Ilustrasi
Dream - Sebagai orangtua, banyak kebutuhan anak yang harus kita penuhi sebagai bentuk tanggung jawab. Selama ini, pemenuhan materi untuk anak dianggap yang paling utama dan selalu diusahakan maksimal oleh banyak orangtua.
Sebenarnya, ada satu kebutuhan yang juga sama pentingnya, yaitu kebutuhan emosi. Dikutip dari Sehatq, kebutuhan emosional adalah kebutuhan yang bisa membuat perasaan menjadi lebih tenang, utuh, dan bahagia.
Saat kebutuhan itu tak terpenuhi, orangtua melakukan “ childhood emotional neglect” atau “ pengabaian emosi” dan hal tersebut sering tak disadari. Dokter Shela P. Sundawa, spesialis anak, menjelaskan dalam akun Instagramnya @oxfara, childhood emotional neglect adalah kegagalan orangtua dalam memenuhi kebutuhan emosional anak selama tahun awal kehidupannya.
" Pada kondisi ini kebutuhan emosional anak akan kasih sayang, dukungan atau perhatian diabaikan. Pengabaian anak secara emosional sebenenarnya sering ditemui tetapi sulit dikenali oleh orang luar," ungkap dr. Shela.
Seperti apa cirinya? Menurut dr Shela, pengabaian emosi kerap dilakukan orangtua yang terlalu fokus pada pencapaian kecerdasan (IQ), menganggap kehidupan anak dalam kendalinya, mengarahkan semua perhatian hanya pada dirinya sendiri serta menyangkal perasaan atau pikiran anak.
© Shutterstock
Contohnya saat anak berkata " ibu aku capek" , lalu direspons dengan " masa gitu aja capek, ga mungkinlah, kamu kan tadi tidur siang" . Bisa juga karena orangtua tidak berniat untuk mengabaikan emosi anak, namun tidak tahu cara merespons emosi anak.
" Bila seorang anak menyatakan emosi negatif (marah, sedih, capek, kesal dst) dan orangtua menyangkal, anak anak menyimpulkan bahwa apa yang dirasakannya tidak benar. Lain waktu jika anak sedang sedih maka ia akan bingung betulkah dia memang sedang sedih," ungkap dr Shela.
Jika dibiarkan pengabaian emosi tersebut akan berdampak jangka panjang. Risiko yang muncul di kemudian hari ketika anak dewasa yaitu depresi, gangguan kecemasan, gangguan penggunaan zat, dan gangguan kepribadian.
© Shutterstock
Untuk itu mulai sekarang berusahalah merespons emosi anak, baik itu emosi positif maupun negatif. Buatlah anak tak merasa sendiri, dan beritahu padanya hal yang ia rasakan bukan sesuatu yang salah. Tekankan juga pada anak bahwa anak akan dimintai tanggung jawab atas perilaku dan bukan emosinya.
" Ajarkan dia mentolerir, mengelola dan mengungkapkan perasaannya," pesan dr. Shela.
Dream - Ada kalanya anak langsung mengerti dan menurut saat diperingatkan orangtua. Sebaliknya, dalam beberapa kondisi saat kita melarang dan sudah mengingatkan, anak malah melakukannya.
Sikap anak tammpak seperti sengaja memancing emosi orangtua. Biasanya dalam kondisi ini, emosi orangtua jadi meledak dan jadi membentak anak. Memang, dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi saat anak 'mengetes' emosi orangtuanya.
© Dream
Psikolog Samantha Elsener dalam akun Instagramnya @samanta.elsener mengungkap saat anak bersikap memancing emosi orangtua, sebenarnya itu merupakan indikator. Indikator apa?
" Parents, tahu enggak sih ketika anak sedang memancing emosi sebenarnya itu adalah indikator anak sedang membutuhkan welas asih dari orangtuanya. Pastikan ketika anak memancing emosimu, tetap sabar tetap tanggapi anak dengan kasih sayang dan bantu anak mengenali emosinya apa sih yang sedang dirasakan," ungkap Samantha.
Bisa jadi anak sedang mengalami kelelahan, stres atau masalah yang tak bisa ungkapkan. Sayangnya, anak-anak tak mengkomunikasikan emosinya dengan baik, sehingga ia seperti berulah padahal butuh perhatian lebih.
