NU Selisik Hukum Kewarganegaraan Ganda dari Tinjauan Islam

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 21 September 2016 14:15
NU Selisik Hukum Kewarganegaraan Ganda dari Tinjauan Islam
Pembahasan ini dilakukan menanggapi kasus pemberhentian Archandra Tahar dari jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lantaran memiliki kewarganegaraan AS. Apa hasilnya?

Dream - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) menggelar sidang Forum Bahtsul Masail guna membahas status hukum kewarganegaraan ganda.

Pembahasan ini dilakukan menanggapi kasus pemberhentian Archandra Tahar dari jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lantaran memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat.

Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin mengatakan persoalan kewarganegaraan ganda masuk kategori nawazil (masalah baru) dalam fikih atau hukum syara. Masalah ini belum pernah dibahas baik dalam kajian fikih klasik maupun kontemporer.

" Karena belum dibahas oleh nash, masalah ini mesti dikembalikan pada kebijakan mujtahid, fakih, qadhi, imam. Mereka harus menjawab permasalahan ini dengan pertimbangan maqashidis syariah," ujar Kiai Ishom, dikutip dari nu.or.id, Rabu, 21 September 2016.

Ketua Bidang Hukum Perundang-undangan dan HAM PBNU Robikin Emhas mengatakan forum ini bukan untuk memberikan legitimasi terhadap pendukung kewarganegaraan ganda atau tidak.

" NU hadir dalam rangka memberikan masalahat yang lebih umum. Ini terkait masalah ideologi yang berbasis politik dan ekonomi," kata Robikin.

Sejumlah pendapat mengemuka dalam sidang yang dihadiri unsur ulama, aktivis sosial, hingga politisi. Pendapat-pendapat tersebut mengemukakan dasar penetapan status kewarganegaraan dipandang dari sejumlah aspek.

Anggota fraksi PDIP Arif Wibowo yang hadir dalam forum ini mengatakan penetapan status kewarganegaraan harus didasarkan pada tumpah darah dan bukan tempat lahir.

" Ini soal darah. Kita menganut asas kewarganegaraan tunggal. Ini jelas diatur seperti dalam UU Nomor 12 tahun 2006," kata Arif.

Aktivis Muslimat NU Sri Mulyati mengatakan status kewarganegaraan bukan persoalan sederhana. Status ini dapat berdampak tidak hanya hak sebagai warga negara, melainkan hingga hak politik seseorang.

" Hal ini berkaitan hak suara, masalah kriminalitas, kontestasi ekonomi, loyalitas, nasionalisme, spionase, dan lain sebagainya," kata dia.

Forum ini kemudian menyimpulkan seluruh warga negara harus mematuhi Undang-undang Kewarganeraaan yang berlaku. Dengan demikian, kepemilikan status kewarganegaraan ganda bertentangan dengan prinsip Indonesia yang menganut kewarganegaraan tunggal.(Sah)

Beri Komentar