Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh
Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia untuk membahas sejumlah isu aktual dan masalah kebangsaan yang tengah terjadi pada umat. Salah satu isu yang jadi pembahasan adalah mengenai Pinjaman Online (Pinjol)
Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat, KH Asrorun Niam Sholeh, menerangkan sejumlah agenda yang dibahas dalam forum yang berlangsung 9-11 November 2021 di antaranya strategi kebangsaan, fikih kontemporer, serta hukum dan perundang-undangan
" Dalam forum ini akan dibahas masalah strategis kebangsaan di antaranya tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama, jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI, panduan Pemilu yang lebih masalahat, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, dan masalah perpajakan," ujar Asrorun.
Sedangkan masalah fikih kontemporer dibahas beberapa isu. Seperti hukum pernikahan online, cryptocurrency, pinjaman online, transplantasi rahim, zakat perusahaan, penyaluran zakat dalam bentuk qardh hasan, serta zakat saham.
Sementara untuk masalah berkaitan dengan hukum dan perundang-undangan, Niam mengatakan forum juga akan meninjau RUU Minuman Beralkohol. RKHUP terkait perzinahan, dan peraturan tata kelola sertifikasi halal.
Niam menyatakan Ijtima Ulama tidak semata menjadi kajian keagamaan. Tetapi, menjadi pedoman umat Islam Indonesia menghadapi berbagai masalah keumatan dan kebangsaan.
" Juga penentu arah untuk mengokohkan fungsi dan peran ulama," kata Niam.
Dalam pembahasan sejumlah isu kontemporet, Niam mengatakan sejumlah ahli diundang untuk memberikan pandangan. Terutama mengenai aset kripto dan lain sebagainya.
" Kita mengundang berbagai ahli di bidangnya di antara adalah lewat FGD (forum group discussion) terkait dengan persoalan aset kripto mengundang dari Bappebti dan juga pelaku usaha serta dari pemegang kebijakan terkait," ucap Niam, dikutip dari MUI.
Dream - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Asrorun Niam Sholeh, menyatakan, kondisi pandemi saat ini telah melandai. Masyarakat sudah dibolehkan melakukan kegiatan keagamaan di tempat ibadah namun dengan protokol kesehatan yang ketat.
Niam menyatakan prokes bagi umat beragama tidak bisa dipandang sekadar aturan. Lebih dari itu, merupakan panggilan keagamaan bagi setiap orang untuk menjaga diri dan saudaranya agar tidak tertular Covid-19.
" Kalau dalam perspektif Islam, ketika ada orang melaksanakan sholat tetapi menyebabkan orang lain terpapar atau menyebabkan orang lain khawatir (terpapar) itu saja sudah tidak diperkenankan. Di situlah panggilan keagamaan," ujar Niam dalam webinar disiarkan kanal FMB9ID.
Niam menegaskan prokes dalam menjalankan aktivitas ibadah bukan sekadar tanggung jawab sebagai warga negara menjalankan aturan Pemerintah.
" Itu adalah panggilan keagamaan atas dasar kesadaran dan ketaatan," kata dia.
Niam juga menyinggung sebenarnya aktivitas keagamaan skala besar seperti Hari Raya tidak memicu munculnya klaster Covid-19. Karena umumnya ritual keagamaan menyeimbangkan tanggung jawab praktik keagamaan dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jiwa.
" Bukan Hari Raya sebenarnya yang menjadi faktor klaster Covid, melainkan sesi berliburnya, rekreasi kemuadian keluar ke ruang-ruang publik," kata dia.
Menurut dia, aktivitas keagamaan seperti Sholat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, ataupun ke gereja rata-rata berjalan dengan prokes yang ketat. Masyarakat sudah sangat memahami hal ini sehingga penyebaran bisa dikendalikan.
" Yang tidak terkontrol itu mereka yang rekreasi," kata dia.
Lebih lanjut, Niam mengatakan prokes harus menjadi normalitas baru dalam kegiatan keagamaan di tengah menurunnya Covid-19. Dia pun mengingatkan agar masyarakat terus menjalankan kebiasaan bersih meski nantinya pandemi sudah berlalu.
" Jangan sampai kemudian nanti pada saat pandemi Covid-19 berlalu komitmen menjaga kebersihan hilang, jadi jorok, atau tidak mencuci tangan," ucap dia.
Dream - Pandemi membuat manusia harus beradaptasi di semua lini kehidupan, termasuk dalam menjalankan ibadah. Misalnya, saf sholat yang diberi jarak untuk mencegah penularan Covid-19.
Meski demikian, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyebut saf sholat harus kembali dirapatkan bila di suatu wilayah kasus positif Covid-19 sudah melandai atau bahkan tidak ada sama sekali.
" Seandainya menurut para ahli di daerah tersebut memang Covidnya sudah melandai dan bahkan sudah tidak ada, ya wajiblah kita untuk merapatkan saf," ujar Anwar dalam webinar yang disiarkan TVMUI.
Namun demikian, ketentuan ini harus dijalankan dengan mengikuti petunjuk para ahli dan pemerintah. Jika belum ada instruksi yang menyatakan daerah aman, maka penerapan saf rapat lebih baik ditunda.
" Kalau para ahli masih ragu dan pemerintah masih ragu, belum aman, ya jangan dulu," kata dia.
Menurut Anwar, Islam mengajarkan umatnya menjaga diri dari bahaya. Dalam konteks saat ini, Covid-19 bersifat bahaya karena dapat memicu kematian.
Karena itu, seorang Muslim wajib mencegah dirinya dari potensi tertular Covid-19. Caranya dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
" Jadi tetap jaga jarak, sepanjang pengetahuan saya, menjaga diri," ungkap dia.
Advertisement
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya