Kisah Putera Penggali Kubur Kuliah ke Jepang

Reporter : Maulana Kautsar
Rabu, 6 September 2017 14:02
Kisah Putera Penggali Kubur Kuliah ke Jepang
Tumbuh dari keluarga yang tak bercukupan menjadi penyemangat Mukhamad Sunardi mewujudkan mimpi dan cita-citanya.

Dream - " Petang tahun? Kok suwi temen? (Empat tahun? Kok lama sekali?)" . 

Begitulah pertanyaan yang muncul dari Masrofah kepada puteranya Mukhamad Sunardi. Sang putera akan terbang ke Jepang, akhir September 2017. Melanjutkan studi S3 kedokteran di Kobe University.

Masrofah menanggalkan kekhawatirannya. Ia mengulang pesan putera ketujuhnya itu. " Hati-hati. Jangan lupa berdoa. Jangan lupa berkabar," kata Sunardi menirukan ucapan ibunya.

Putera pasangan Moh. Zazuli dan Masrofah itu tinggal di Desa Tegorejo, Pegandon, Kendal, Jawa Tengah. Zazuli cuma pekerja serabutan. Terkadang jadi penggali kubur. Kadang kuli bangunan. Penghasilannya sebagai penggali kubur tak tentu. Sukarela. Jika ada, hasilnya dibagi bersama teman-temannya.

" Kalau nggak ada ya nggak masalah, bantu katanya," ucap Sunardi kepada Dream, Selasa, 5 September 2017.

Masrofah sehari-hari berjualan kerupuk. Dia menjualnya ke Pasar Pegandon. Dari kerupuk inilah kebutuhan sehari-hari Sunardi terbantu.

Jika sedang libur, Sunardi membantu Masrofah membungkus kerupuk. Terkadang, Sunardi juga mengantar jemput Masrofah ke pasar.

1 dari 3 halaman

Berprestasi Sejak Dini

Berprestasi Sejak Dini © Dream

Berangkat dari keluarga tak berkecukupan, Sunardi mengejar cita-citanya sebagai dokter. Dia belajar mandiri. Mengerjakan soal-soal dengan telaten di kamarnya. Mengulang bahan catatan pelajaran. Terkadang dia belajar kelompok. Mengulas soal-soal yang sulit. Jika tak menemukan jawaban dia bertanya kepada guru.

Hasilnya, sejak SD hingga SMA peringkat juara kelas kerap dia dapat. Sebagai 'imbalan' dia kerap mendapat hadiah. Buku, seragam, hingga gratis biaya SPP.

" Itu sangat meringankan," kata dia.

2009 Sunardi mendapat beasiswa Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) dari Universitas Gadjah Mada. Dia diterima di Jurusan Pendidikan Kedokteran.

Pertanyaan dari sang kakak muncul. Sang kakak memperingatkan biaya studi kedokteran yang sewaktu-waktu dapat terputus. Tekad Sunardi telah bulat. Dia tetap ingin mengambil jurusan itu sembari berdoa.

" Bismillah. Saya ambil. Kalau sudah jalannya pasti diberi kemudahan," ucap dia pasrah.

Masrofah yang melihat tekad Sunardi hanya bisa membekali pesan dan doa. Masrofah berpesan," Jauh dari rumah, kalau sholat usahakan di masjid. Nggak boleh nakal. Kalau kuliah telah selesai lekas pulang."

Sesampainya di Yogyakarta, Sunardi tinggal indekos. Sehari-hari berjalan kaki ke kampus. Terkadang mendapat pinjaman sepeda.

 

2 dari 3 halaman

Minder dengan kawan kampus

Minder dengan kawan kampus © Dream

Tiba di kampus Sunardi dibuat minder. Maklum, Fakultas Kedokteran UGM terbilang kampus bonafit. Banyak mahasiswanya dari kalangan berada. Mobil terparkir berjajar sudah biasa. Belum lagi gaya pakaian serta gawai yang selalu melekat di tangan mereka.

Sunardi bercerita membandingkan gawai miliknya dengan milik teman-temannya. Hape miliknya, kata dia, cuma bisa sms dan telepon.

" Seminggu saya mengurung diri di kosan," ucap dia.

Tetapi, dia lekas bangkit. Sunardi segera mencoba beradaptasi. Dia mengetahui teman-teman sekampusnya tak mempermasalahkan latar belakang ekonomi keluarganya.

Tantangan bukan hanya datang dari gaya hidup. Materi kuliah yang padat membuatnya harus bekerja keras. Selain itu, padatnya aktivitas ekstrakulikuler menambah kesibukan Sunardi.

Dia mengakalinya dengan belajar berkelompok. " Alhamdulillah diberi kemudahan," ucap dia.

3 dari 3 halaman

Menumpang Tidur di Masjid Kampus

Menumpang Tidur di Masjid Kampus © Dream

Tahun kedua, kesulitan ekonomi mulai menyerangnya. Dia meninggalkan kos. Menumpang tidur di masjid Fakultas Kedokteran. Ibnu Sina. Disela-sela aktivitasnya belajar, dia membantu membersihkan masjid. Sunardi belajar usai sholat Subuh dan Isya.

Berbagai kesibukan tak mengganggu prestasi akademiknya. Dia lulus sarjanaan pada 2013. Ujian profesi dia tuntaskan pada 2015.

Usai lulus ujian 2015, dia magang di RS Bhayangkara, Yogyakarta. Sunardi juga magang sebagai asisten peneliti biologi molekuler di Fakultas Kedokteran UGM. Sembari magang sebagai asisten peneliti inilah dia diminta oleh kawannya untuk mendaftar beasiswa ke Jepang.

Sunardi akan mengambil disertasi mengenai biologi molekuler pada saluran pencernaan.

Jelang keberangkatannya ke Jepang, Sunardi sesekali diundang menjadi inspirator. Terakhir dia diminta menjadi pembicara di almamaternya, SMA N 1 Pegandon, Kendal. Dia berbagi kisah hidup yang dialaminya.

Menurut Sunardi cita-cita itu dapat diraih jika kita punya kemauan keras. Selain itu, dia juga bercerita agar para siswa tidak hanya menargetkan lulus sekolah saja. Sebab, ada beberapa ekstrakulikuler yang dapat membantu aktivitas akademik siswa. " Kalau perlu ditulis. Untuk mencapai itu harus ngapain aja," ucap dia.

Selain itu dia memberi 'resep' meniti sukses. " Jangan lupa meminta restu dan doa orang tua," kata dia.

Beri Komentar