Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Pengelola stasiun swasta RCTI memberikan penjelasan tentang langkah perusahaan mengajukan uji materi (judicial review) Undang-undang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah tersebut dituding akan membuat aktivitas live streaming tak bisa dilakukan leluasa karena tidak memiliki izin siar.
Lebih jauh banyak pihak menilai gugatan tersebut bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan mengancam keberadaan para YouTuber maupun Vlogger.
Terkait persoalan ini, Corporate Legal Director MNC Group, Christophorus Taufik, meminta masyarakat untuk membaca kembali draft gugatan tersebut. Dia menyatakan gugatan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebebasan berekspresi content creator.
" Permohonan kita itu kalau dibaca benar-benar, bisa di-donwload terbuka, itu ditujukan ke OTT (korporasi Over the Top), yaitu korporasi yang menyalurkan kontennya lewat internet," ujar Christoporus dalam channel YouTube Deddy Corbuzier.
Christoporus mengatakan pihaknya mempersoalkan korporasi yang tidak terikat perizinan, bukan content creator. Beberapa contoh yang disebutkan seperti YouTube.
Content creator merupakan pengisi konten dari korporasi yang tidak disebutkan dalam uji materi UU Penyiaran yang diajukan RCTI. Sementara, subjek dari UU Penyiaran sendiri adalah institusi, bukan individu.
Christoporus menjelaskan jika seseorang hendak mendirikan perusahaan di Indonesia harus mendapatkan izin. Hal yang sama seharusnya berlaku juga untuk perusahaan semacam YouTube.
" Kalau YouTube mau mendirikan di Indonesia, aturannya kan nggak ada. Nah, itulah yang musti diatur," kata dia.
Justru, kata Christophorus, gugatan RCTI melindungi content creator dari ancaman Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik jika nantinya dikabulkan MK.
Christophorus melanjutkan dalam dunia penyiaran yang dipayungi UU Penyiaran, apabila ada siaran yang tidak mengandung kesalahan masyarakat dapat mengadukan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga tersebut akan memberikan teguran kepada stasiun televisi terkait keluhan masyarakat.
Berbeda halnya dengan OTT yang tidak ada teguran namun banyak orang dipenjara. Perbedaan penafsiran di antara penonton bisa berujung pada pelaporan dan akhirnya memenjarakan content creator.
" Sekarang pilihan (bagi yang tidak suka dengan content creator) cuma dua, ke polisi atau pidana, atau diblokir," kata dia.
Direktur Programming dan Akuisi RCTI, Dini Putri, nantinya jika ada kesalahan pada suatu konten internet maka perusahaan penyiarnya akan kena tegur, bukan content creatornya. Ini jika gugatan tersebut dikabulkan MK.
" Sama halnya dengan di televisi, bila ada kesalahan di dalam kontennya, bukan content creator atau artisnya yang ditegur tapi televisinya. Meski misalnya ada improvisasi artis di sana," kata dia.
Lebih lanjut, Dini menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan content creator namun korporasinya. Menurut dia, semua individu bebas untuk melakukan live streaming.
" Kita bicara korporasinya, bukan content creator," kata Dini.
Advertisement
Kemenkeu Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan
5 Komunitas Olahraga di Decathlon Summarecon Bekasi, Yuk Gabung!
Fakta Unik di Ethiopia yang Kini Masih 2018 Meski Dunia Sudah Tahun 2025
Belajar Sejarah Nggak Lagi Boring Bareng Komunitas Jelajah
4 Cara Ampuh Hilangkan Lemak di Perut, Cobain Yuk!
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Kemenkeu Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan
5 Komunitas Olahraga di Decathlon Summarecon Bekasi, Yuk Gabung!
Fakta Unik di Ethiopia yang Kini Masih 2018 Meski Dunia Sudah Tahun 2025