" Jangan-jangan anak sedang mengalami bad day sama seperti kita orang dewasa juga bisa mengalami bad day lho. Bedanya anak-anak kemampuan komunikasi masih terbatas jadi perlu kita dampingi untuk bisa mengajarkan bagaimana ia paham situasi atau suasana hatinya," pesan Samantha.
Dream - Mengontrol kemarahan, kekecewaan dan kesedihan jadi hal yang sangat sulit bagi orang dewasa, apalagi anak-anak. Jangan heran ketika anak dilarang melakukan sesuatu, diminta mengikuti aturan atau diberi hukuman, mereka akan mengamuk, berguling-guling hingga histeris.
Hal ini karena ketika anak mengamuk, terutama yang usianya di bawah 10 tahun, kortisolnya melonjak ke seluruh tubuh. Hal itu membuat mereka bertindak berdasarkan naluri. Itu bagian dari respons fight-or-flight — respons biologis evolusioner yang memungkinkan kita menghadapi situasi berbahaya.
Bagaimana cara menguranginya? Ambil napas dalam-dalam. Kedengarannya seperti omong kosong yang tidak berguna, tapi nyatanya sangat efektif. Penelitian menunjukkan bahwa ada manfaat nyata dari nasihat kuno tentang menarik napas dalam-dalam. Latihan pernapasan untuk anak-anak dapat menjadi alat yang ampuh untuk menurunkan level emosi negatif mereka.
Kita cenderung menganggap perasaan sebagai sesuatu yang abstrak, tetapi menjadi marah memiliki efek yang nyata dan terukur pada tubuh kita. Saat kita stres, adrenalin dan kortisol membanjiri tubuh.
Jantung mulai berdetak lebih cepat, lemak dan gula dikirim ke aliran darah untuk menyediakan energi yang dapat diakses, dan indera kita menjadi lebih tajam. Saat cemas, kita cenderung mengambil napas lebih sering, yang meningkatkan jumlah karbon dioksida dalam tubuh. Pembuluh darah merespons dengan menyempitkan, membatasi aliran darah ke organ dan jaringan, dan menyebabkan tekanan darah turun. Kurangnya aliran darah ini adalah penyebab mati rasa atau kesemutan yang dialami beberapa orang selama serangan panik.
Napas dalam dan lambat membalikkan proses ini. Tarikan dan embusan napas yang terukur membantu memulihkan kadar karbon dioksida tubuh, mematikan respons fight-or-flight, dan membantu membuat tubuh beristirahat. Penelitian menunjukkan bahwa latihan pernapasan dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit pada anak-anak dan bahkan meningkatkan kinerja pengontrolan emosi mereka.
Dokter Umakanth Katwa, seorang pulmonolog, mengatakan bahwa pasiennya menggunakan latihan pernapasan secara teratur untuk menghilangkan obat kecemasan. Katwa mengatakan penting untuk berlatih pernapasan dalam secara teratur, tidak hanya pada saat-saat tertekan.
“ Anak-anak yang cemas pada awalnya dapat dengan mudah jatuh ke dalam serangan panik. Mereka sudah berada di ujung tanduk, dan ketika terjadi sesuatu, mereka tiba-tiba mulai mengalami hiperventilasi,” kata Katwa, dikutip dari Fatherly.
Berlatih pernapasan dalam akan membantu anak mengontrol emosi, mengurangi level kecemasan dan bisa membantu mental anak jadi lebih sehat. Ada beberapa latihan napas mudah yang penting diajarkan pada anak-anak. Berikut langkahnya:
- Tutup mulut dan ambil napas melalui hidung
- Simpan napas di perut, pastikan perut bergerak, bukan dada bagian atas. Ini menunjukkan pernapasan diafragma dalam
- Setelah itu buang napas secara perlahan lewat mulut
- Latih pernapasan dalam secara teratur, 2-3 kali sehari, tidak hanya pada saat-saat tertekan. Ini membantu membangun kebiasaan sehingga anak-anak ingat untuk melakukannya ketika mereka cemas/ marah/ takut.
Penampilan Ussy Sulistyawati saat ke Sekolah Anak Dinilai Tak Pantas
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Viral! Rumah Ini Tak Mau Mengalah, Berdiri di Tengah Jalan Utama
Potret Duet Ariel NOAH dan BCL di Panggung Java Jazz Festival 2023: 6 Kali Bilang I Love You