Zikir Pemantap Rizki si Sopir Angkot

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 30 Maret 2016 07:27
Zikir Pemantap Rizki si Sopir Angkot
Berbekal zikir, sopir ini melajukan angkotnya. Tidak ada kata ngetem, hanya ada keyakinan Allah akan memberi rezeki.

Dream - Zikir adalah sarana untuk terus mengingat Allah SWT kapan saja dan di mana saja. Dengan berzikir, segala keraguan dan kekhawatiran di dalam hati hilang begitu saja, berubah menjadi kemantapan.

Kisah zikir sopir angkot ini mungkin dapat menjadi pelajaran bagi setiap muslim. Kisah ini dituliskan oleh Herman Budianto, tatkala dia bertemu sopir angkot beberapa hari lalu kemudian diunggah di akun Facebook miliknya.

Herman tengah menunggu angkot untuk sampai ke tempat kerjanya di kantor Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa. Tidak berapa lama, angkot yang dikendarai pria berambut gondrong muncul.

" Ayo pak haji, langsung nih tidak ngetem," kata si sopir.

Herman sempat berpikir ini hanya strategi si sopir menarik penumpang dengan memanggil pak haji serta tidak ngetem. Dia begitu yakin angkot ini pasti ngetem untuk menunggu penumpang.

Tetapi, Herman memutuskan untuk naik angkot tersebut. Di dalamnya hanya ada dia dengan satu penumpang lain.

Beberapa lama setelah angkot berjalan, salah satu penumpang turun. Melihat angkot itu kosong, Herman merasa kasihan kepada si sopir.

" Saya mulai ajak ngobrol, 'Pak, tidak ngetem dulu saja? Kan penumpang hanya saya'," kata Herman menawarkan kepada si sopir.

" Tidak pak haji, saya sih tidak biasa ngetem, malas dan bikin penumpang tidak suka juga," jawab si sopir.

" Terus gimana dengan penumpang yang sepi begini, apa cukup untuk setoran?" tanya Herman.

Jawaban si sopir membuat Herman kagum. Si sopir ternyata punya kiat tersendiri untuk bisa mendapatkan rezeki.

" Alhamdulillah pak haji selama ini selalu ada rezeki Allah. Sambil nyetir begini saya sambil terus zikir dan berdoa agar rezeki lancar," jawab si sopir.

" Masya Allah, bagus sekali pak. Zikir apa yang biasa dibaca pak?" tanya Herman.

" Pernah di pengajian di masjid, Pak Haji, disuruh membiasakan baca istighfar sebanyak-banyaknya. Insya Allah akan diampuni Allah dan rezeki akan lancar," kata si sopir.

" Alhamdulillah, bagus sekali pak. Semoga terus dilanjutkan zikirnya dan semoga rezekinya makin lancar," kata Herman.

Selang beberapa saat setelah obrolan tersebut, satu per satu penumpang naik ke angkot itu. Angkot pun penuh dengan penumpang.

" Padahal saya lihat angkot lain banyak yang kosong," tulis Herman.

Angkot itu lantas melintas mendekati kantor Dompet Dhuafa. Herman lalu meminta sopir menghentikan angkot dan dia turun.

" Ooo, Pak Haji kerja di Dompet Dhuafa. Tidak usah bayar, Pak Haji. Anak saya pernah dibantu waktu sakit," kata si sopir.

Herman menolak perkataan itu. Dia tetap membayar ongkos angkot tersebut.

" Alhamdulillah, Pak. Semoga putranya terus sehat, tapi saya tetap bayar ya. Assalamu 'alaikum," kata Herman.

Salam itu lantas dijawab sang sopir. " Wa'alaikum salam."

Selengkapnya... (Ism) 

1 dari 3 halaman

Kisah Mantan Preman Semangat Belajar Iqro

Kisah Mantan Preman Semangat Belajar Iqro © Dream

Dream - Dukuh Jemawan, Desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Klaten, Jawa Tengah kerap dikenal sebagai sarang preman. Di sana tumbuh subur kriminalitas dan perjudian.

Tetapi, kesan mengerikan dukuh tersebut perlahan memudar dengan berdirinya tempat belajar membaca Alquran Griya Iqro di bawah binaan Yayasan Klaten Peduli Ummat (YKPU) dan Al Azhar Peduli Ummat (APU).

Bahkan, tempat ini menjadi media seorang mantan preman belajar mengenal huruf hijaiyah dan meninggalkan semua kebiasaan buruknya.

Adalah Jumakir, 50 tahun, yang dikenal sebagai preman tukang pembuat onar di kampungnya. Dia bekerja sebagai kuli angkut truk skam dengan penghasilan Rp50.000 per hari.

Tetapi, pendapatan itu tidak pernah bisa memberikan manfaat bagi istri dan ketiga anaknya. Uang tersebut selalu habis untuk memenuhi nafsunya minum minuman keras dan berjudi.

Hobinya itu sampai membuat keluarganya hampir berantakan. Sampai suatu hari, hidayah turun dari Allah SWT dan membuatnya tersadar hingga ingin meninggalkan kebiasaan buruknya.

Di sela waktunya bekerja, Jumakir berusaha meluangkan waktu menjalankan salat lima waktu dan aktif dalam pengajian di masjid. Dalam salat, muncul kesadaran dalam diri Jumakir, dia tidak memahami huruf Arab.

" Sebagai muslim, saya sadar agar ibadah saya sempurna saya harus bisa mengucapkan lafal surat Al Fatihah dengan baik," ujar Jumakir.

Kesadaran itu menggerakkan hati Jumakir untuk mulai belajar membaca huruf hijaiyah. Meski usianya telah mencapai setengah abad, Jumakir tidak merasa malu belajar mulai dari Iqro 1.

Tidak hanya itu, dia juga tidak segan diajari oleh guru yang usianya jauh lebih muda, terutama keponakan dan anak-anaknya. Dia malah semakin bersemangat ketika tahu istri dan anak-anaknya bangga melihat perkembangan dalam dirinya.

Jumakir tidak sendirian. Banyak warga Jemawan lain yang juga buta huruf Alquran seperti dirinya. Menyadari hal itu, Jumakir lalu berkonsultasi dengan Ustaz Rizky untuk membentuk sebuah wadah belajar membaca huruf Arab.

Gayung bersambut, Ustaz Rizky menyetujui ide tersebut, kemudian menghubungi YKPU dan APU. Dua lembaga amil zakat itu lalu memfasilitasi berdirinya wadah belajar tersebut, yang kemudian dinamai Griya Iqro.

Griya Iqro langsung mendapat sambutan luar biasa dari warga Jemawan. Puluhan orang dewasa hingga lansia begitu bersemangat memegang Iqro dan mulai mengeja huruf-huruf Arab yang tertera di buku itu.

Huruf-huruf Arab terdengar bersautan, membuat suasana begitu riuh dan menyenangkan. Ada yang membaca secara terbata, ada yang tersengal, ada pula yang sudah sedikit lancar. Semua melantun dengan penuh semangat.

Kehadiran Griya Iqro ternyata tidak hanya memberikan manfaat kepada para warga berupa bisa membaca huruf Arab. Melalui Griya Iqro, para santri mendapat program pemberdayaan ekonomi dengan modal dua ekor kambing.

Mereka diminta merawat dan mengembangbiakkan dua ekor kambing yang telah mereka terima. Keuntungan dibagi menggunakan sistem bagi hasil.

" Alhamdulillah, selama satu tahun lebih ini, dari dua ekor kambing, saya telah memiliki sembilan kambing dari bantuan YKPU dan Al Azhar Peduli Ummat," kata Jumakir.

Lantaran kegigihannya mengajak para warga belajar Alquran dan agama, Jumakir dipercaya menjadi Ketua RT 22/10 sejak 2014. Dia juga dipercaya menjadi bendahara Kelompok Peternak Griya Iqro.

Direktur YKPU, Zidni mengatakan pendirian Griya Iqro memang tidak semata untuk memperdalam ilmu Alquran. Lebih dari itu, Griya Iqro menjadi wadah bagi warga untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

" Memang tujuan adanya Griya Iqro itu adalah meningkatkan keagamaan masyarakat dan juga meningkatkan kualitas ekonomi di Jemawan," ucap Zidni.

(Ism, Sumber: Humas Al Azhar Peduli Ummat)

2 dari 3 halaman

Kenali Islam, Pemuda Jepang Jadi Relawan di Ponpes

Kenali Islam, Pemuda Jepang Jadi Relawan di Ponpes © Dream

Dream - Kehidupan yang dijalani umat Islam Indonesia menarik perhatian seorang warga Jepang, Shota Wakizaka. Dia penasaran ingin menemukan perbedaan antara Islam di Timur Tengah dengan belahan dunia lain.

Lantaran penasaran, dia memutuskan untuk mengambil libur kerja dan mengikuti program pelatihan luar negeri. Dia lalu mendaftar sebagai relawan dan mengajar bahasa Jepang pesantren Nurul Iman, Parung Bogor.

Dia akan berada di Pesantren Nurul Iman hingga Juni 2016. Seluruh aktivitasnya akan dia sampaikan ke Jepang, sebagai laporan pelaksanaan program.

