Lukisan Aung San Suu Kyi di Universitas Oxford Dicopot

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 2 Oktober 2017 16:00
Lukisan Aung San Suu Kyi di Universitas Oxford Dicopot
Pihak pengelola menyimpan lukisan tersebut di gudang.

Dream - Lukisan tokoh peraih nobel dan pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, tidak lagi dipasang di Universitas Oxford, Inggris. Pengelola kampus itu menurunkan lukisan tersebut karena menilai Suu Kyi telah melakukan pembersihan etnis.

Dikutip dari The Telegraph, Senin 2 Oktober 2017, Suu Kyi merupakan alumnus St Hugh's College, salah satu kolese di Universitas Oxford. Dia telah mendapat gelar kehormatan dari institusi pendidikan itu.

Tetapi, Suu Kyi terus mendapat kecaman sepanjang krisis Rohingya. Lebih dari 400.000 Muslim menyelamatkan diri dengan meninggalkan Myanmar.

Awal bulan ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuduh Myanmar telah menjalankan pembersihan etnis atas eksodus massal Rohingya menuju Bangladesh.

Lukisan Suu Kyi, yang lulus dari St Hugh's College pada 1967, telah terpajang di dekat pintu masuk kampus Universitas Oxford sejak 1999. Lukisan tersebut dibuat oleh senimah Chen Yanning pada 1997 dan merupakan koleksi suami Suu Kyi, Michael Aris, yang disumbangkan ke universitas setelah dia meninggal.

Lukisan Aung San Suu Kyi

Menurut surat kabar kampus, The Swan, badan pengelola universitas telah mengganti lukisan tersebut dengan lukisan karya seniman Jepang, Yoshihiro Takada. Alasan penggantian lukisan itu tidak diketahui secara pasti.

" Kolese menerima hadiah lukisan baru awal bulan ini dan akan dipajang selama beberapa lama. Lukisan Aung San Suu Kyi telah disimpan di gudang," demikian pernyataan St Hugh's College.

Namun demikian, langkah tersebut justru dicap sebagai 'tindakan pengecut' oleh kelompok Kampanye Burma Inggris. Mereka mengatakan, seharusnya kolese harus melangkah ke depan.

" Ini seperti tindakan pengecut oleh St Hugh's College. Jika mereka menurunkan lukisan karena Aung San Suu Kyi membela militer Myanmar terkait komitmen pembersihan etnis terhadap Rohingya, seharusnya mereka membuat pernyataan tertulis dan mendesak dia menghormati hak asasi manusia," kata koordinator kampanye, Mark Farmaner, kepada Guardian.

Beri Komentar