Ilustrasi
Dream - Ingin selalu segalanya tampak sempurna, berakhir dengan baik, disiapkan dengan matang, bagi sebagian orang memang merupakan hal yang positif. Faktanya justru bisa berdampak sebaliknya.
Bisa menimbukan stres, tekanan batin, sulit beradaptasi dan merasa tak ada solusi lain. Sikap perfeksionis ini bukan hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga anak-anak.
Misalnya ketika mereka hanya ingin menggunakan pakaian dengan warna sama dan jika tidak mengamuk dan tak mau pergi. Saat tugas sekolahnya tidak maksimal, lalu tak masuk sekolah. Biasanya sikap ini muncul ketika anak mulai masuk sekoalh
" Sifat tersebut biasanya dapat dikenali pada anak usia sekolah dasar awal, ketika mereka dapat memahami bahwa mereka sedang dibandingkan dengan orang lain, baik di sekolah, olahraga, atau lingkungan lainnya," kata Parker Huston, Ph.D., seorang psikolog pediatrik di Colombus, Ohio.
© Dream
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa perfeksionis ini lebih umum terjadi pada anak perempuan. Pada level yang normal, sifat perfeksionis seperti gambaran perjuangan seorang anak untuk bisa sempurna dan diterima secara sosial dan mengagumkan.
" Ketika berada di level ekstrem, perfeksionisme merupakan faktor risiko kecemasan, depresi, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan gangguan makan, kata Kirsten Gilbert, Ph.D., asisten profesor psikiatri di Universitas Washington di St. Louis
Para ahli melaporkan bahwa pandemi telah mengantarkan krisis kesehatan mental untuk anak-anak. Mengetahui apakah perilaku anak telah melewati batas dari membantu menjadi berbahaya terasa semakin penting.
© Dream
Perfeksionis ekstrem sebenarnya muncul karena kepercayaan diri yang rendah, mudah malu, dan mungkin terobsesi dengan setiap kesalahan. Anak-anak bisa menjadi sangat gelisah ketika mewarnai di luar garis sehingga mereka akan berulang kali meremas kertas mereka dan memulai dari awal.
" Jika mereka menjawab sembilan dari 10 pertanyaan dengan benar dalam kuis, mereka akan fokus pada satu jawaban yang salah daripada bangga dengan jawaban yang benar. Mereka akan keluar dari tim olahraga jika mereka pikir mereka tidak sebaik orang lain. Meskipun mereka ingin berhasil di sekolah, mereka mungkin menunda-nunda karena jika mereka tidak memulai tugas, mereka tidak akan mengambil risiko gagal," kata Gilbert.
Menghadapi anak dengan kecenderungan perfeksionis, orangtua penting untuk lebih peka dan tak menuntutnya. Dokter Huston menyarankan untuk memulai dengan penjelasan, diikuti dengan pertanyaan.
Misalnya, " Beberapa dari kita memiliki suara di dalam kepala kita yang terdengar agak kasar atau tidak terlalu sering. mengatakan bahwa jika kita tidak sempurna, kita harus melakukan sesuatu lagi sampai kita melakukannya dengan benar. Apakah kamu memiliki suara seperti itu?" . Dari situ, bisa memulai diskusi.
© Dream
Memaksa anak untuk tak terlalu perfeksionis adalah hal sia-sia, justru akan memperparahnya. Ungkapkan kalau semua orang pernah gagal dan salah, termasuk ayah dan ibunya.
" Bagian dari pekerjaan Anda sebagai orang tua adalah membantu anak belajar menoleransi perasaan buruk dan memahami bahwa perasaan buruk itu berlalu," kata Dr. Khaliq.
Bila dirasa sikap perfeksionis anak sudah sangat mengganggu dan membuatnya sangat kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, jangan segan untuk konsultasi. Ajak si kecil untuk ke psikolog anak, tak perlu ragu.
Sumber: Parents
Advertisement

Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Kenalan dengan CX ID, Komunitas Customer Experience di Indonesia

Ranking FIFA Terbaru, Indonesia Turun ke Peringkat 122 Dunia

Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget