Murid Sekolah Dasar/ Foto: Shutterstock
Dream - Pekan ini, anak-anak yang usia 6 tahun ke atas mulai memasuki Sekolah Dasar (SD). Jenjang sekolah yang lebih tinggi, tentunya merupakan tantangan baru bagi anak-anak.
Lingkungan yang mereka hadapi, jadi sangat berbeda. Kondisi tersebut tentunya membutuhkan penyesuaian yang besar dan tak semua anak merasa bisa menghadapinya dengan baik. Tak heran kalau beberapa anak mengeluh dengan suasana sekolahnya yang baru, terutama tugas dan pelajaran yang rumit.
Samantha Elsener, seorang psikolog anak, mengungkap kalau sangat wajar anak di usia SD mengalami kondisi inferior. Yaitu memiliki kecenderungan mengecilkan kemampuan diri sendiri, akibatnya jadi minder atau kurang percaya diri.
" Padahal anak perlu mengembangkan keyakinan diri bahwa dirinya mampu mengembangkan keterampilan yang sedang dilatih. Dalam hal ini termasuk tugas-tugas sekolah," tulis Samantha di akun Instagramnya @samantha.elsener.
Ia juga mencontohkan beberapa kondisi di mana anak kerap mengeluh atas kemampuan dirinya. Antara lain anak sering mengatakan " aku enggak bisa" , " ini tuh susah" , " aku enggak mau kerjain, susah" .
Menghadapi keluhan anak, orangtua mungkin kebingungan. Menurut Samantha ada respons yang diberikan agar anak tak selalu merasa minder. Cobalah dengan mengatakan pada anak, " makin besar keterampilan kita makin terasah" , atau " saat bayi belum bisa jalan juga latihan jalan sampai bisa lari" .
Penting juga memvalidasi emosi anak yang merasa kecil seperti menyadari ia sedang merasa kesusahan. Katakan padanya " memang susah, makanya perlu latihan supaya makin terampil" atau " istirahat sebentar yuk baru kita coba lagi" .
Dengan berusaha mengerti kondisi anak, orangtua akan bisa menghadapinya dengan baik. Anak pun memiliki sudut pandang lain dengan analoginya sendiri ketika orangtua bisa menjelaskannya.
Dream - Menstruasi bisa terjadi kapan saja. Bagi remaja putri yang baru saja haid pertama kali, hal ini harus disiapkan jauh-jauh hari. Bukan tidak mungkin mereka haid di sekolah.
Bila itu terjadi, anak mungkin bisa panik dan bingung. Terutama, jika tak ada persiapan sama sekali. Penting bagi orangtua untuk menyiapkan mental anak menghadapinya. Apa saja yang harus dilakukan?
1. Diskusikan
Semakin dini berbicara mengenai menstruasi dan perubahan-perubahan yang dapat terjadi selama masa pubertas dengan anak, itu akan semakin baik. Mendiskusikannya sejak dini dapat membantu menghilangkan ketakutan atau kecemasan yang tidak berdasar.
Untuk mulai mendiskusikannya, bisa memulai dengan bertanya pada anak apa yang mereka ketahui tentang pubertas. Beri tahu informasi yang salah, kemudian jelaskan dengan dengan bahasa yang mudah anak mengerti.
Bagi ibu, ceritakan juga saat pertama kali mendapatkan menstruasi. Ini akan lebih membantu anak untuk dapat membayangkannya. Tanyakan kembali pada anak, adakah hal yang ingin ia tanyakan atau masih bingung.
Dijelaskan oleh Gracia Ivonika, seorang psikolog, ibu perlu membantu anak untuk memahami bahwa menstruasi adalah siklus yang normal dan sehat, sehingga anak tidak perlu takut.
“ Ajak anak mengidentifikasi tanggal siklus menstruasinya dan mulai mencatat untuk setiap bulan. Ajak juga untuk mengidentifikasi tanda-tanda menjelang menstruasi yang sebelumnya ia rasakan,” kata Psikolog Gracia.
Bisa jelaskan kepada anak bahwa siklus menstruasi setiap bulannya dapat berubah. Oleh karena itu, membuat tanggalan menstruasi berguna untuk memperkirakan kapan menstruasi berikutnya dapat terjadi.
Apabila anak sudah mengenali tanda-tanda PMS dan mencatat tanggal menstruasi, itu dapat membuatnya memiliki perkiraan kapan ia menstruasi. Dengan begitu, anak dapat mempersiapkan jika haid terjadi di sekolah.
Ajarkan pula anak untuk selalu membawa pembalut dan celana dalam ganti saat sudah mendekati tanggal datang bulan dan saat haid berlangsung. Dengan persiapan yang matang, itu dapat mencegah anak cemas saat haid di sekolah.
Menurut Gracia hal penting yang perlu diajarkan saat anak baru menstruasi adalah cara memakai dan mengganti pembalut dengan benar, terutama saat di tempat umum. Beritahu juga cara mengganti pembalut saat di sekolah. Bisa membawakan anak sabun cair untuk anak mencuci tangannya setiap kali mengganti pembalut. Jangan lupa untuk mengajarkannya cara membungkus dan membuang pembalut dengan benar.
Selanjutnya,perlu mendiskusikan dengan anak tentang ketidaknyamanan selama mens di sekolah, misalnya kebocoran. Perlu mengajarkan cara mencegah kebocoran dan apa yang harus dilakukan jika darah mens menembus seragam.
Bisa minta ia selalu membawa celana dalam dan pembalut ganti di tas. Bisa pula dengan membawa jaket atau cardigan untuk menutupi bagian yang tembus.Boleh menyarankan anak untuk melapor ke UKS atau pada guru perempuan jika diperlukan.
Baca selengkapnya di KlikDokter.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati