Anak Mengamuk/ Foto: Shutterstock
Dream - Menghadapi sikap anak kerap membuat bingung orangtua, terutama ketika anak ngambek atau mengamuk hingga berguling dan melempar barang. Emosi orangtua kerap ikut terpancing dan ingin segera menghentikannya.
Saat anak bersikap demikian, ketika emosinya tak terkontrol, orangtua yang memiliki peran utama. Banyak yang cenderung mendiamkan, langsung memberi hukuman, membentak atau langsung menyuruh anak ke kamarnya. Ternyata hal tersebut tidak tepat.
Justru di saat seperti itu anak perlu ditemani, ditenangkan, dan memastikan anak tak melukai dirinya atau orang lain di sekitar. Hal tersebut dibahas dalam webinar yang digelar aplikasi Tentang Anak yang mengupas " Kenali Mitos dan Fakta Terkait Emosi pada Anak" beberapa hari lalu.
" Aspek psikologi anak yang sama pentingnya dengan aspek kesehatan fisik anak. Masih banyak orangtua Indonesia yang ingin belajar bagaimana menghadapi anak yang sering tantrum, mudah marah, dan belum mengenal betul berbagai emosi yang dapat ditemukan pada keseharian anak," kata dr. Mesty Ariotedjo, spesialis anak yang juga founder dari Tentang Anak dalam siaran persnya.
Samanta Elsener, M.Psi., psikolog anak dan keluarga yang juga hadir di kesempatan yang sama menjelaskan, banyak hal yang memicu emosi anak tak terkontrol. Hal ini penting dikenali orangtua dan lebih peka pada kondisi emosi anak.
" Kenali alasan mengapa anak sering tantrum dan marah. Terpicu oleh emosi negatif yang sedang anak rasakan, seperti marah, kecewa, dan frustasi. Selain itu, adapun alasan lainnya seperti anak kelelahan fisik dan overstimulasi," kata Samantha.
© Dream
Ia juga memberikan penjelasan kalau saat anak mengamuk, mereka belum tahu bagaimana meregulasi atau mengelola emosinya. Umumnya, tantrum anak hanya terjadi selama 15 menit
" Hal yang dapat orangtua lakukan untuk membantu anak dapat meregulasi emosinya. Bangun kepercayaan dengan anak. Kenalkan berbagai jenis emosi pada anak baik itu emosi positif maupun negatif sedini mungkin," ungkap Samantha.
Emosi antara lain bahagia, bangga, sedih, kecewa, marah, semangat, bersalah, malu, lelah dan masih banyak lagi. Dengan anak mengenali emosi yang dirasakan, ia akan tahu secara detail yang dialami, dengan begitu anak bisa menggambarkan hal yang tak disukai hingga menyebabkan emosinya meledak.
© Dream
Orangtua bisa membantu menarasikan/ menggambarkan perasaan tersebut dan membantu anak mencari solusi untuk menenangkannya. Misalnya dengan menarik napas panjang, menjauh dari hal yang memancing emosi atau belajar menghadapi situasi yang membuatnya meledak-ledak.
Saat anak mengamuk, jangan membiarkan atau membuat anak menyelesaikannya sendiri. Justru mereka sangat membutuhkan orangtuanya. Berikan validasi pada perasaan anak.
" Temani anak selama ia mengalami tantrum. Berikan air mineral saat sudah berhenti menangis untuk menghindari dehidrasi. Peluk anak atau sentuh dengan halus untuk menenangkan anak," pesan Samantha.
© Dream
Dream - Pencapaian akademik bisa dengan mudah dilihat dari nilai-nilai anak di sekolah. Nilai yang tinggi bisa jadi acuannya. Sebenarnya, hasil akademik yang baik bukan hanya muncul karena kemampuan intelektual yang dimiliki anak, tapi juga emosinya.
Ada lagi salah satu acuan yang juga harus diperhatikan, yakni kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ). Mengendalikan emosi salah satu hal penting dalam EQ.
Seperti pernah dijelaskan dr. Nitish Basant Adnani, BmedSc, MSc, dari KlikDokter, kecerdasan emosional merupakan perilaku di mana seseorang pandai dalam mengelola perasaan.
“ Tak hanya itu, kecerdasan emosional juga sebagai cara seseorang menggunakan perasaan untuk mengembangkan pemikiran, dan menggunakan pemikiran untuk mengembangkan perasaan,” ujarnya.
Dengan kemampuan tersebut, seseorang bisa membuat keputusan agar dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain secara baik. “ Hal tersebut membuat seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan empati yang lebih baik, dapat melihat sebuah situasi dari berbagai sudut pandang,” kata dr. Nitish.
© Dream
Seseorang dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Hal itu membuat mereka lebih mudah menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan. Penelitian yang diterbitkan dalam Psychological Bulletin, mengungkap kemampuan mengendalikan emosi berkaitan dengan prestasi akademik.
Penelitian yang dikaji melibatkan lebih dari 42.000 siswa dari 27 negara, yang diterbitkan antara tahun 1998-2019. Responden yang digunakan adalah siswa sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan tidak mempertimbangkan lokasi.
Peneliti menemukan, siswa dengan kecerdasan emosional yang lebih tinggi cenderung mendapatkan nilai dan skor tes yang lebih baik daripada yang lebih rendah.
Siswa dengan kecerdasan emosi yang lebih tinggi mungkin lebih mampu mengelola emosi negatif.
Misalnya, kecemasan, mengelola rasa marah, dan kecewa. Hal-hal ini secara umum dapat memengaruhi kinerja akademik secara negatif pula. Pada gilirannya, hal kondisi emosi sangat berpengaruh pada output akademik.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu

Celetukan Angka 8 Prabowo Saat Bertemu Presiden Brasil

Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini


Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya Bagi Kesehatan Tubuh

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu