Mendikbudristek Nadiem Makarim
Dream - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyatakan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi harus menjadi acuan di kampus.
Setiap kampus diharuskan melaksanakan ketentuan dalam permen tersebut. Jika permen tersebut diabaikan, dia mengingatkan ada sejumlah sanksi yang bisa dijatuhkan. Meski seluruh sanksi tersebut bersifat administratif.
" Kalau tidak melakukan proses PPKS ini sesuai dengan permen ini, ada berbagai macam sanksi dari keuangan sampai dengan akreditasi," ujar Nadiem, dalam webinar Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, ditayangkan kanal Kemendikbud RI.
Nadiem menegaskan sanksi dibutuhkan untuk mendorong kampus segera menjalankan Permen PPKS. Karena jika tidak, akan banyak kampus tidak menjadikan penanganan kekerasan seksual sebagai upaya prioritas.
" Kalau kita tidak melakukan ini, banyak kampus juga tidak akan merasakan urgensi daripada dan keseriusan Pemerintah untuk menangani kekerasan seksual seperti ini," kata dia.
Nadiem juga menyatakan terbitnya Permendikbud PPKS menjadi sarana untuk mengubah paradigma di dunia kampus dalam menangani kekerasan seksual. Karena selama ini, kampus cenderung menutupi kasus tersebut.
" Kita ingin mengubah paradigma yang dulunya reputasi baik kampus itu ditentukan dari tidak adanya kasus-kasus seperti ini sampai kita berubah reputasi kampus yang baik adalah reputasi yang akan secara transparan melakukan investigasi dan memberikan sanksi kepada pelaku-pelaku kekerasan seksual," kata dia.
Ada empat hal yang wajib dilakukan perguruan tinggi dalam penanganan kekerasan seksual. Pertama, kampus harus memberikan pendampingan kepada korban yang melaporkan kekerasan seksual.
" Ini adalah konseling, bantuan hukum untuk mendampingi si pelapor," kata Nadiem.
Kemudian, kampus harus memberikan perlindungan, salah satunya menyediakan rumah aman. Dengan begitu, korban maupun saksi mendapat jaminan keamanan dan terbebas dari ancaman.
Selanjutnya, kampus juga harus memberikan jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan. Laporan korban tidak boleh mempengaruhi proses pendidikan yang dijalaninya.
Sedangkan poin terakhir, korban harus mendapat pendampingan dan fasilitas pemulihan. Kampus dapat menyediakan bantuan medis maupun psikologis.
" Masa pemulihan ini tidak boleh mengurangi hak pembelajaran kalau dia mahasiswa atau kepegawaian," terang Nadiem.
Advertisement
Waspada, Ini yang Terjadi Pada Tubuh saat Kamu Marah
Respons Tuntutan, DPR RI Siap Bahas RUU Perampasan Aset
5 Komunitas Parenting di Indonesia, Ada Mendongeng hingga MPASI
Banyak Pedagang Hengkang, Gubernur Pramono Gratiskan Sewa Kios 2 Bulan di Blok M Hub
Mahasiswa Makan Nasi Lele Sebungkus Berdua Saat Demo, Netizen: Makan Aja Telat, Masa Bakar Halte
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Didanai Rp83 Miliar dari Google, ASEAN Foundation Cetak 550 Ribu Pasukan Pembasmi Penipuan Online