Utang Puasa Belum Diqadha Sampai Meninggal, Hukumnya?

Reporter : Ahmad Baiquni
Selasa, 13 Juni 2017 20:02
Utang Puasa Belum Diqadha Sampai Meninggal, Hukumnya?
Bagi mereka yang tidak bisa berpuasa, diwajibkan mengqadhanya di hari lain di luar bulan Ramadan. Tetapi, bagaimana jika puasa itu tidak juga diqadha hingga meninggal?

Dream - Umat Islam tentu paham puasa Ramadan merupakan ibadah wajib. Setiap Muslim harus menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, berhubungan badan dengan pasangan.

Tetapi, ada kondisi di mana puasa Ramadan menjadi tidak wajib. Kondisi ini berlaku bila seorang Muslim masuk kriteria Lansia, sakit, atau wanita sedang haid, hamil dan menyusui.

Bagi mereka yang tidak bisa berpuasa, maka diwajibkan mengqadhanya di hari lain di luar bulan Ramadan. Tetapi, bagaimana jika puasa itu tidak juga diqadha hingga meninggal?

Dikutip dari rubrik Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, para ulama tidak menganggap kewajiban mengqadha puasa berlaku bagi seluruh Muslim yang tidak bisa menjalankannya di bulan Ramadan. Semua bergantung pada kondisi masing-masing.

Jika seseorang tidak mampu mengqadha puasa karena uzur atau waktu yang tidak memungkinkan hingga dia meninggal, maka orang yang bersangkutan tidak wajib mengqadha puasa. Pendapat ini seperti disampaikan Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh.

" Kondisi pertama, seseorang yang wafat sebelum mengqadha puasanya karena kepicikan waktu, atau uzur lain semisal sakit, safari, atau ketidaksanggupan berpuasa, tidak terkena beban (qadha) menurut mayoritas ulama karena orang ini dinilai tidak lalai. Ia juga tidak berdosa karena kondisi tidak memungkinkannya melangsungkan kewajiban itu hingga wafat. Oleh karena itu status wajibnya gugur hingga selain badal seperti haji."

Tetapi jika alasannya karena terlalu sering menunda qadha puasa tanpa uzur, maka ahli warisnya mendapat beban membayar fidyah. Besarnya adalah dua mud setiap puasa yang ditinggalkan almarhum. Ada pula yang menyebut harus membayar fidyah sekaligus mengqadha puasa ayah atau ibunya.

Pendapat ini seperti diutarakan Syekh An Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja.

" Dikatakan di Syarhul Manhaj, ‘Kalau seseorang menunda qadha tersebut, maksudnya qadha Ramadan, sementara ia sempat melakukannya hingga Ramadan berikutnya tiba, lalu ia meninggal dunia, maka harus diambil dari harta peninggalannya sebesar dua mud untuk satu hari utang puasanya dengan rincian satu mud denda luput qadha dan satu mud denda penundaan qadha. Denda ini berlaku bila utang puasanya tidak diqadhakan. Kalau utang puasanya diqadhakan, maka cukup diambilkan satu mud sebagai denda penundaan qadha."

Besaran satu mud dalam pandangan mazhab Hanbali, Syafii, dan Maliki adalah setara dengan 543 gram bahan makanan pokok. Sementara dalam pandangan mazhab Hanafi, satu mud setara dengan 815,39 gram bahan pokok.

Selengkapnya...

Beri Komentar