Ibu Dan Anak Remaja Perempuan/ Foto: Shutterstock
Dream - Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib, punya pesan penting untuk para orangtua saat mengasuh dan mendidik anak. Hingga kini, pesan tersebut masih sangat relevan dan penting untuk diingat seluruh orangtua.
" Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu," pesan Ali bin Abi Thalib.
Banyak orangtua yang menganggap anak sekarang tidak memiliki sopan santun yang baik, tak seperti zaman dulu yang mendengar derap sepatu orangtuanya dari jauh saja sudah takut. Dulu, saat anak diajak bicara bahkan tak berani menatap mata orangtua dan tak pernah membantah.
Keluhan pun bermunculan, salah satunya karena pikiran kritis anak yang menanyakan soal eksistensinya di dunia. Pertanyaan yang mungkin bisa bikin kepala orangtua 'mendidih', yaitu " kenapa sih aku dilahirin ke dunia? aku kan gak minta dilahirin" .
Mendengar remaja menyatakan hal tersebut dan menanyakan soal eksistensinya setelah lahir, seringkali membuat orangtua emosi. Terutama jika sebelumnya muncul perdebatan sengit antara orangtua dan anak.
Pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan hal normal bagi anak remaja, ketika pikirannya berkembang dan menjadi sangat kritis. Anastasia Satriyo, seorang psikolog anak dan remaja dalam akun Instagramnya @anassatriyo menjelaskan kalau itu merupakan tahap perkembangan remaja secara kognifitf dan psikologis.
" Berpikir/ tahap perkembangan kognitif anak yang otaknya masuk fase remaja. Maka penting untuk orangtua berlatih menjadi teman diskusi/ teman ngobrol anak remaja sehingga anak remaja bisa merasa punya teman diskusi untuk eksplorasi pikiran dan pertanyaan," ungkap Anas.
Menurut Anas, dalam situasi tersebut justru anak sebenarnya butuh teman diskusi. Kemampuan berpikir kritisnya sudah sangat berkembang baik dan mempertanyakan maksud dirinya lahir ke dunia.
Memarahi, mengatakan " anak tak bersyukur" , apalagi melarangnya bertanya dan berpikir justru sangat fatal.
" Dilarang bertanya dan berpikir = mematikan keberhargaan diri remaja," tulis Anas.
Saat menghadapi pertanyaan yang kritis dari anak remaja, orangtua seringkali tak siap. Respons yang muncul adalah penuh emosi dan menyalahkan. Bila memang menghadapi situasi ini, coba semaksimal mungkin untuk menempatkan diri di posisi si anak remaja.
Jika kepala sudah dalam keadaan dingin dan bisa membuka diskusi, akan sangat baik. Menurut Anas, hal yang bisa dilakukan coba pancing dengan pertanyaan yang bisa memicu diskusi.
" Satu pertanyaan remaja, misalnya 'kenapa sih aku harus lahir?'. Bisa direspons dengan pertanyaan lanjutan dengan nuansa rasa ingin tahu (curiousity) dan empati, 'hoo kenapa kok bisa berpikiran begitu?, 'kalau kamu nggak lahir jadi anak papa mama, kamu kebayangnya sekarang lagi ngapain?', 'apalagi pertanyaan yang ada di pikiran kamu?," ungkap Anas.
Menurut Anas, mengasuh anak remaja sangat bisa memicu pengalaman emosi orangtua saat remaja. Penting bagi ayah dan bunda untuk memproses diri, bertumbuh dan belajar terus menerus.
Hal itu agar bisa berkomunikasi dengan remaja, mampu mengelola emosi menghadapi sikapnya, juga mampu menemaninya berdiskusi dalam hal-hal kritis ketika ia menanyakan eksistensi dirinya. Bukan dengan memintanya diam.
Sumber: Instagram @anassatriyo
Dream - Mau belajar, mendengarkan, berusaha mengerti dan meninggikan empati, bukanlah hal mudah. Bagi orangtua yang memiliki anak dengan beragam usia, seluruh hal tersebut harus dilakukan seumur hidup, bahkan saat anak sudah dewasa.
Salah satu fase yang sangat menantang bagi orangtua adalah ketika anak-anaknya beranjak remaja. Pikirannya sudah mulai kritis, suka mendebat, gejolak hormon, semuanya membuat sikap anak jadi sangat berbeda dari sebelumnya.
Satu hal yang sangat penting ketika menghadapi remaja di fase ini adalah jangan pernah mengecilkan perasaan anak. Menganggap masalah yang dihadapinya merupakan hal ringan, tidak ada apa-apanya dibandingkan persoalan orangtua.
" Sadar atau nggak, kita para orang tua seringkali mengucapkan kalimat yang ternyata bisa mengecilkan perasaan anak. Kita, hanya karena adalah orang tua mereka dan merasa jauh lebih berpengalaman seringkali mencoba memanipulasi atau “ membatalkan” emosi yang dirasakan anak," ungkap Irma Gustiana, seorang psikolog keluarga dalam akun Instagramnya @ayankirma.
Banyak orangtua atau orang dewasa, menurut Irma sering mengatakan " hey, masalahmu itu kecil, nggak usah terlalu dipikirkan" . Hal tersebut dampaknya sangat besar, malah bisa membuat anak remaja merasa semakin stres dan merasa bersalah.
" Padahal yang namanya emosi itu valid. Sementara yang dilakukan dengan menganggap sepele emosi anak anak adalah emotional invalidation, berupa tindakan mengabaikan atau menolak pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang.
" Hal ini menunjukkan kalau 'perasaanmu nggak penting, perasaanmu salah," ungkap Irma.
Irma menjelaskan, penting bagi orangtua untuk mengerti kalau di usia remaja awal sampai remaja akhir pergolakan batin anak sangat naik turun. Pengaruh hormonal, tekanan akademik, kehidupan dan pergaulan sosial, media sosial dan sebagainya.
" Satu satunya harapan mereka adalah orang tuanya, untuk bisa menjadi sound board tempat mencurahkan perasaan. Harapannya agar mendapatkan feedback yang positif bukan mengecilkan emosinya," ungkap Irma.
Untuk menjaga kualitas hubungan dengan anak remaja, selalu validasi emosi anak. Berusahalah mengerti ketika anak remaja berada dalam situasi tertentu. Menurut Irma, hindari melontarkan enam kalimat ini.
1. " Kenapa jadi marah? Nggak ada alasan buatmu marah, orang lain saja nggak merasa seperti itu"
2. " Jangan didramatisir, nggak usah drama atau dibuat-buat"
3. " Berhenti nangisnya, nggak usah nangis karena nggak ada alasan untuk nangis"
4. " Kenapa kamu nggak bisa lebih baik daripada saudaramu"
5. " Orang lain bisa kenapa kamu nggak? Apa susahnyanya sih?"
6. " Semua sudah kami berikan sekarang begini balasanmu ke kami sebagai orangtua" .
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR