BKSAP Ajak Kerja Sama Regional Tangani Pengungsi Rohingya

Reporter : Daniel Mikasa
Selasa, 6 Mei 2025 12:16
BKSAP Ajak Kerja Sama Regional Tangani Pengungsi Rohingya
Ini merupakan bagian dari upaya DPR RI dalam menggalang solusi multi-pihak secara menyeluruh terhadap masalah pengungsi Rohingya.

Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menggelar Rapat Tindak Lanjut Forum Group Discussion (FGD) mengenai penanganan pengungsi Rohingya yang semakin mendesak serta membutuhkan kerja sama internasional. FGD yang dilaksanakan pada Senin, (5/5/2025) tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya.

Ketua BKSAP, Mardani Ali Sera, memimpin langsung FGD tersebut. Hadir pula perwakilan dari Amnesty International Indonesia, SUAKA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), serta Wakil Ketua BKSAP Ravindra Airlangga (F-PGolkar) dan anggota BKSAP lainnya seperti Melly Goeslaw (F-PGerindra), Ruby Chairana Syiffadia (F-PGerindra), Andina Thresia Narang (F-PNasdem), Amelia Anggraini (F-PNasdem), dan Eva Monalisa (F-PKB).

Dalam rapat tersebut, dibahas tantangan utama yang dihadapi kawasan Asia Tenggara dalam merespons krisis kemanusiaan Rohingya, mulai dari terbatasnya kerangka kerja ASEAN hingga perlunya perlindungan menyeluruh bagi para pengungsi, baik yang berada di daratan maupun yang masih terlantar di perairan.

Mardani Ali Sera menyoroti peran penting BKSAP sebagai titik fokus Diplomasi DPR RI dalam mendorong diplomasi aktif melalui berbagai forum internasional dan kawasan, termasuk ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), guna mencari solusi bagi krisis Myanmar yang menjadi penyebab utama datangnya pengungsi Rohingya, serta menggandeng dukungan dari negara anggota ASEAN lainnya. “ Sekecil apapun langkahnya, kita harus mulai,” ujarnya kepada Parlementaria, Selasa (6/5).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menekankan pentingnya ASEAN memiliki mekanisme perlindungan pengungsi yang terkoordinasi serta memanfaatkan instrumen internasional seperti UNCLOS untuk meningkatkan upaya pencarian dan penyelamatan. " ASEAN memang damai, tapi ketika krisis kemanusiaan muncul, kita tidak punya instrumen yang siap," katanya.

Faudzan Farhana dari BRIN juga menyatakan pentingnya pendekatan berbasis kemanusiaan dalam menangani perpindahan paksa serta mendorong pembentukan forum khusus di ASEAN melalui AIPA guna membahas isu Rohingya secara konkret.

Senior Protection Officer UNHCR, Emily Bojovic, menyoroti perlunya kejelasan prosedur tetap (SOP) bagi pemerintah daerah dalam menangani pengungsi, khususnya di Aceh yang kerap menjadi titik awal kedatangan. Ia juga mengapresiasi langkah pemerintah daerah, seperti Kota Langsa, yang telah proaktif dalam menangani pengungsi sejak 2015.

Angga Reynaldi dari SUAKA menyampaikan pentingnya pembentukan kerangka hukum nasional yang komprehensif dalam bentuk Undang-Undang tentang Penanganan Pengungsi sebagai solusi jangka panjang. " Kebijakan di tingkat daerah penting, tapi kita butuh kerangka hukum nasional agar penanganan tidak terfragmentasi," ungkapnya.

Rapat ini merupakan bagian dari upaya DPR RI dalam menggalang solusi multi-pihak secara menyeluruh terhadap masalah pengungsi Rohingya. Selain itu, kerja sama dengan kementerian dan lembaga nasional seperti Kemendagri, Kemenkopolhukam, pemerintah daerah Aceh, serta lembaga internasional juga menjadi fokus pembahasan.

Beri Komentar