, Ribuan Pengunjung Hadiri Pameran Komunitas Honda
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab

Proses Pembuatannya Sampai 2 Tahun, Bonvie Haircare Rilis Produk Perawatan Rambut Khusus Cowok


Siswa SMPN 19 Tangsel Diduga Korban Bullying Meninggal Dunia, Sempat Koma di RS

Siaga 24 Jam! Komunitas Donor Darah On Call Lahir dari Keprihatinan Sulitnya Mencari Pendonor

Aksi Demo Gen Z Bikin Meksiko Membara, Protes Krisis Kejahatan dan Korupsi

Niatnya Mulia Selamatkan Kucing, Bocah 12 Tahun Malah Balik Ditolong Damkar dari Dalam Toren Air