Shota menuliskan pengalaman mengajarnya di fanpage milik The Japan Foundation. Dia mengaku kagum dengan cara hidup para warga pesantren tersebut yang sangat mandiri.

" Selama berkegiatan di sekolah ini, saya dapat merasakan pesona Islam! Sebelum datang ke Indonesia, saya tidak tahu apa perbedaan antara Islam di Timur Tengah dengan Islam di Indonesia. Sekarang saya paham dan saya malu sekali, bahwa saya tidak tahu apa perbedaan tersebut," tulis Shota, diunggah pengelola akun The Japan Foundation, Jakarta, diakses pada Kamis, 17 Maret 2016.

" Tetapi, seiring saya menjalani kegiatan ini di sini, saya merasakan kedamaian hati orang-orang muslim, selalu berterima kasih pada orang-orang sekitar dan merasakan pesona mereka," tulis dia.

Di awal, Shota sebenarnya tidak ingin melanjutkan mengajar di pesantren tersebut. Jarak tempuh yang lama dari Jakarta menjadi alasan ketidaktertarikan Shota untuk datang dan mengajar Bahasa Jepang dua kali sepekan.

" Tetapi, mereka memiliki mimpi seperti 'ingin mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang' ataupun 'ingin bekerja di Jepang' dan mereka belajar dengan sungguh-sungguh demi mewujudkan mimpi itu dan saya telah melihat perjuangan mereka itu," tulis Shota.

" Saya merasakan semangat membara para pelajar di sini, dan ini lah yang membuat saya ingin untuk datang setiap minggunya," tulis Shota.

Lebih lanjut, Shota merasa takjub dengan potensi generasi muda Indonesia, yang punya niat untuk belajar sungguh-sungguh demi meraih mimpi mereka. Dia memutuskan untuk terus menemani mereka sampai mimpi itu mampu mereka raih.

" Sebagai seorang yang terlahir di Jepang yang kebetulan memiliki hubungan dengan Indonesia, saya akan terus menemani mereka ke depannya dalam perjuangan mereka meraih mimpi tersebut, karena membangun ekonomi yang lebih baik merupakan salah satu mimpi saya," tulis dia.

3 dari 3 halaman

Kisah Mbah Suhartono, Bertahan Hidup dengan Karung Terigu

Kisah Mbah Suhartono, Bertahan Hidup dengan Karung Terigu © Dream

Dream - Yogyakarta selalu meninggalkan kenangan manis bagi siapapun yang pernah menyambanginya. Namun di salah satu sudut kota ini ternyata tersimpan sebuah cerita yang dijamin akan mengundang rasa iba Anda.

Adalah kisah Mbah Suhartono. Kakek tua berusia 83 tahun yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang di sekitar Pasar Beringharjo. Di usianya yang sangat renta, Mbah Suhartono masih harus membanting tulang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tubuh lemahnya seringkali sudah tak bisa diajak kompromi. Namun Si Mbah tetap terus bersemangat menjajakan barang dagangan yang ala kadarnya.

Ya, Mbah Suhartono hanya menjual sarung-sarung bantal sederhana yang dibuatnya dari bahan karung terigu bekas. Soal kebersihan, tak perlu khawatir karena karung-karung tersebut telah diolah sedemikian rupa oleh Mbah hingga menjadi layak pakai. Meski barang dagangannya terlihat sederhana, tapi Si Mbah terbilang kreatif ya.

Sarung-sarung bantal itu biasa dijual Rp10.000 per buah saja. Mbah Suhartono biasa mangkal di pintu keluar Pasar Beringharjo atau terkadang berkeliling di sekitar area penjualan batik-batik.

Dahulu Si Mbah terabaikan, namun belakangan menjadi sorotan setelah kisah hidupnya diunggah dan dibagikan ke dalam akun Facebook sebuah komunitas sosial, Share If You Care.

Kisah kakek 83 tahun asal Yogyakarta itu pun seketika menjadi viral dan menyita perhatian netizen di media sosial. Banyak netizen yang salut dengan kegigihan dan kreativitas Mbah Suhartono lantas mengungkapkannya lewat komentar-komentar positif.

" Mbah suhartono insyaallah diberikan kesehatan & kekuatan & dilindungi Allah SWT," tulis akun Marten Accoustic Hypnotrick.

Tris Wijaya, " Keren nih sarung bantalnya, bisa jadi tren lho, bahannya kan katun dan tebal, adem dan awet."

Nie Mulya, " Sudah tua tp masih semangat semoga laris berkah yaaa."

Beri Komentar