Sampaikan Hadis Dhaif tapi Tak Sebut Statusnya, Hukumnya?

Reporter : Ahmad Baiquni
Sabtu, 28 Oktober 2017 18:02
Sampaikan Hadis Dhaif tapi Tak Sebut Statusnya, Hukumnya?
Banyak yang menyatakan hadis dhaif tidak bisa dipakai rujukan karena tingkat kualitas perawi dan ketersambungan sanadnya diragukan.

Dream - Hadis merupakan salah satu rujukan dalam hukum Islam selain Alquran. Hadis kerap memuat sejumlah kaidah terkait akidah, ibadah, muamalah, maupun amalan keseharian.

Muhaddisin atau para ulama hadis membagi derajat hadis menjadi tiga yaitu shahih, hasan, dan dhaif. Derajat ini ditetapkan berdasarkan kualitas hadis diukur dari kualitas perawi dan ketersambungan sanad.

Hadis shahih memiliki derajat paling tinggi, diikuti oleh hadis hasan. Sedangkan hadis dhaif derajatnya rendah, namun bisa dijadikan dalil.

Hadis dhaif dinisbahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, tetapi kualitas perawinya dinilai kurang karena tidak kuat hafalannya maupun kredibilitasnya, atau bisa juga karena sanadnya terputus.

Ada juga hadis maudhu' atau hadis palsu. Hadis ini disebut memuat informasi yang berasal dari Rasulullah, padahal bukan perkataan Rasulullah.

Sementara, bagaimana pandangan ulama terkait menyampaikan hadis dhaif namun tidak disebutkan statusnya?

Dikutip dari laman Syariah Nahdlatul Ulama, para ulama membolehkan mengamalkan dan menyampaikan hadis dhaif, selama tidak berkaitan dengan persoalan halal-haram, akidah, dan tidak palsu.

Pendapat ini dikemukakan oleh Hasan Muhammad Al-Masyath dalam kitabnya Al Taqriratus Saniyyah fi Syarahil Mandzumah Al Bayquniyyah.

" Sebagian ulama membolehkan periwayatan hadits dhaif tanpa menjelaskan kedhaifannya dengan beberapa syarat: hadits tersebut berisi kisah, nashat-nasihat, atau keutamaan amalan, dan tidak berkaitan dengan sifat Allah, akidah, halal-haram, hukum syariat, bukan hadits maudhu’, dan tidak terlalu dhaif."

Selengkapnya...

Beri Komentar