Amalan-amalan Jimak Yang Harus Diperhatikan Pasangan Suami Istri (Foto Ilustrasi: Pexels.com)
Dream - Berhubungan suami istri yang dalam Islam disebut dengan jimak memiliki tujuan yang mulia. Dalam hal ini tidak hanya sekadar memuaskan nafsu antara suami atau istri saja, tetapi juga bernilai ibadah yang mampu mendatangkan pahala jika dilakukan baik dan benar sesuai dengan syariat Islam.
Hal ini pun dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. Suatu hari sahabat Nabi saw bertanya kepada beliau:
" Wahai Rasulullah, apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (berhubungan suami istri) maka mendapat pahala?"
Lalu, Nabi saw pun menjawab:
" Apa pendapat kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah dia mendapatkan dosa. Maka demikian pula jika dia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka dia memperoleh pahala."
Dalam melakukan jimak, umat Islam juga harus memerhatikan adab-adabnya serta amalan apa saja yang sebaiknya dilakukan.
Nah, berikut adalah amalan-amalan berjimak yang sebaiknya diperhatikan oleh umat Islam, terutama pasangan suami istri sebagaimana dirangkum Dream melalui berbagai sumber.
Dijelaskan dalam Kitab Zad Al Ma'ad fi Hadyi Khair Al Ibad oleh Ibnu Qayyim, bahwasanya ada tiga tujuan pokok dalam jimak, yakni sebagai berikut:
Bagi pasangan suami istri yang melakukan jimak, maka ada lima pahala yang akan didapatkan. Apa saja pahala itu?
Pahala yang pertama adalah bisa membersihkan jiwa. Hal ini berdasar pada apa yang dikatakan oleh Uqail Al-Hambil tentang hukum seorang suami yang tidak memberikan nafkah batin pada istrinya:
“ Ketika aku terkunci (mentok) pada suatu permasalahan (ilmu), maka aku panggil istriku untuk berhubungan badan. Ketika aku selesai, maka aku ambil kertas dan aku tuangkan ilmu padanya (mulai menulis), karena jima’ dapat membersihkan pikiran dan menguatkan pemahaman.”
Pahala yang kedua adalah sebagai jalan menuju surga melalui berhubungan suami istri. Hal ini dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 144:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ اَتُرِيْدُوْنَ اَنْ تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ عَلَيْكُمْ سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا
Artinya: " Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?" (QS. An-Nisa: 144)
Pahala yang ketiga dari hubungan suami istri adalah dinilai sebagai sedekah. Berikut penjelasannya:
" Hubungan badan antara kalian adalah sedekah. Para sahabat lantas ada yang bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Oleh karenanya jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala.”
Dengan melakukan hubungan suami istri sesuai dengan syariat Islam, maka hal tersebut akan mendatangkan pahala dalam kesehariannya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:
“ Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian dia pun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa, dan shalat malam harinya.”
Pahala yang terakhir dari melakukan jimak atau hubungan suami istri adalah dijauhkan dari laknat. Seperti dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut:
“ Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam melakukan hubungan suami istri, Islam mengajarkan amalan apa saja yang sebaiknya dilakukan. Hal ini dijelaskan dalam Kitab Quratul Uyun yang terdiri dari 6 amalan sebagai berikut:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِى خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسِبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًا. أللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ خَلَقْتَ خَلْقًا فِيْ بَطْنِ هَذِهِ الْمَرْأَةِ فَكَوِّنْهُ ذَكَرًا وَسَمَّهُ اَحْمَدَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَبِّ لَا تَذَرْنِى فَرْدًا وَاَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ
Alhamdulillahilladzi khalaqa minal mai basyaran faja’alahu nasiban wa sihra wa kaana rabbuka qadiira. Allahumma in kunta khalaqta khalqan fi bathni hadzihi al-mar’ati fa kawwinhu dzakaran wa sammahu ahmad bi haqqi muhammadin Shallallahu alaihi wasallam. Rabbi laa tadzarni fardan wa anta khairul warisin.
Artinya: “ Segala puji milik Allah, yang telah menciptakan manusia dari air mani. lalu jadikan manusia itu punya keturunan dan musaharah dan Dia adalah Tuhanmu Maha Kuasa. Ya Allah, Ya Tuhan kami, jika Engkau takdirkan di dalam perut istriku ini tercipta seorang makhluk, maka jadikanlah ia seorang laki-laki yang akan keberikan nama Ahmad. Dengan hak yang ada pada Nabi Muhammad, Ya Allah Ya Tuhan kami, jangan biarkan aku sendirian (tanpa memiliki keturunan). Engkaulah (Tuhan) sebaik-baik zat yang mewarikan (yang mengkaruniai tinggalan keturunan)”.